Page 14 - Majalah Berita Indonesia Edisi 21
P. 14
14 BERITAINDONESIA, 21 September 2006BERITA UTAMAGOLKAR MENGGEBRAK LEWATDi pertengahan jalan pemerintahan SBY-JK, Golkarmengembangkan wacana untuk menilai kembalidukungannya. Banyak alasan kenapa Golkar kecewa.Namun suara Golkar yang digemakan lewat SOKSI, menuaikritik dari partai-partai lain dan para pengamat. BenarkahGolkar akan menarik dukungan? Tunggu saja sampaiRapim Golkar Oktober nanti.aungnya laksana halilintar.Tanda tanya yang mengundang polemik dan reaksi keras:“Apakah Golkar akan menarikdukungannya pada pemerintah?” BegituSOKSI—kepanjangan tangan politikGolkar—menciptakan gelombang kejutanuntuk meninjau kembali dukungan terhadap pemerintahan Presiden SusiloBambang Yudhoyono (SBY), di manareaksi penuh prasangka mengarah kepadanya. Golkar sudah sejak awal diwaspadai sebagai partai pendukung yang sewaktu-waktu bisa melesat ibarat belut, dicurigai seolah-olah ingin menguasai kabinet.Sikap SOKSI sangat jelas seperti diungkap oleh pucuk pimpinannya Syamsul Mu’arif yang juga ketua bidang organisasi Golkar. Kata Syamsul, SOKSI melihat peran Golkar lebih banyak digunakan hanya untuk membela kepentinganpemerintah. “Kami bahkan mengatakansebagai bemper politik pemerintah dilegislatif,” kata Syamsul dalam wawancara khusus dengan Berita Indonesia. Tugas Golkar di DPR, menghadangfraksi-fraksi yang bisa “mengerjai pemerintah.” Memang tidak pernah ada satulangkah politik yang bisa lolos di DPRketika Golkar menyatakan sikapnya.Tetapi, kesannya Golkar kurang pedulidengan kepentingan masyarakat.Menurut Syamsul, Presiden tidak berupaya membangun dukungan parlemenyang cukup signifikan, kecuali Golkaryang mengambil inisiatif untuk memberikan dukungan politik. Mengamatiperkembangan dinamika ini, SOKSI jugamelihat kegamangan pemerintah SBY-JKdi dalam mengambil langkah-langkahyang tegas. Padahal SBY dipilih oleh 60persen rakyat, semestinya dia berani.Dia menilai, kalau begitu terus, pemerintahan ini tidak akan kuat. Katanya,kalau pemerintah sudah membawa gerbong-gerbong PAN, PKS, PBB, PPP, PKB,Partai Golkar dan Demokrat, ketua-ketuaumumnya harus diundang. Katakan:“Kalian tujuh ini adalah patner saya dalampemerintahan. Oleh karena itu, saya memerlukan dukungan politik di DPR.” Saran Syamsul, buka saja ke publik, tidakada salahnya presiden mengambil langkah seperti itu. Sehingga jelas mana partaipendukung pemerintah, mana partaioposisi. Sekarang, ada partai-partai yangtidak mengambil posisi oposisi, tapi jugatidak mengatakan sebagai pendukung.Mereka independen, karena itu lebih enakuntuk bergerak.Menurut Syamsul, untuk membangunhubungan antara legislatif dan eksekutif,mestinya dukungan di parlemen daritujuh partai tadi cukup signifikan. Tidakusah tujuh partai, lima partai saja, lebihdari 50 persen, itu sudah cukup, tidakusah mutlak 70 persen di DPR. Sebab jikaada kebijakan yang salah tetapi didukungoleh DPR, nanti juga dikritisi oleh rakyatyang lain. “Legislatif seperti itu juga tidakbenar,” kata Syamsul.“Tetapi kenapa Presiden sering tidakberani?” kata Syamsul dalam nada tanya.Karena dia berhadapan dengan DPR yangkritis, DPR yang mempunyai kekuasaanyang besar, yaitu memegang hak bujet(anggaran). Artinya, proyek-proyek jugaditetapkan oleh DPR. Memang banyakkader yang menafsirkan bahwa SOKSImenghendaki menteri-menteri ditarik.Syamsul meyakinkan mereka tidak adakewenangan partai untuk menarik menteri, karena itu kewenangan Presiden.Pernyataan SOKSI, kata Syamsul, tidakberkait dengan permintaan masuknya orang-orang Golkar di kabinet. Yang diminta oleh SOKSI evaluasi dukungan PartaiGolkar terhadap pemerintah dalam Rapim Golkar Oktober nanti. Rapim itulahyang akan mengevaluasi dukungan tersebut, di mana untungnya, di manaruginya. Kalau umpamanya menimbulkankegelisahan di dalam, “kita netral saja.”Dengan bersikap netral, kata Syamsul,tidak ada beban politik, tidak ada keharusan untuk membela pemerintah.“Barangkali itu akan lebih bagus bagiGolkar untuk menghadapi Pemilu tahun2009,” kata Syamsul.Posisi JKMenurut Syamsul, meskipun Golkarmengambil sikap netral, Jusuf Kalla tetapKetua Umum Golkar dan Wakil Presiden,tidak ada masalah. JK jadi Wapres bukankarena Golkar. Waktu itu, Golkar mengajukan Jenderal (Pur) Wiranto dan Solehuddin Wahid sebagai calon presiden danwakil presiden. Pada pemilihan presidentahap kedua, Golkar mendukung IbuGKantor DPP Golkar di kawasan Slipi, Jakarta Barat