Page 63 - Majalah Berita Indonesia Edisi 36
P. 63


                                    BERITAINDONESIA, 26 April 2007 63BERITA HUMANIORAPerdagangan Anak BelumSepenuhnya Terakomodasikanundang-undangan yang mengatur larangan perdaganganorang. Dalam pasal 297 KUHPmisalnya, telah diatur larangan perdagangan wanita dananak laki-laki yang belum dewasa. Selain itu, pasal 83 UUNomor 23 tahun 2002 tentangPerlindungan Anak (UUPA),juga menyebutkan laranganmemperdagangkan, menjual,atau menculik anak untuksendiri atau dijual.Namun peraturan-peraturan tersebut tidak merumuskanpengertian perdagangan orangsecara tegas. Bahkan pasal 297KUHP memberikan sanksiterlalu ringan dan tidak sepadan (hanya 6 tahun penjara,Red) bila melihat dampak yangdiderita korban akibat kejahatan perdagangan orang.Karena itu, sudah semestinya ada sebuah peraturankhusus tentang tindak pidanaperdagangan orang yangmampu menyediakan landasan hukum formil dan materiilsekaligus. UU itu harus mampu mengurai rumitnya jaringan perdagangan orang yangberlindung di balik kebijakanresmi negara. Misalnya penempatan tenaga kerja di dalam dan LN. Demikian jugapengiriman duta kebudayaan,perkawinan antarnegara, hingga pengangkatan anak.DPR pun menyadari masalah ini. Melalui Sidang paripurna DPR 28 Juli 2006, institusi legislatif sepakat mengajukan RUU PTPPO. Gayungbersambut. Presiden RI segeramenunjuk Menteri NegaraPemberdayaan Perempuandan Menteri Negara Hukumdan HAM sebagai wakil pemerintah dalam pembahasanRUU-PTPPO.DPR dan Pemerintah segeramenyepakati materi muatanRUU PTPPO yang terdiri atas9 bab dan 67 pasal. “Dengandisepakatinya RUU PTPPOini, bangsa Indonesia telahmemiliki produk hukum yangsangat penting dan komprehensif. Produk ini sebagai payung hukum bagi setiap upayapencegahan, pemberantasandan penanganan tindak pidanaperdagangan orang,” kataMenteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta.Isteri Sri-Edi Swasono inimenambahkan bahwa ini sekaligus membuktikan komitmen Indonesia untuk melaksanakan Protokol PBB 2000(Protokol Palermo) tentangpemberantasan tindak pidanaperdagangan orang yang bersifat transnasional dan terorganisasi.Sejumlah sanksi berat menambah “garang” UU PTPPO.Dibanding KUHP, ancamanancaman pidana yang dipersiapkan UU PTPPO jauh lebih“bertaji”. Sanksi pidana diatur3-25 tahun penjara dengandenda ratusan juta rupiah. Bahkan bila tindak pidana orang inisampai menyebabkan kematian korban, pelaku dapatdikenakan sanksi pidana penjara seumur hidup dan dendamaksimal Rp 5 miliar (pasal 7).Jika kejahatan ini melibatkanunsur penyelenggara negara,sanksinya akan lebih berat lagi.Selain sanksinya ditambahsepertiga, oknum yang bersangkutan juga dikenai sanksi pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak hormatdari jabatannya (pasal 8).Sementara perusahaan/korporasi yang terlibat akan dikenai sanksi hingga tiga kali lipat. Bahkan ada “bonus”sanksi tambahan berupa pencabutan bisnis usaha, perampasan kekayaan hasil tindakpidana, pemecatan pengurusdan pelarangan pengurus tersebut untuk mendirikan korporasi dalam usaha yang sama(pasal 15). “Sanksi yang berlapis dan berat ini, diharapkanbisa menimbulkan efek jera,“ujar Meutia.UU PTPPO juga itu jugamemberikan pengaturan khusus terhadap masalah tindakpidana perdagangan anak. Inidituangkan dalam bentukpemberian hukum yang lebihberat dengan menambah bobot sanksi sepertiga (pasal 17).Selain itu ada sejumlah perlindungan khusus bagi anakyang menjadi korban maupunsanksi“Ini untuk menjamin pelaksanaan peradilan pidana perdagangan orang tidak sampaimengganggu psikologis anak.Misalnya retraumatisasi danstigmatisasi,” ujar MenteriPemberdayaan Perempuanmenambahkan. „ SBRKaum perempuan menjadi“komoditas” terbesar dalam kasusperdagangan orang. Sedikitnya250 ribu orang perempuan diperdagangkan di kawasan Asia. Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3) pun menggebrakmaka lahirlah UU PTPPOSelama ini, JKP3 harus dicatatsebagai pendorong lahirnya kebijakan yang berpihak pada kepentingan perempuan dan anak. Sedikitnya lima kali rapat Panja telah mereka ikuti demi memonitor,melobi dan melakukan audiensidengan beberapa fraksi. ”Kamimenilai Panja (RUU PTPPO) inipaling akomodatif dan terbuka terhadap masukan. Ini menunjukkanpolitical will yang baik dari anggota panja,” ujar KoordinatorJKP3, Ratna Batara Munti.Meski demikian, JKP3 belumsepenuhnya puas dengan UUPTPPO. Antara lain, karena UUini belum seluruhnya mengakomodasi perdagangan anak. UUtersebut juga tidak memuat defenisi perdagangan anak karenasecara subtansif sangat berbedadengan perdagangan orang, kataRatna, seperti dikutip Indo Pos,Kamis (22/3).Satu-satunya definisi yang ada,menurut Ratna adalah tentangperdagangan orang. Yaitu tindakan perekrutan, pengangkutan,penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman, penggunaan kekerasan, penculikan,penyekapan, pemalsuan, danpenipuan. Termasuk penyalahgunaan kekuasaan atau posisi,penjeratan utang atau memberibayaran atau manfaat, sehinggamemperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendaliatas orang lain tersebut. Baikyang dilakukan dalam negaramaupun antarnegara untuk tujuaneksploitasi atau mengakibatkanorang tereksploitasi (pasal I angka1).Padahal berdasarkan ProtokolPalermo sebagai tambahan ataskonvensi PBB melawan kejahatan terorganisasi transnasionalyang ditandatangani Indonesiapada tanggal 24 September 2001,ada perbedaan definisi antaraperdagangan orang dan perdagangan anak. Dengan tidak dimasukkannya perbedaan tersebut, pemberantasan perdagangananak bisa tidak maksimal.Selain permasalah tersebut,UU belum memberikan perlindungan khusus kepada korbananak. Padahal, sesuai UU RINomor 23 tahun 2002 tentangPerlindungan Anak, pemerintahdan lembaga negara lainnyaberkewajiban dan bertanggungjawab memberikan perlindungankhusus kepada anak korbanperdagangan. Meskipun telahdicantumkan dalam pasal 38higga 40, pasal-pasal tersebutdirasa belum cukup mengakomodasi semua kebutuhan akanperlindungan khusus bagi korbananak.Catatan inilah yang membuatJKP3 meminta DPR memasukkan definisi perdagangan anakdalam Bab I Ketentuan UmumRUU PTPPO. “Pemerintah dengan melibatkan DPR dan masyarakat juga harus merumuskanPP atau Perpres yang mengaturperlindungan khusus korbananak secara spesifik,” tegasRatna. „ SBRUU PTPPO belum seluruhnya mengakomodasi perdagangan anak.
                                
   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67