Page 13 - Majalah Berita Indonesia Edisi 21
P. 13
BERITAINDONESIA, 21 September 2006 13V ISIBERITAVisi Negaraudah waktunya bangsa ini berhenti berpolemiktentang “negara ini mau dibawa ke mana?” Sebenarnya pertanyaan ini tidak akan menjadi “lingkaransetan,” dan segera terjawab bilamana para tokohbangsa—pengelola negara, pemimpin partai politik dan parapakar independen—duduk satu meja membahas danmerumuskan visi serta misi negara berjangka panjang 15sampai 20 tahun ke depan.Atau memfungsikan kembali MPR untuk merumuskan visidan misi negara, seperti ketika menyusun dan menetapkanGaris-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam sidangumum lima tahunan. Tetapi UUD 1945 yang diamandementelah banyak melucuti fungsi MPR yang pernah menempatiposisi sebagai lembaga tertinggi negara. Barangkali yang paling penting, perumusan visi dan misi negara tersebut berjalandalam suatu proses yang obyektif, jujur dan demokratis. Jauhdari pengaruh kekuasaan dan kepentingan-kepentingantertentu.Untuk mencegah munculnya polemik baru, para penyusunnya mesti sepakat pada pijakan dasar, yaitu ideologi dan dasarnegara Pancasila. Mereka perlu menjabarkan secara aktualsetiap sila—Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yangAdil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yangDipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Kedilan Sosial bagi Seluruh RakyatIndonesia—berdasarkan hasil analisa dan asumsi yangberjangka panjang. Sedangkan UUD 1945 menjadi pagarpembatas agar pembahasan dan perumusan tidak lari kemana-mana.Mungkin yang paling krusial, penjabaran sila kedua, karenademokrasi yang sudah ditetapkan dan dilaksanakan menganut azas pemilihan presiden langsung. Sedangkan tadinya,sila tersebut diterjemahkan sebagai demokrasi lewat sistemperwakilan di DPR dan MPR. Namun persoalannya, tinggalbagaimana memadukan sila tersebut dengan sistem demokrasi yang sudah berjalan dengan baik.Semua pihak yang terlibat di dalam perumusannya tidaklagi mempersoalkan jati diri bangsa; Pancasila, NKRI, MerahPutih, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika. Jati diri ini bukanhanya slogan dan retorik di dalam setiap pidato, tetapi harusmampu memberi roh dan jiwa bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang tertib hukum dan damai.Dengan demikian, tumbuh harapan baru bagi kehidupanbersama di dalam satu negara yang tidak lagi diwarnai olehkonflik, kemiskinan dan keterbelakangan yang tidakberkesudahan. Kita mengaku hidup di dalam NKRI, tetapimasih terus berkelahi, masih mempersoalkan putra daerahdan non-putra daerah. Semestinya dalam usianya yang sudahsenja (61 tahun), bangsa ini menjadi bangsa yang dewasa,cerdas dan bermartabat, hidup dalam ketertiban, kedamaian,toleransi dan kesejahteraan.Di tengah kegamangan tersebut, muncul gagasan SOKSIyang cukup menarik untuk dicermati dan dikaji, yaitu“Reformasi Jilid Dua” dan “Amandemen UUD 1945 Kelima”.Sudah bisa diduga, karena digagas oleh SOKSI yang berafiliasike Partai Golkar, akan muncul reaksi keras dari kelompokpendukung “Reformasi Jilid Pertama” dan mereka yangapriori, bahwa gagasan tersebut bisa diplesetkan menjadiOrde Baru Jilid II. Soalnya, kita belum bisa menerima setiapgagasan dengan positive thinking, masih meresponnyadengan prasangka-prasangka.Alasan SOKSI meluncurkan gagasan tersebut, karenadengan reformasi yang tidak terencana yang telah mengamanatkan amandemen UUD 1945, membuat sistemketatanegaraan menjadi amburadul. Sekarang ada MPR,DPD, DPR, MA, MK, KY dan KPK. Dan yang akan lahir nantiKomisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) serta LembagaPenasihat Presiden (LPR). Begitu banyak lembaga, tetapisemua anggota lembaga tersebut, kecuali MPR, harusdiseleksi oleh DPR lewat fit and proper test atau ujikemampuan dan kelayakan.Namun kedua gagasan SOKSI tersebut, agar tidak layusebelum berkembang, kalau sepakat, merupakan kelanjutandari “Reformasi Jilid Satu” dan “Amandemen UUD 1945Keempat”.Sekadar catatan “Reformasi Jilid Satu”, kalau boleh disebutbegitu, hanya mengantar bangsa ini kepada suatu kebebasanberdemokrasi yang acapkali lari dari koridor hukum.Kebebasan yang kita miliki—kebebasan berserikat, kebebasanmenyatakan pendapat di depan umum dan kebebasan pers—mencatat kemajuan yang terkadang mencemaskan kitasendiri. Masih seperti kuda liar yang baru dilepas darikandang, meskipun kebebasan tersebut sudah berjalan lebihkurang delapan tahun.Dan gonjang-ganjing belakangan ini tentang kinerjapemerintah merupakan akibat tidak adanya barometer yangdisepakati bersama untuk mengukur keberhasilan ataukegagalan pemerintah. Karena setiap orang, setiap partai,berangkat dari titik pandang yang berbeda-beda, bahkanberlawanan. Maka visi dan misi negara sebagai tolok ukurpenilaian, menjadi sangat relevan untuk dipikirkan. Contohnya, Malaysia sudah meletakkan visi dan misi negara sampaitahun 2020.Visi dan misi negara tersebut mengikat siapa pun dan partaimana pun yang memegang kendali pemerintahan. Jadipresiden dan partai yang berkuasa tidak menentukan visi danmisinya sendiri. Karena kekuasaan tak mungkin lepas darivested interest. Presiden dan pemerintah boleh berganti,tetapi negara diharapkan eksis dari generasi ke generasi.Memang ini sebuah utopia. Tetapi tepat apa yang pernahdikatakan oleh Syakh Dr. AS Panji Gumilang bahwa ideologihanya menarik bangsa ke belakang, utopia membimbingbangsa bergerak ke depan agar bisa mencapai cita-citanya. S