Page 13 - Majalah Berita Indonesia Edisi 22
P. 13


                                    BERITAINDONESIA, 5 Oktober 2006 13V ISIBERITA61 Tahun TNIearifan mulai terpancar darisosok Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada usianya yang ke61, tanggal 5 Oktober 2006. TNI,bersamaan dengan jatuh bangunnya perjalanan negara, memang pernah tergoda danbergelimang kekuasaan selama 32 tahun.Awalnya, TNI hanya mengemban misipenyelamatan negara pasca kudeta berdarah (G-30-S/PKI) yang gagal, 30 September 1965, menewaskan tujuh jenderal seniorTNI-AD. Namun Pemilu demi Pemilu,diselubungi dengan slogan bahaya latenPKI, tangan-tangan militer merambahpentas kekuasaan politik, legislatif, eksekutifdan bisnis.Peranan ini berakhir tragis pada erareformasi (1998-sekarang) yang menghujatdan menggugat semua peranan militer yang “bernoda” dimasa lalu. Hujatan yang membuat ABRI (dulu) terpuruk;tuduhan pelanggaran HAM, pemaksaan demokrasi, pengerdilan partai politik, penyalahgunaan hukum dankekuasaan. “Hukuman” bagi TNI tidak hanya datang daridalam, tetapi juga dari luar, yaitu embargo senjata olehnegara-negara Barat, seperti Amerika Serikat dan Inggris.Namun ini belum seberapa jika dibandingkan dengankekuasaan fasis militer (shogun) Jepang yang berlangsung800 tahun, dan berakhir tragis pada Perang Dunia II. Jepang,memasuki abad 20 sampai sekarang ini, tanpa angkatanbersenjata, yang ada hanya pasukan bela diri.Agaknya generasi muda perlu melihat sosok TNI tidaksemata dari sisi gelapnya. Bersamaan dengan peringatanulang tahun ke 61, kita perlu melihat peran positif TNI di masalalu.TNI lahir di tengah kancah perlawanan bangsa Indonesiaterhadap Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan. Harihari awal kemerdekaan (17 Agustus 1945), Indonesia barumemiliki Badan Keamanan Rakyat (BKR), kemudian berubahmenjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) mulai 5 Oktober 1945.TKR berubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI)untuk menyesuaikan diri dengan dasar militer internasional.Baru pada 3 Juni 1947, Presiden Soekarno secara resmimengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).Tetapi, tanggal 5 Oktober 1945 tetap dipilih sebagai hari lahirTNI. Saat itu, Bung Karno berusaha menyatukan dua kekuatan bersenjata; tentara reguler (TRI) dan badan-badanperjuangan rakyat bersenjata.Sejak berdiri, TNI menghadapi rongrongan, baik yang berdimensi politik maupun militer. Rongrongan politik bersumber dari golongan komunis yang ingin menempatkannya di bawah pengaruh mereka. Sedangkan dalam dimensi militer, TNImenghadapi pergolakan bersenjata; pemberontakan PKI diMadiun (1948), Darul Islam (DI) di Jawa Barat dan Aceh sertaberbagai pemberontakan bersenjata di daerah-daerah lain.Sementara itu, TNI masih menghadapi tekanan agresi militerBelanda. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden M. Hattaterpaksa memindahkan pusat pemerintahan dari Jakarta keYogyakarta. Yogya pun diduduki oleh tentara Belanda, BungKarno dan Bung Hatta dibuang ke Bengkulu. TNI kembaliberubah menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat(APRIS) setelah Belanda berhasil membentuk pemerintahanboneka RIS, tahun 1950.RIS tidak bertahan lama, dibubarkan tahun itu juga, APRISberubah menjadi APRI. Lantas pemerintahmenerapkan demokrasi liberal parlementer,tahun 1950-1959. Demokrasi ini mendorongtentara membentuk partai politik, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IP-KI), danikut sebagai peserta Pemilu 1955. Namun demokrasi liberal menciptakan ketidakstabilanpolitik yang memaksa Soekarno, dengandukungan TNI, mengeluarkan Dekrit 5 Juli1959.Presiden Soekarno membubarkan DewanKonstituante dan menerapkan demokrasiterpimpin. Tiga tahun kemudian (1962), TNIberubah menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), yang menggabungkan Kepolisian Negara.Gerakan reformasi yang mulai meluncurakhir tahun 1997, berpuncak pada pengunduran diri Presiden Soeharto, 21 Mei 1998.Bersamaan dengan itu, ABRI menjalani tahuntahun paling berat dalam sejarahnya. TNI harus melakukanreformasi internal, mencakup 23 poin; termasuk pengakhiranperan tentara di MPR dan DPR serta peran Dwi-Fungsi ABRI,pemutusan hubungan organisatoris dengan Partai Golkar,netralitas dalam Pemilu, dan pemisahan Polri dari ABRI setelahbergabung selama 36 tahun (1962-1998).Baik semasa pemberontakan maupun di puncak reformasi,bersama rakyat TNI berhasil mencegah kehancuran bangsa dandirinya sendiri. Sekarang, noda-noda masa lalu yang tercoreng dikeningnya sedikit demi sedikit terhapus. TNI tidak lagi tergodauntuk terjun di dalam kancah politik praktis. Juga sudah adalarangan bagi anggota TNI aktif terjun ke arena pemilihan kepaladaerah (Pilkada), kecuali menanggalkan baju tentaranya.Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 merumuskan kembali peran, fungsi dan tugas TNI. Undang-undang tersebutmembatasi ruang gerak TNI hanya dalam bidang pertahanan,mengarahkannya menjadi tentara yang profesional. Karena itu,TNI merumuskan kembali paradigma baru yang menjangkaujauh ke depan, sejalan dengan perkembangan zaman.Konsekuensi logis dari profesionalisme TNI, dilaksanakannya kewajiban negara untuk memenuhi semua kebutuhanmiliter, baik dari segi peralatan perang dan pertahanan,maupun pendapatan dan kesejahteraan para prajurit.Sayangnya, sampai saat ini, negara belum menjangkaukebutuhan militer yang profesional.Ekses-ekses yang muncul, karena alasan gaji dan tunjanganyang minim, banyak prajurit mencari penghasilan sampingan, yang halal bahkan yang haram—seperti membekingbisnis hitam, bahkan merampok. Perbuatan segelintir prajurityang bermental lemah ini sedikit banyak mencoreng citra TNIyang sedang membangun profesionalisme dan netralitas.Belakangan, reformasi dan netralitas TNI, terganggu olehmunculnya wacana perlu tidaknya pemberian hak pilih paraprajurit dalam Pemilu. Ada kalangan militer yang menyatakan, prajurit sudah siap memilih. Tetapi ada juga yangmenyatakan belum siap. Tetapi para petinggi TNI bersikaphati-hati.Sebelum pemberian hak pilih prajurit diputuskan, prinsipyang perlu dipertimbangkan; bahwa garis politik TNI adalahgaris politik negara. Dikhawatirkan, pelibatan prajurit dalamagenda politik praktis (Pemilu), bisa membelokkan reformasidan hakekat netralitas TNI.Memasuki usianya yang ke 61, biarkanlah TNI memusatkandiri pada pemantapan profesionalisme agar tidak terkotakkotak dalam kubu-kubu politik. „K
                                
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17