Page 13 - Majalah Berita Indonesia Edisi 34
P. 13
BERITAINDONESIA, 29 Maret 2007 13V ISIBERITAKemelut Berasagi masyarakat Indonesia, beras secara turuntemurun memiliki nilai psikologis, magis danbudaya. Jangan pisahkan orang Indonesia dengannasi atau beras. Sebab, dampaknya bisa meluasdan berkepanjangan.Jika tidak percaya, mari kita tengok sejenak prahara yangmenimpa hampir 200.000 jemaah haji Indonesia (Desember2006) ketika mereka tidak merasakan nasi selama tiga hariberturut-turut. Para jemaah yang sedang menunaikan ibadahwukuf di Arafah, tidak memperoleh pasokan nasi katering,lantaran adanya sabotase dan kelalaian pihak pemasok.Kejadian serupa terulang di Mina, ketika para jemaahmenunaikan ibadah lontar. Mereka mengamuk dan memperotes badan penyelenggara ibadah haji Indonesia.Kejadian itu membuat sibuk dan sulit Menteri AgamaMaftuh M. Basyuni. Dia harus memberi penjelasan ke manamana, karena yang protes bukan hanya jemaah haji, tetapijuga orang-orang yang tidak berkepentingan langsung.Basyuni harus menghadap ke DPR dan DPD, di situ diabahkan diminta mundur.Mereka sebenarnya bukan tidak makan sama sekali, tetapitetap merasa lapar karena tidak makan nasi. Hal seperti initidak hanya terjadi pada jemaah haji, tetapi pada siapa punyang sedang berada di negeri asing di mana nasi sulitdidapatkan. Meskipun makanan yang disantap kaya kandungan kalori, gizi dan protein, tetap saja merasa lapar,karena tidak makan nasi.Jadi hubungan psikologis, magis dan kultural, antara orang Indonesia dan nasi, memang tidak bisa dipisahkan olehmakanan apa pun. Memang ada kekecualian, tetapi hanyamenyangkut bagian sangat kecil dari 230 juta penduduk Indonesia yang mengonsumsi beras.Ini apa artinya? Artinya, pemerintah tidak boleh mainmain, karena beras merupakan kebutuhan pokok yang paling fundamental bagi masyarakat Indonesia. Pemerintahharus menetapkan kebijakan perberasan yang jelas, konsisten, solid dan berketahanan dalam jangka panjang.Negeri ini membutuhkan lebih kurang 30 juta ton beras setiaptahun. Angka ini bisa ditutup dengan produksi dalam negeri danimpor. Tahun 2007 ini, pemerintah merencanakan impor berassebanyak 2 juta ton untuk memenuhi stok nasional. Semulajumlah ini diharapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyonoditutup dengan tambahan produksi dalam negeri. Namun initidak mungkin, banyak sawah yang gagal panen karenakekeringan dan kebanjiran. Musim tanam tahun ini terlambat,sehingga panennya terlambat. Akibatnya, target produksi lebihkurang 58,4 juta ton gabah kering giling (GKG) tidak tercapai.Dalam sejarahnya, hanya sekali Indonesia tidak mengimporberas, yaitu tahun 1984, tatkala tercapai swasembada beras.Pemerintah dulu memang selalu mengimpor beras, tetapi hanyauntuk menutup stok Bulog. Beras impor tidak segera dilepas kepasar seperti sekarang, dilepas hanya untuk mengoreksi kenaikanharga. Atau Bulog akan membeli beras petani bilamana hargaberas merosot. Jadi fungsi Bulog hanya untuk menjaga stabilitasharga, bukan menjadi pedagang beras resmi seperti sekarang.Sudah berbulan-bulan, bahkan sejak tahun lalu, Indonesiamenghadapi kemelut beras—krisis stok, sehingga harganyaterus melonjak. Pemerintah harus terus mengimpor berasuntuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Tetapi pemerintah tidak bisa selamanya melakukan hal itu. Pemerintah takperlu ikut berdagang beras.Pemerintah mesti memiliki politik perberasan yang jelas,konsisten dan berketahanan. Kajian dan perhatian pemerintah menyangkut beras difokuskan pada keamanan ditingkat produksi, distribusi dan konsumsi. Artinya, produksiberas harus maksimal, distribusinya lancar dan tidak terjadigejolak harga di tingkat konsumen. Inilah kondisi idealperberasan nasional.Susah juga jika masalah beras terabaikan. Sedikit saja terjadikrisis atau kemelut, seluruh masyarakat akan berteriak. Jadisoal stok dan pasokan beras, tidak bisa semata-mata bergantungpada negara lain. Sebab, jika terjadi krisis beras internasional,Indonesia akan menjadi negara yang menderita, bahkan lebihmenderita dari negara produsen beras. Sebab, soal perut rakyat,apalagi dalam jumlah ratusan juta, tidak bisa main-main.Bisa saja urusan impor beras diserahkan kepada pihakswasta, percayakan saja sepenuhnya pada mekanisme pasar.Beras yang ada di tangan pemerintah atau Bulog, benar-benardisiapsiagakan untuk mengatasi rawan pangan. Dan pemerintah atau Bulog hanya membeli beras dari petani agar merekatidak dipermainkan oleh tengkulak atau juragan beras.Dulu, masyarakat Indonesia, menempatkan beras padaposisi yang sangat strategis, karena menjamin ketahananpangan keluarga dan seluruh warga desa. Masyarakat di setiapdesa mempunyai lumbung padi keluarga dan lumbung desa.Sebab saat itu, beras memiliki nilai magis dan budaya. Berasbukanlah komoditi komersial seperti sekarang.Dalam semangat seperti inilah, pemerintah perlu mempertahankan stok beras nasional, bisa disentralisasi ataudidesentralisasi pada daerah-daerah. Beras, di mata pemerintah, hendaknya tidak dijadikan komoditi dagangan, tetapisebagai stok pangan yang punya nilai strategis untukmenjamin ketahanan (pangan) bangsa.Paradigma selama ini yang menjadikan beras sebagaikomoditi komersial memang harus diubah. Karena denganperubahan paradigma, pemerintah bisa menetapkan suatukebijaksanaan dan langkah yang benar-benar menajam padakestabilan dan ketahanan pangan untuk menjaga stabilitasdan ketahanan bangsa.Hanya setelah ketahanan pangan tercapai, kita bisamemikirkan hal-hal lain, seperti meningkatkan produksi danmenghemat konsumsi beras. Kemudian menjajagi kemungkinan untuk memanfaatkan bahan pangan lain, sepertiumbia-umbian, sebagai suplemen beras. Dengan demikiankonsumsi beras bisa dihemat berlipat ganda.Pemerintah tidak perlu panik karena kekurangan stokberas. Sebab kepanikan pemerintah memberikan dampak psikologis pada pasar. Kondisi inilah yang dikehendaki oleh paraspekulan yang sekarang menguasai stok beras nasional. „Bilustrasi: dendy