Page 15 - Majalah Berita Indonesia Edisi 29
P. 15


                                    BERITAINDONESIA, 18 Januari 2007 15BERITA UTAMABERITAINDONESIA, 18 Januari 2007 15OKRASI DAN INFRASTRUKTURSalah satu tantangan ekonomi paling besar dihadapi Indonesia selama tahun 2006adalah menurunnya aliran investasi dalam negeri dan investasi asing langsung (foreigndirect investment-FDI). Menurut Kepala Badan Kerjasama Penanaman Modal M. Lutfi,seperti dilaporkan Sinar Harapan, Rabu 13 Desember 2006, realisasi Penanaman ModalAsing (PMA) US$ 4.69 miliar atau menurun dibanding tahun 2005 sebesar 45,91%.PMDN juga menurun sebesar 37,14%.enurunan aliran investasi asing langsung ke Indonesiayang sedemikian drastis, berdampak buruk terhadappenurunan tingkat pertumbuhan ekonomi tahun 2006,yang diperkirakan tidak mencapai target APBN-Perubahan 2006 yang mengharapkan pertumbuhan ekonomisebesar 5,8%. Tentu, bukan hanya PMA yang mempengaruhipenurunan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga PenanamanModal Dalam Negeri yang juga menurun selama tahun 2006sebesar 37,14% dibanding tahun sebelumnya.Masalah BirokrasiIndikasi menurunnya pertumbuhan ekonomi 2006 akibatberkurangnya investasi dalam menggerakkan perekonomian,memang sudah terlihat sejak kwartal pertama 2006 yang hanya5,1 pada Produk Domestik Bruto (PDB). Demikian juga dengankwartal kedua dan ketiga, juga tidak menunjukkan tanda-tandabahwa perekonomian akan tumbuh sebesar 5,8% sesuai denganharapan pemerintah bersama DPR saat menyusun APBNPerubahan 2006.Pemerintah yang sejak awal sudah menyadari penurunanpertumbuhan ekonomi ini, mencoba melakukan berbagai upayauntuk meningkatkan aliran investasi untuk menghindaripembusukan ekonomi. Upaya-upaya itu tidak hanya dilakukanuntuk merangsang investasi dari luar negeri, tetapi juga investasidari dalam negeri.Pemerintah mencoba mendorong aliran investasi dalam negeridengan menggenjot fungsi intermediasi perbankan danmendorong efisiensi pelaksanaan Anggaran Pendapatan danBelanja Negara (APBN), namun upaya ini praktis gagal seiringdengan tidak bergeraknya dana perbankan ke dunia usaha dantidak terlaksananya seluruh proyek APBN 2006.Di sisi lain, pemerintah mencoba menggalang aliran investasiasing ke Indonesia melalui sejumlah perjalanan yang dilakukanPresiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden M.Jusuf Kalla ke berbagai negara. Selain Jepang dan AmerikaSerikat, yang menjadi sumber investasi asing paling berptensike Indonesia, Presiden Susilo Bmbang Yudhoyono juga telahmengadakan lawatan ke Korea Selatan, Rusia dan Cina untukbertemu dengan sejumlah pengusaha di masing-masing negara.Tidak hanya itu, upaya menarik investasi dari Taiwan jugadilakukan secara besar-besaran. Seperti dilaporkan Kompas,Kepala BKPM Muhammad Lutfi membawa rombongan besarke Taiwan untuk promosi investasi Indonesia di negeri itu. Tidakkurang dari 70 orang rombongan yang dibawa, terdiri daripejabat BKPM Pusat Maupun BKPM Daerah seluruh Indonesia. Dana yang dikeluarkan untuk promosi itu pun tidaktanggung-tanggung, Rp 8 miliar.Diplomasi investasi yang dilakukan pemimpin Indonesia ini,ternyata juga gagal berikut dengan realisasi investasi asing yangjustru menurun drastis. Mengapa demikian? Dalam sebuahartikel yang dimuat Harian Kompas, Rabu (19/7), Banu Astonomenarik persoalan aliran PMA dari survei yang dilakukan BankDunia (WB) dan International Finance Corporation (IFC). Surveitersebut meletakkan daya saing investasi Indonesia pada urutanterakhir, yakni 115 dari 115 negara yang disurvei.Rendahnya daya saing Indonesia dalam menarik investasiasing, diukur dari berbagai faktor. Komponen-komponen yangdisurvei Bank Dunia dan IFC tersebut, di antaranya pengurusanekspor impor, izin usaha, penyelesaian perkara, biaya PHK,indeks transparansi kebijakan pemerintah, indeks intensitaskompetisi lokal, dan beban pajak.Indikator dari keseluruhan komponen ini menunjukkan iklimberinvestasi di Indonesia yang buruk. Para investor selalumengeluhkan pengurusan ekspor impor yang sangat lama.Pengurusan izin usaha oleh para investor juga sangat lama,berbelit-belit, dan mahal. Demikian juga penegakan hukum yangdinilai tidak konsisten dan cenderung merugikan investor. BiayaPemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang sangat tinggi, jugadianggap sebagai salah satu faktor yang memberatkan bagi parainvestor.Pemerintah sendiri sebenarnya secara formal telah berupayamerespon keluhan-keluhan para investor tersebut denganmelakukan restrukturisasi dan reorganisasi pada jalur birokrasiyang berkaitan dengan investasi. Pengurusan izin usaha,misalnya, diupayakan dipersingkat hingga cukup beberapa harisaja. Pengurusan ekspor impor juga telah dipermudahpemerintah dengan merestrukturisasi organisasi birokrasi diDirjen Bea dan Cukai Departemen Keuangan.Namun, semua upaya-upaya yang dilakukan pemerintahuntuk menarik investasi asing ke Indonesia itu, tidak menampakkan hasil yang memadai. Upaya terakhir yang dilakukanpemerintah adalah mengembangkan iklim investasi secaramenyeluruh dengan menerbitkan Inpres No. 3 Tahun 2006tentang Paket Kebijakan Iklim Investasi.Namun, penarikan investasi asing lagi-lagi gagal dilakukan.Permasalahan yang muncul kemudian adalah pelaksanaanInpres No. 3 Tahun 2006 yang gagal dituntaskan. Menurut StafKhusus Bidang Pengawasan Kebijakan Ekonomi MenteriKoordinator Perekonomian, Jannes Hutagalung, sepertidilaporkan Sinar Harapan, Rabu 13 Desember 2006, hinggaakhir tahun 2006, target tindakan untuk meningkatkan ikliminvestasi yang tertuang dalam Inpres No. 3 Tahun 2006 hanyatercapai 75% dari total 85 tindakan.“Ada beberapa hal (yang belum selesai). Tentu yang palingbesar yang belum bisa dikerjakan adalah mengenai revisi UUPerburuhan. Itu kan enggak bisa diselesaikan. Kemudian UUPerpajakan dan Penanaman Modal sedang ditangani DPR.Mudah-mudahan DPR bisa segera menyelesaikannya,” kataJannes Hutagalung.Di tingkat pelaksanaan, Inpres No. 3 Tahun 2006, juga gagaldiimplementasikan. Walau pun Inpres No. 3 Tahun 2006 telahditerbitkan pemerintah, perilaku aparatur negara di lapangan,P
                                
   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19