Page 19 - Majalah Berita Indonesia Edisi 29
P. 19
BERITAINDONESIA, 18 Januari 2007 19BERITA UTAMAmengabaikan keterpurukan sektor riil,juga diperkuat oleh semakin kondusifnyanilai tukar rupiah dan laju inflasi. Perbankan tetap mempertahankan sukubunga kredit yang tinggi, karena khawatirdengan tingkat inflasi yang sewaktuwaktu dapat meninggi. Namun hanyaalasan di balik inefisiensi perbankan itusendiri, sebab kekhawatiran itu, hampirtidak beralasan.Pemerintah, jauh sebelumnya sudahmemutuskan tidak menaikkan hargakomoditas publik, seperti BBM, listrik,atau telepon. Pertengahan Desember2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali menegaskan bahwatahun 2007, tarif listrik tidak akan dinaikkan. Jadi tidak ada alasan untukmencemaskan kenaikan laju inflasi.Juga kekhawatiran perbankan terhadapinstabilitas nilai tukar rupiah yang dapatmemengaruhi kinerja keuangan sektor rilldi satu sisi, dan tingkat kredit macet ataunon performing loan (NPL) di sisi lain,tidak beralasan. Kenyataannya, nilai tukarrupiah sudah stabil di kisaran Rp 9.000-Rp 9.300 per 1 dolar AS sejak awal 2006.Bankir Tidak ProfesionalMenurut Mulya Chandra, hingga November 2006, rasio pinjaman terhadapdana pihak ketiga (loan to deposit ratioLDR) sebesar 61%. Dari Rp 1.188 triliundana pihak ketiga (DPK) yang terkumpuldi perbankan, hanya Rp 727 triliun yangdisalurkan sebagai pinjaman ke sektor riil.Selebihnya, Rp 461 triliun menjadi danamenganggur.Sebagian dana ini disimpan di SertifikatBank Indonesia (SBI), dan berbagaiinvestasi non produktif lainnya. Menurutcatatan, seperti diberitakan MI (14/11),jumlah dana perbankan yang ditempatkan di BI dalam bentuk SBI mencapaiRp 205 triliun. Angka ini terbesar dalamtiga tahun terakhir.Besarnya dana perbankan yang disimpan di SBI, telah memicu perasaansinis di masyarakat. Para bankir dianggaptidak profesional dalam menjalankanbisnisnya, bahkan berbagai kalangan telahmelancarkan kecaman yang paling kerasseraya menuduh para bankir sesungguhnya tidak lebih dari para rentenirberdasi.Kemarahan masyarakat, memang cukup wajar. Bagaimana tidak, di tengahtengah menurunnya tingkat suku bungaacuan BI (BI Rate) hingga 250 poin danberhenti di 10,25%, dana perbankan diSBI, justru meningkat 10 kali lipat.Menurut catatan, dana perbankan di SBIyang tadinya hanya sebesar Rp 18,78triliun (Agustus), tiba-tiba melambungmenjadi Rp 205 triliun (November2006).Tajuk MI (13/11) menyorot SBI, menuding perbankan tidak profesional.“Perbankan harus segera memindahkandananya dari SBI. Dana dibiarkan menganggur, dan bank ongkang-ongkangsaja meraih bunga tanpa perlu giat bekerja,” tulis MI.Bank Indonesia mestinya menindakperilaku para bankir yang membiarkankinerja perekonomian nasional terusmelambat karena tidak bekerjanya sektorriil. Akibatnya, kemiskinan dan pengangguran merajalela karena hilangnyapekerjaan dan sumber pendapatan masyarakat. Karena bank tidak ingin bersusah payah menunggu pembayaranbunga kredit, dan ingin menghindar daririsiko kredit macet. MH, SHfoto: berindo wilson