Page 15 - Majalah Berita Indonesia Edisi 25
P. 15
BERITAINDONESIA, 23 November 2006 15BERITA UTAMARAPOR SBYTIDAK SEMUA MERAHKinerja pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,memasuki tahun ketiga menuai kritik. Di antara banyakkemajuan yang dicapai, publik masih menagih janji untukmenciptakan perubahan, terutama di bidang ekonomi danpenegakan hukum. Kemiskinan dan pengangguran masihmembayangi perjalanan pemerintahan SBY ke depan.ampak dua kali kenaikan harga BBM tahun 2005 luar biasa. Sampai sekarang, puluhanjuta orang hidup terseok-seokdalam kemiskinan. Departemen Sosialmencatat, sejak Oktober 2005, tidakkurang dari 19 juta keluarga miskin (KM)harus diberi bantuan langsung tunaimasing-masing Rp 150.000, selamaberbulan-bulan. Pemerintah terpaksamenguras dana puluhan triliun rupiahyang disisihkan dari surplus harga BBM.Soalnya, penghasilan mereka tidak lagimampu mengejar lonjakan harga yangmendongkrak laju inflasi sampai 8% diujung tahun 2005, akibat kenaikan hargaBBM sebesar 150%—Maret 30% danOktober 120%. Sepanjang tahun tersebutlaju inflasi mencapai 17%.Selain pengidap miskin struktural,jutaan orang mendadak jatuh miskinkarena dengan penghasilan dalam barometer UMR (upah minimal regional) Rp800.000 per bulan, mereka masih beradadi batas garis kemiskinan. Apalagi keluarga miskin di perkotaan dan pedesaan yangmemiliki penghasilan hanya Rp 150.000sebulan. Dengan daya beli mayoritasmasyarakat sebesar itu, sektor riil semakin terpuruk, apalagi setelah mengalamihantaman kenaikan harga BBM. Yangsangat terpukul industri-industri yangmenghasilkan barang-barang fabrikanselain pangan dan obat-obatan. Merekamau tidak mau mem-PHK karyawan karena harus menekan ongkos produksi untuk bisa bertahan hidup. Maka kemiskinan telah menjadi sebuah lingkaran setan.Dalam kondisi seperti ini, PresidenSusilo menghembuskan “angin sorga” didepan DPR, menjanjikan pengentasankemiskinan dan pengangguran denganmembuka lapangan kerja seluas-luasnyauntuk memberi masyarakat sumberpenghasilan. Namun janji ini masih ditunggu-tunggu. SBY mengundang polemik yang berkepanjangan memaparkanangka kemiskinan dan pengangguranyang diragukan akurasinya. SBY mengungkapkan, pemerintah berhasil menurunkan angka kemiskinan dari 23%tahun 1999, menjadi 16% tahun 2005.Angka ini mengundang kritik tajam daribanyak pihak. Misalnya, para ekonomTim Indonesia Bangkit (TIB), melihatbahwa faktor dua kali kenaikan hargaBBM harus dihitung yang memicu lonjakan kemiskinan ke angka 22% sejak Maretdan Oktober 2005.Mengurangi kemiskinan dan pengangguran semestinya menjadi prioritas utamapemerintahan SBY. Target menurunkankemiskinan sampai ke angka 8,2% selamalima tahun pemerintahannya masih jauhdari jangkauan. Demikian juga pengurangan tingkat pengangguran sampai 5,1%menjadi sebuah mimpi bilamana faktor riiltidak bergerak maju, sekarang malah semakin terpuruk. Rakyat masih menunggujanji SBY membuka lapangan kerja danusaha seluas-luasnya. Karena hanya dengan jalan itu, pengangguran bisa dikikis.Semakin banyak penduduk yang bekerjaakan banyak orang yang punya daya beli,dan semakin tinggi produktivitas nasional.Upaya pengentasan pengangguran yangdiperkirakan menyentuh angka 11%,masih jauh panggang dari api. Sebenarnyabanyak cara untuk mengentas kemiskinan, pengangguran, misalnya dengan mengikis birokrat yang bermental korup,memprioritaskan realisasi anggaranuntuk proyek-proyek padat karya, memberi dukungan modal bagi usaha-usahamikro, baik di pedesaan maupun perkotaan dan menyembuhkan sektor riildari penyakit kronis.Ketika pemerintah mengambil keputusan untuk menaikkan harga BBM sebesar120%, lonjakan harga minyak di pasartunai internasional sempat menyentuhangka 75 dolar AS per barel. Langkahtersebut diambil untuk menutup defisitanggaran negara yang menganga. Namunkenaikan tersebut menimbulkan dampakekonomi dan sosial yang sangat luas, danmasih terasa sampai sekarang. Di balikkesuraman tersebut, sekarang muncultitik-titik harapan bagi perbaikan ekonomi, karena harga minyak di pasar duniasudah turun ke angka 60-an dolar perbarel, masih di bawah angka yang diprediksi dalam RAPBN 2007 sebesar 65 dolarper barel. Sedangkan nilai rupiah terhadap dolar AS bergerak turun dan stabilpada kisaran angka 9.000 lebih. Namunyang membuat pemerintah tidak berdayauntuk menaikkan anggaran belanja pembangunan karena tingginya angka pengembalian utang dalam dan luar negeri—masing-masing berjumlah lebih kurangRp 900 triliun. Rasio pengembalian utangbergerak pada angka 45% dari PDB.Ekonom terkemuka, Faisal Basri, berbicara dalam forum seminar yang bertopik Krisis Multi Dimensi mengatakan,jika perut kenyang maka rakyat tenang.Ini menunjukkan ekonomi merupakanmasalah yang mendasar. Faisal menilai,kecuali pasar modal, angka rapor ekonomipemerintah tahun pertama merah semuanya, kecuali pasar modal. Ibarat permainan sepakbola, Faisal menggambarkan kesebelasan SBY dihujani gol ketikajabatan Menko Perekonomian dipegangoleh Aburizal Bakrie dan Yusuf Anwarmenjadi Menteri Keuangan. Sekarang,setelah jabatan-jabatan tersebut dipegangoleh Budiono dan Sri Mulyani, gawangmemang tidak kemasukan gol, tetapi parapenyerang tumpul sehingga tidak mampumemasukkan gol ke gawang lawan aliastumpul. Menurut Faisal, menteri-menterisektoral harus meningkatkan daya saingekonomi nasional kemudian menciptakanlapangan kerja.Menyelesaikan tahun kedua, kata Faisal, kelihatannya agak lumayan, angka rapor pemerintah mulai banyak yang tidakmerah, nilai tukar rupiah tidak merah,investasi masih merah tapi menjelanghijau dan beberapa indikator makroekonomi jangka pendek juga luar biasabagus. Cadangan devisa tidak pernahDBERITA UTAMABERITAINDONESIA, 23 November 2006 15