Page 13 - Majalah Berita Indonesia Edisi 33
P. 13
BERITAINDONESIA, 15 Maret 2007 13V ISIBERITAKrisis KonstitusiEIa tidak pernah melaksanakan Pemilu untuk membentukMPR dan DPR. Bung Karno, ketika memimpin kabinet 100menteri, mengangkat PM dan para Waperdam untukmembantunya menjalankan roda pemerintahan. Tetapi iatidak berupaya mengisi jabatan Wapres yang lowong karenaditinggalkan oleh Hatta yang mengundurkan diri. Makaterjadilah krisis konstitusi kelima, karena ia memerintahkanMPRS yang dibentuknya untuk mengangkat dirinya sebagaiPresiden seumur hidup.Belajar dari sejarah dan praktik Bung Karno yang jatuh darikekuasaan tahun 1966, Soeharto, kemudian dikukuhkan olehMPRS sebagai Presiden tahun 1967, menggelar Pemilu tahun1971. Pemilu berikutnya digelar setiap lima tahun, disusulsidang umum MPR untuk menerima pertanggungjawabanPresiden dan mengesahkan Garis-Garis Besar Haluan Negara(GBHN).Pak Harto membentengi UUD 1945 dengan ketetapan-ketetapan MPR, untuk melaksanakannya secara murni dan konsekuen. UUD 1945 masih dibentengi dengan Tap MPR NomorIV tahun 1983 tentang referendum. Dengan demikian, UUD 1945hanya bisa diubah melalui referendum, yaitu dengan menanyakan langsung kepada rakyat, apakah mereka setuju atau tidak.Namun Pak Harto tak mampu membendung krisiskonstitusi keenam yang memaksanya mengundurkan diri darijabatan Presiden, 21 Mei 1998. Pak Harto digantikan olehWakil Presiden Prof. B.J. Habibie yang ditolak dengan sengitoleh berbagai kelompok dan mahasiswa.Habibie sukses menyelenggarakan Pemilu yang demokratis,membentuk MPR yang menggelar amandemen pertamaterhadap UUD ’45. Namun krisis konstitusi ketujuh terjadikarena MPR menolak pertanggungjawaban Habibie, maka iaterjungkal dari pencalonan presiden oleh MPR hasil Pemiluyang digagasnya sendiri.Krisis konstitusi kedelapan terjadi ketika MPR menggelarsidang istimewa tahun 2001 untuk memecat Presiden KHAbdurahman Wahid lantaran mengeluarkan dekrit yangmembubarkan MPR, DPR dan Partai Golkar.Tahun lalu pernah muncul desakan agar Presiden SusiloBambang Yudhoyono mengeluarkan dekrit kembali ke UUD1945 yang asli setelah empat kali diamandemen. Satu hal yangharus diakui bahwa UUD ’45 hasil amandemen sangatmelekat dengan kesan tambal sulam. Presiden sendirimengeluhkan adanya tumpang tindih wewenang lembagalembaga negara yang menimbulkan konflik antar-lembagadan pemborosan keuangan negara.Kelompok yang berseberangan menganggap desakantersebut dan usulan agar MPR menggelar amandemen kelimasebagai agenda terselubung untuk meniadakan empat amandemen sebelumnya. Kita hanya berharap bahwa polemik danusulan amandemen kelima tidak sampai melahirkan krisiskonstitusi kesembilan. mpat kali amandemen UUD 1945 merupakan karyamonumental MPR, khususnya Dr. Amien Rais,doktor ilmu politik lulusan universitas terkemukadi Amerika. Amien memimpin MPR hasil Pemilu1999 untuk masa jabatan sampai 2004.Amien berhasil memimpin sidang-sidang umum dantahunan MPR dari 1999 sampai 2002 untuk menyelesaikanempat amandemen UUD 1945 yang saat ini memicukontroversi dan polemik. Sejumlah tokoh tua negeri ini,menolak amandemen yang mereka nilai membuat sistemketatanegaraan amburadul.Sedangkan Dewan Konstituante yang dihasilkan olehPemilu pertama tahun 1955, tidak berhasil menciptakankonstitusi baru setelah bersidang hampir lima tahun. Makaterjadilah krisis konstitusi yang mendorong PresidenSoekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959. Langkah tersebutdiambil Bung Karno atas dukungan dari partai-partai besardan TNI. Bung Karno membubarkan DK semudah membalikkan telapak tangan, dan menyatakan berlakunya kembaliUUD 1945 yang hanya disahkan oleh Panitia PersiapanKemerdekaan Indonesia (PPKI), 18 Agustus 1945.Bung Karno sendiri yang pernah memimpin PPKI,menyebut UUD 1945 sebagai “Undang-Undang Dasar kilat.”Ia pernah berjanji: “Nanti kalau kita telah bernegara di dalamsuasana yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkanMPR yang dapat membuat UUD yang lebih lengkap dan lebihsempurna.” Namun janji tersebut tidak pernah dipenuhi olehBung Karno.Sebenarnya, pada era Bung Karno krisis konstitusi terjadi berulangkali. Krisis pertama Oktober 1945, akibat lahirnya MaklumatWakil Presiden Nomor X tahun 1945 yang menunjuk KNIPmenjadi badan legistatif sebelum terbentuknya MPR dan DPR.Namun KNIP memanfaatkan posisinya untuk mengubahhaluan pemerintahan dari presidensil ke parlementer. Maka diangkatlah Sutan Sjahrir sebagai Perdana Menteri untuk memimpin pemerintahan. Preseden ini merupakan penyimpanganpertama terhadap UUD 1945. Maka terjadilah tumpang tindihkekuasaan antara Presiden, Wakil Presiden dan Perdana Menteri.Krisis konstitusi - kedua - boleh dibilang paling krusial. Daritahun 1949 sampai 1950, berlaku konstitusi RIS. Pada kurunwaktu tersebut, kedaulatan negara berada di tangan RepublikIndonesia Serikat. Sedangkan NKRI hanyalah salah satu negarabagian RIS, tetapi tetap memberlakukan UUD 1945.Untung RIS tidak berumur panjang, bubar setelah PBBmengakui kemerdekaan Indonesia, tahun 1950. Kedaulatandikembalikan kepada NKRI yang mampu bertahan berkatdukungan kuat dari rakyat dan TNI. Sedangkan negaranegara bagian lainnya, seperti Dewan Federal Borneo, NegaraMadura, Negara Jawa Barat, Negara Pasundan, NegaraSumatra Timur dan Negara Jawa Timur, membubarkan diridan bergabung ke dalam NKRI.Dari tahun 1950 sampai Pemilu 1955, terjadi krisiskonstitusi yang ketiga. NKRI memberlakukan UUD Sementara yang sangat liberal. Pemerintahan beralih ke sistemparlementer, dipimpin oleh Perdana Menteri yang ditunjukpartai-partai yang berkoalisi. Pemerintah jatuh bangun,sehingga dari tahun 1950 sampai keluarnya Dekrit 5 Juli 1959,pemerintahan silih berganti dipimpin oleh tujuh PM.Kegagalan DK menciptakan UUD baru pengganti UUDS,memicu krisis konstitusi keempat.Pasca dekrit, pemerintahan kembali ke sistem presidensil.Namun preseden tahun 1945, diulangi lagi oleh Bung Karno.ilustrasi: dendy