Page 47 - Majalah Berita Indonesia Edisi 37
P. 47


                                    BERITAINDONESIA, 10 Mei 2007 47LINTAS MEDIAMisteri Ongen Dalam Kasus MunirAda bukti baru tentang“pembunuhan” aktivis HAM,Munir. Dua tersangka barujuga ditetapkan kepolisian,namun keterlibatanPollycarpus masih terbuka.asus Munir, kongkalikong dipelabuhan, kerugian PT Jamsostek akibat jatuhnya sahamPGAS tahun 2006, kiprahbisnis Chairul Tanjung, serta perebutanpetinggi perusahan ternama, menjadifokus liputan lima majalah terbitan ibukota, pekan terakhir April.Kasus terbunuhnya Munir diangkatMajalah Tempo (16-22/4) sebagai laporansampul. Hasil pemeriksaan laboratoriumforensik atas sampel toksin dari CCLTequika di Seattle AS menyatakan, bahwaarsenik di tubuh aktivis pembela HAM ituadalah jenis S-3 yang bereaksi 30 menithingga 1,5 jam setelah masuk tubuh manusia. Dengan hasil itu, keyakinan sebelumnyabahwa Munir diracun di atas pesawat dalampenerbangan Jakarta–Singapura terpatahkan. Tapi ketika transit di Singapura.Pernyataan seorang saksi dalam BAPsebelumnya, pada saat transit di BandaraChangi Singapura, Munir berdiri dengandua pria, seorang berkaca mata dansatunya lagi berambut gondrong. Belakangan diketahui, kedua pria itu, Pollycarpus dan Ongen Latuihamalo, penyanyiasal Maluku. Menurut saksi tersebut,ketiganya hanya mengobrol, tidak makanatau minum. Dan setelah transit, yangberkaca mata tidak ikut penerbangan keAmsterdam, tapi pria gondrong ikut.Mantan Dirut Garuda Indra Setiawandan mantan Pejabat Pendukung Operasional Penerbangan Garuda, RohainilAini, telah ditetapkan polisi sebagaitersangka baru. Namun demikian, tulisTempo, polisi tampaknya tetap menganggap adanya keterlibatan Pollycarpus dalam pembunuhan Munir. Sedangkanmengenai perubahan lokasi pembunuhan,polisi kini memiliki bukti baru. Sayangnya, Ongen sebagai saksi kunci, tidakdiketahui rimbanya.Sedangkan Gatra (12-18/4) memfokuskan liputannya tentang kongkalikong di pelabuhan yang melibatkan ekspor-importir,broker, terutama pihak Bea Cukai. Menurutpengakuan sejumlah broker kepada Gatra,penjualan barang selundupan yang disitapihak Bea Cukai, hampir saban hari terjadidi pelabuhan. Barang ilegal dibikinkandokumen bodong-nya agar bisa keluarpelabuhan, tentu setelah main mata denganoknum Bea Cukai.Barang-barang selundupan yang mencolok, seperti mobil mewah dan motorgede, juga kerap ditukangi dokumennyaagar bisa keluar dari pelabuhan sepertimembuat dokumennya menjadi dokumenmebel, peralatan rumah tangga, bahkan sajadah. Sementara untuk barang-barang impor elektronik, terutama ponsel, biasanyadilakukan dengan cara “agak halus” yaknimenurunkan harganya di dokumen secaramencolok. Tujuannya, menekan pajak.Akal-akalan lain, menurut Gatra, menekan pajak impor lewat main mata oknum Bea Cukai dan pengurus jasa kepabeanan guna merundingkan nilai beamasuk yang harus dibayar. Biasanya, bearesmi diturunkan sampai 12% dan dibagirata di antara mereka. Dan akal-akalanyang lebih ekstrim, mengeluarkan barangimpor tanpa dikenai pajak sama sekali.Caranya, importir sengaja dibiarkan tidakmembuat pemberitahuan impor barang.Biasanya, barang dikeluarkan malam hari.Selain itu, ada juga modus mengeluarkanbarang yang masih disegel dengan menurunkannya di tengah jalan.Obsesi pengusaha papan atas, ChairulTanjung dalam kiprah bisnisnya menjadilaporan sampul Majalah Investor (12-26/4). Debut baru CT–panggilan akrabnya—di percaturan bisnis di tanah air, justrudimulai di tengah krisis moneter dan krisisekonomi tahun 1998. Dan yang lebihmenakjubkan, bisnisnya mencuat darisektor perbankan ketika bisnis perbankansedang hancur-hancurnya. Lompatanbisnis CT bermula dari pengambilalihanBank Mega, tahun 1996.Di tangan CT, Bank Mega yang semulahanya bank kecil, disulap menjadi penopang Para Group—kelompok usaha miliknya. Tahun 2006, majalah Forbesmenempatkan CT di urutan 18 pengusahaterkaya di Indonesia dengan perkiraankekayaan mencapai US$ 310 juta. Kini, CTdisebut-sebut sebagai ‘The Rising Star’dalam peta konglomerat di dalam negeri.Visi Indonesia 2030 yang dilontarkanCT, disambut positif banyak orang, walautak sedikit juga yang menilai terlalu mulukdan kurang realistis. Tapi Presiden SusiloBambang Yudhoyono sendiri melihat ideitu sebagai cita-cita yang baik, bahkanmenyambutnya sebagai visi nasional.Majalah Trust (16-22/4) mengangkat laporan sampul tentang kerugian PT Jamsostek akibat turunnya saham Perusahaan GasNegara (PGAS) di Bursa Efek Jakarta selamatahun 2006. Jamsostek membeli sahamPGAS dalam jumlah cukup besar, sehinggamerugi Rp 441,85 per saham, karena membeli dengan harga Rp 11.790,96 per sahamdan menjualnya kembali Rp 11.349,11 per saham. Jamsostek memborong 43,0 juta saham dan menjual 11,07 juta saham. MenurutTrust, cut loss ala Jamsostek itu sebenarnyatidak berdiri sendiri. Jamsostek hanyalahsalah satu bagian dari cerita tentang divestasi saham PGAS di akhir tahun 2006.Sedangkan Majalah SWA (12-25/4)kembali menyoroti perebutan dan atauperpindahan orang-orang di jajaran petinggiperusahaan-perusahaan terkemuka. Menurut SWA, di jajaran petinggi (C-level) perusahaan-perusahaan terkemuka kini adafenomena 4L: Lu Lagi, Lu Lagi. Artinya,orangnya itu-itu juga, yang berganti hanyaperusahaan dan posisinya. Ketatnya persaingan bisnis, tuntutan bagi pertumbuhanperusahaan dan dinamika perubahanlanskap bisnis, membuat perusahaan harusmencari eksekutif puncak yang andal.Tulis SWA, bukan hanya orang berpengalaman dan berwawasan luas, tetapijuga bertangan dingin. „ MS, SHK
                                
   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51