Page 13 - Majalah Berita Indonesia Edisi 31
P. 13
BERITAINDONESIA, 15 Februari 2007 13V ISIBERITAKetahanan Panganadi bagi masyarakat pedesaan sangat identik dengankecukupan atau kemiskinan. Sebab kepemilikan padi menjadi ukuran ketahanan danstatus sebuah keluarga. Paradigmatersebut belum banyak berubah,meskipun proses modernisasi telahmengubah budaya agraris yang statismenjadi dinamis.Desa pun membangun ketahananpangan kolektif dengan konsep lumbung desa. Warga yang kaya tidakakan banyak protes bilamana sebagian besar isi lumbung desa digunakan untuk mengatasi kesulitanwarga miskin selama musim paceklik. Nilai-nilai gotong royong dansetia kawan menjembatani jurangkaya-miskin, sekaligus memeliharaketahanan pangan desa.Sebelum adanya intervensi mesin giling ke desa—keluargayang berkecukupan—mempekerjakan keluarga miskin untukmenumbuk padi jadi beras. Mereka diberi imbalan yang adil,bisa mencukupi kebutuhan pangan sekeluarga. Mekanismetradisional berfungsi di dalam pengentasan kemiskinan. Sebabmereka kukuh memegang nilai adat dan agama: “janganlahengkau berdiam diri jika melihat tetanggamu kelaparan.”Sekarang, upaya pengentasan kemiskinan berjalan mundur, sehingga jumlah keluarga miskin (KM) bukan berkurang, malah bertambah. Lumbung desa dan gudang Depo Logistik (Dolog) disetiap kecamatan dan desa sudah berguguran. Padahal berpuluhtahun mereka berfungsi sebagai benteng ketahanan pangan.Prasarana dan jaringan sosial-ekonomi warisan lama,terlantar dan terbongkar habis. Reformasi sosial, ekonomi,politik dan budaya merupakan buah pikiran urban yangmengabaikan peranan pedesaan sebagai pemasok kebutuhanorang kota. Era baru menafikan lumbung desa atau Dolog.Pemerintah tidak lagi memiliki politik perberasan nasional.Kebijakan yang dilakukannya sekarang lebih mengutamakankepentingan orang kota. Buktinya, begitu harga beras naik,pemerintah langsung merekomendasi impor beras, meskipunkebijakan itu melukai hati para petani. Kepentingan petanihanya difasilitasi ala kadarnya, misalnya dengan menetapkanharga dasar gabah kering panen Rp 2.000/kg. Padahal hargaberas mutu sedang melonjak sampai Rp 5.000/kg sebelumpara petani memanen padi mereka. Jika petani ingin hargaGKP lebih tinggi, para tengkulak dan pedagang beras tidakmau beli. Maka jangan terlalu berharap petani bergairahmeningkatkan produksi padi.Semaju apa pun negeri Jepang, pemerintahnya harusmenyubsidi para petani padi hingga 70%, karena rakyatJepang tidak bisa mengonsumsi beras impor, selain berasnyasendiri. Subsidi sebesar itu tentu sangat fantastis, tetapipemerintah Jepang harus membayar mahal untuk menjagastabilitas ketahanan pangan. Karena beras bagi masyarakatJepang merupakan kebutuhan yang paling fundamental.Siapa pun faham bahwa ketahanan pangan yang mengandalkan beras impor, sangatlah rapuh. Sebab bilamana terjadigejolak stok dan harga beras di pasar dunia, maka ekonominasional bisa goyah, bahkan runtuh. Fakta yang tak bisadipungkiri bahwa penduduk Indonesia mengonsumsi 30 jutaton beras setahun. Syukurlah pemerintah menyadari bahayamengandalkan ketahanan panganpada beras impor. Karena itu, pemerintah bertekad menambah produksi beras sampai 2 juta ton tahunini.Kemelut stok dan harga berashanya bisa diatasi dengan mengembalikan peran Bulog—membeli gabahpada musim panen dan menjualberas pada musim paceklik. Kembalikan fungsi Bulog sebagai badanpenyangga ketahanan pangan, bukansebagai Perusahaan Umum BadanLogistik yang hanya bisa mengimpor.Tadinya tugas Bulog, menjaga stabilitas stok dan harga beras, baik ditingkat pusat maupun di tingkatpetani dan konsumen. Hanya lantaran didikte IMF, tugas pokok Bulogdan Dolog dilucuti. Bulog tidak lagimembeli gabah dan beras petani. KUD dan Puskud punberguguran. Para petani kehilangan godfather (pelindung),takluk di telapak kaki tengkulak dan para pedagang gabah.Sekarang, selain melakukan pengadaan stok nasionaldengan beras impor, Bulog sudah ikut berdagang beras,karena harus melunasi pokok dan bunga pinjaman bank.Uang Bulog sendiri yang berjumlah ratusan miliar rupiahsudah dikuras oleh berbagai skandal korupsi. Nama besarBulog sebagai dewa penyelamat petani dan konsumen sudahterkubur.Karena 99% penduduk Indonesia mengonsumsi beras, makasetiap ada gejolak harga akan menggerus pendapatan kelompokberpenghasilan rendah, bagian terbesar rakyat Indonesia.Penelitian PBB dan Bank Dunia menyimpulkan, lantarannaiknya harga beras, jumlah KM membengkak jadi hampir 109juta jiwa. Departemen Sosial mengukuhkan angka kemiskinan16 juta KM, merujuk pada jumlah KM yang menerima programbantuan langsung tunai (BLT), tahun 2005-2006.Tahun 2007 ini, pemerintah mengubah mekanisme pengentasan kemiskinan dengan menyalurkan dan memberdayakan masyarakat di perkotaan dan pedesaan lewat pemerintahkecamatan. Dana yang akan disalurkan lewat program bantuanlangsung masyarakat (BLM), berjumlah Rp 4,43 triliun.Katakan saja pemerintah memberi bantuan tunai Rp100.000 per KM, maka diperlukan anggaran Rp 1,6 triliunsebulan atau Rp 19,2 triliun setahun. Jika bantuan tersebutdiberikan langsung tunai kepada KM, maka tak jauh bedanyadengan BLT, sama saja menyiram air di padang pasir. Uanghabis, tetapi jutaan KM tidak terentas.Pemerintah semestinya berhenti menebar pesona, karenadana sebesar itu bisa membiayai puluhan ribu proyek padatkarya yang mempekerjakan jutaan orang miskin di kota dandesa. Sejatinya KM bukannya mengharapkan belas kasih pemerintah, tetapi pekerjaan yang memberi mereka penghasilandan kepercayaan diri. Karenanya, biarkan mereka mengentaskemiskinan dengan keringat mereka sendiri.Mungkin perbaikan jalan atau jaringan irigasi belum begitumendesak, tetapi yang paling penting memberi pekerjaanpada KM. Dengan adanya perbaikan irigasi, sistem pengairanmembaik. Karena pengairan membaik, maka produksi padibisa meningkat. Hakikatnya, proyek padat karya yangbermanfaat ganda—mengentas kemiskinan sekaligusmeningkatkan ketahanan pangan. Pilustrasi: dendy