Page 13 - Majalah Berita Indonesia Edisi 24
P. 13
BERITAINDONESIA, 2 November 2006 13V ISIBERITAara pendiri negara, sejak dini mencanangkan citacita untuk mewujudkan cita-cita—masyarakat yangadil dan makmur. Karena itu, para negarawantersebut secara implisit menetapkan cita-cita tersebut di dalam sila kelima Pancasila: Keadilan Sosial BagiSeluruh Rakyat Indonesia. Sekarang, Garis-Garis BesarHaluan Negara saja sudah ditinggalkan.Cita-cita memang sebuah mimpi, mungkin takkan tercapaiseperti yang dikehendaki. Tetapi sebuah mimpi akanmenuntun bangsa ini agar terus bergerak ke depan, bukanmenoleh ke belakang sehingga terantuk batu. Dalam gemuruhreformasi, kita condong menoleh ke belakang, lupa apa yangingin kita capai bersama. Setiap orang asyik menikmatikebebasan menyatakan pendapat dan berdemokrasi tanpamemperhatikan rambu-rambu hukum.Kita perlu menarik pelajaran dari badai pembaruan yangmenumbangkan negara Uni Sovyet. Ketika rakyat antri untukmemperoleh sepotong roti, para elit bertarung untuk meraihkekuasaan. Dan dalam slogan yang sangat situasional, selalumuncul slogan lama: rakyat membutuhkan roti, bukanpolitik. Situasi ini muncul di saat rakyat muak dengandemonstrasi, teriakan di jalanan, konflik dan kekerasan.Sebaliknya, bilamana rakyat sama sekali buta atau alergipolitik, sikap apriori seperti ini sangat berbahaya bagi masadepan bangsa. Ketika pemerintah Orde Baru tampil di pentaspolitik, mulai Pemilu tahun 1971 sampai Pemilu 1997, SekberGolkar muncul dengan slogan yang sangat terkenal: Politicsno, development yes. (Tolak politik, terima pembangunan).Anehnya, Golkar yang bukan organisasi politik, dengan slogan tersebut, tampil sebagai pemenang di dalam setiapPemilu. Depolitisi di masa Orba telah mengebiri hak politikrakyat, sehingga terjadi kelanggengan kekuasaan.Setelah mengalami erosi dari “politik sebagai panglima”selama rezim Orde Lama (Bung Karno) menjadi “apolitik” diera rezim Orba (Pak Harto), sekarang politik tampil kembalisebagai panglima dalam bingkai superioritas sipil yangmenggusur superioritas militer. Namun kebangkitan politikdalam wujudnya yang sangat liberal telah mengguncang dasarnegara yang dibangun dengan susah payah.Eforia politik yang berlebihan bisa menggoyahkan dasarnegara, yaitu Pancasila yang sampai sekarang dikesankanantara ada dan tiada. Mereka yang bertolak dari titik pandangsinisme, menganggap Pancasila telah terkubur, sehinggamuncul cemoohan: “India dan China tidak memiliki Pancasila, tetapi bisa maju.” Pandangan ini menyiratkan konotasinegatif seolah-olah Pancasila itu penghambat kemajuan.Tidak hanya cendekiawan atau aktivis yang beranimeninggalkan Pancasila. Di antara para pemimpin dan partaimereka, juga muncul kecendrungan untuk memperjuangkanideologi dan visi mereka masing-masing. Tak heran jikamuncul berbagai gagasan negara federalis, fundamentalisagama, sekularis, sosialis dan mungkin juga komunis baru.Di depan mata sekelompok pemikir muda yang menggunakan Marxisme sebagai pisau analisis, Pancasila hanyalahsebuah ideologi yang tidak punya roh dan jiwa. Sedangkanpara negarawan tersebut menjadikan Pancasila bukan hanyasebagai ideologi dan dasar negara, tetapi juga pandangan (vision) hidup bangsa. Karena di dalamnya terkandung visiKetuhanan dan spiritualitas, visi kemanusiaan dan universalitas, visi persatuan dan kebangsaan, visi demokrasi perwakilan dan musyawarah, bukan demokrasi langsung dan pemungutan suara (voting), visi kesejahteraan lewat perekonoKembali ke Visi NegaraP mian kerakyatan, bukan ekonomi pasar bebas. Jelas telahterjadi penyimpangan terhadap visi negaramenuju pencapaian cita-citamasyarakat adildan makmur.Dewasa ini,amatlah naif bilamana pimpinan legislatif atau eksekutifmencari-cari visi di dalam melaksanakan kekuasaan negarasesuai dengan visi partainya, golongannya, bahkan visipribadinya. Tidak heran bilamana sering muncul pertanyaan:Negara ini mau dibawa ke mana? Pertanyaan itu tidak perlumuncul bilamana para pengelola negara melaksanakan visinegara yang tercantum di dalam Pancasila. Soalnya, bagimereka yang menempuh jalan liberal, faham Pancasilahanyalah hasil rumusan pemikiran para pemimpi.Bisa difahami bilamana ada tudingan bahwa kemenangandemokrasi liberal dalam empat kali amandemen UUD 1945,telah membelokkan arah perjalanan negara. Sistem demokrasi liberal, ekonomi pasar dan gagasan negara federal yangsecara de facto tercermin di dalam otonomi daerah khususdan otonomi daerah umum, jelas menyimpang dari visiPancasila. Karena itu, pernah muncul desakan kepadaPresiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengeluarkandekrit kembali ke UUD 1945 sebelum diamandemen.Namun pembelokan visi dan arah perjalanan negaratersebut semestinya dibicarakan oleh MPR, lembaga tertingginegara yang perannya sudah banyak dilucuti oleh empatamandemen UUD 1945. Dan semua komponen bangsa tidaklagi beradu pendapat lewat debat kusir apalagi adu otot.Supaya tidak ada lagi kekuasaan yang dimanipulasi untukkepentingan kelompok atau partai sendiri.Memasuki usia 61 tahun kemerdekaan sudah banyakwaktu, energi, harta dan nyawa yang terbuang sia-sia untukberdebat, berkelahi dan saling membunuh di dalam tarikmenarik ideologi dan kekuasaan. Apalagi di era demokrasiliberal sekarang ini, setiap orang berlomba-lomba mendirikanpartai politik untuk mengejar mimpi menjadi Presiden, WakilPresiden, Ketua MPR, DPR, DPD, Menteri, Gubernur, Bupatidan Walikota.Keberhasilan yang sekarang dinikmati oleh negara-negaramaju bermula dari sebuah mimpi. Para pemimpinnya secarakonsisten dan terus menerus mengejar mimpi atau cita-citayang diletakkan oleh para pendahulu mereka. Pernyataanyang sangat terkenal dari mendiang Presiden John F.Kennedy: “Kesetiaan kepada partai berakhir ketika kesetianpada negara dimulai.” Jadi bagaimana pun seorang presidenharus menjalankan visi negaranya.Generasi baru yang cerdas berpolitik malah menganggapvisi dan cita-cita bangsa seperti sebuah foto buram dalambingkai yang retak. UUD 1945 telah mengalami distorsi. Visidan cita-cita kemerdekaan seperti yang didengungkan BungKarno, “jembatan emas menuju masyarakat yang adil danmakmur,” telah kehilangan bentuk dan maknanya.Sekarang, cita-cita tersebut malah ditertawakan, karenamasyarakat adil dan makmur dianggap tidak akan terwujuddi dunia, hanya ada di sorga. ilustrasi: dendy