Page 13 - Majalah Berita Indonesia Edisi 25
P. 13
BERITAINDONESIA, 23 November 2006 13V ISIBERITADilema SBYmemperlihatkan prestasi yang menggembirakan.Bisa berarti dukungan terhadap berbagai kebijakanpemerintahan SBY yang memerlukan persetujuan DPR akanmengalami erosi yang serius.Pada sisi lain, SBY diragukan memiliki keberanian untukmengganti mereka dengan figur independen yang berasal daripara pakar dan teknorat. SBY tentu tak ingin mengulangipelajaran pahit mantan Presiden Abdurahman Wahid yangdihentikan di tengah jalan karena “membuang” menterimenteri yang berbasis partai politik. Dilema ini akan semakinpelik tatkala Pemilu Legislatif dan Presiden bergerak semakindekat. Buktinya, SBY akan menyusun ulang Unit KerjaPresiden untuk Pengelolaan Program Reformasi (UKP3R)pimpinan Marsilam Simandjuntak yang baru berusia 35 hari.Persoalan bangsa ini akan berputar-putar di situ sajabilamana tidak ada kesadaran kolektif untuk mengubahkeadaan secara terencana dan berkesinambungan. Konflikkepentingan sempit partai dan kelompok telah membelenggudiri para pemimpin dan pengelola negara. Di samping itu,kelompok aji mumpung dan koruptor, selalu siap denganperangkap mereka untuk menangkap semua peluang yangtercipta di sela-sela persaingan tersebut.Apakah dampak dilema SBY bagi rakyat kecil? Karenawaktu dan perhatian SBY akan banyak tersita oleh upayanyamenjaga keseimbangan dukungan di DPR dan popularitaspribadi, maka kinerja pemerintahannya akan melambat.Keadaan ini bisa diperparah oleh munculnya tekanantekanan eksternal, misalnya gangguan keamanan dan defisitneraca anggaran yang membengkak lantaran beban utangdalam dan luar negeri yang semakin mencekik. Pengembalianutang dan penutupan lubang defisit selalu menuntutpengorbanan rakyat. Jadi harapan bagi perbaikan ekonominegara yang berdampak pada peningkatan kesejahteraanrakyat akan semakin jauh panggang dari api.Hanya komitmen dan kerja keras para pemimpin danpengelola negaralah yang bisa menyembuhkan krisis ekonomiyang berkepanjangan ini. Mereka semestinya meneladanisikap mendiang Presiden J.F. Kennedy dari Amerika Serikat:“Loyalitas saya pada partai berakhir begitu loyalitas saya padanegara dimulai.” Artinya, komitmen dan kerja keras merekamenjadi suatu keniscayaan agar rakyat yang berpenghasilanpas-pasan keluar dari himpitan kesulitan ekonomi. Sebabrakyat menanti janji dan komitmen SBY-JK untuk membawaperubahan (nasib rakyat), bukan sekadar Bantuan TunaiLangsung untuk memuaskan kebutuhan sesaat.Mampukah mereka meninggalkan loyalitas sempit padapartai demi kepentingan yang lebih besar? Inilah pertanyaanyang sudah lama lupa untuk dijawab. Sekarang jawaban ituditunggu oleh rakyat banyak yang tak sabar lagi menjalanikehidupan yang semakin berat. Boleh jadi dua sayap pendukung pemerintahanPresiden Susilo Bambang Yudhoyono di DPR yangberseberangan—Partai Golkar dan PKS—menarikdukungan mereka. Nada-nada ketidakpuasan terhadap pemerintah mengalir deras dari cabang-cabang PartaiGolkar di banyak daerah. Mereka malahan pagi-pagimengusung Wapres Jusuf Kalla sebagai calon presiden tahun2009. PKS, sudah dalam banyak hal, misalnya dalam soalimpor beras, mengambil sikap yang berseberangan denganpemerintah. Bahkan, PKS sudah mengambil ancang-ancanguntuk mengajukan calon presiden sendiri bilamana meraih20 persen suara dalam Pemilu Legislatif 2009.Apa artinya ini semua bagi pemerintahan SBY yang hanyadidukung all out oleh Partai Demokrat, partai yang menempati urutan ketujuh di dalam Pemilu Legislatif 2004?Kemungkinan besar banyak kebijakan pemerintahan SBYyang membutuhkan dukungan dan persetujuan DPR akanterganjal. Sementara partai terbesar kedua setelah Golkar,PDI-P sudah memasang posisi oposisi permanen terhadappemerintah. Sedangkan kekuatan Demokrat di DPR hanya46 suara. Bisa jadi realisasi kebijakan pembangunan semakinlamban. Fenomena ini tentu akan sangat mengganggu kinerjaSBY, dan akan menurunkan popularitasnya.Di dalam koalisi longgar yang mendukung pemerintah,bergabung partai-partai Golkar, PPP, PKB, PKS, PAN,Demokrat dan PBB. Selain Golkar dan Demokrat, lima partaipendukung lainnya —PPP, PKB, PAN, PKS dan PBB bisa lebihbebas mengambil posisi mereka untuk mendongkrakpopularitas. Sedangkan menteri-menteri yang duduk diKabinet Indonesia Bersatu (KIB) tidak menjadi bahanpertimbangan dominan untuk mendukung atau tidakmendukung kebijakan. Inilah dilema yang dihadapi pemerintah yang didukung oleh partai kecil. Pemerintah lebihbanyak berkompromi dan “menjinakkan” para anggotaDewan agar kebijakannya tidak terganjal.Sedangkan Golkar diikat secara moral oleh Wapres JusufKalla yang menjabat pucuk pimpinan partai. Bagi Demokrattidak ada lagi tawar menawar karena partai yang dibesarkanoleh popularitas pribadi SBY. Sayangnya, Demokrat sampaisaat ini belum memperlihatkan kemampuannya untukmengikat para pendukung SBY di DPR. Langkah ini lebihbanyak dilakukan oleh SBY sendiri, sehingga konsentrasinyadi dalam menjalankan roda pemerintahan terbelah.Sejumlah pengamat memperkirakan dilema tersebutsemakin mengental begitu memasuki tahun 2007. Soalnya,lima dari enam anggota koalisi longgar akan lebih melihat kedalam. Mereka akan lebih memilih ancang-ancang untukmemenangkan suara dalam Pemilu Legislatif, batu loncatanmengungguli pemilihan presiden tahun 2009. Calon-calonpesaing SBY masih berkisar pada figur-figur lama, sepertiMegawati dari PDI-P, Amien Rais dari PAN, KH AbdurahmanWahid dari PKB, dan “pesaing dalam selimut” Jusuf Kalladari Golkar. Mungkin akan muncul pesaing dari lingkunganTNI dan Polri—Wiranto, Prabowo Subianto, Ryamizard danjago yang dikedepankan oleh Amien, Sutanto.Karena partai-partai tersebut tidak ingin SBY lebih populerlagi sehingga menutup ruang para calon mereka untukmemenangkan perebutan kursi presiden. Tentu dukunganmereka di parlemen yang selama ini diberikan kepadapemerintahan SBY akan mengalami erosi. Ini akan menyulitkan posisi SBY, apalagi sebagian besar menteri kabinet SBYberasal dari partai-partai pendukung, dan mereka belumilustrasi: dendy