Page 12 - Majalah Berita Indonesia Edisi 40
P. 12
12 BERITAINDONESIA, 21 Juni 2007BERITA TERDEPANRapat yang TertundaKetidakhadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono padarapat paripurna (5/6) untuk menjelaskan persetujuanpemerintah atas Resolusi Dewan Keamanan PerserikatanBangsa-Bangsa Nomor 1747 tentang Perluasan Sanksibagi Iran, membuat hubungan antara pemerintah denganDPR semakin panas.Presiden yang diundang datangjustru mengirim para menteriuntuk mewakilinya. PadahalPresiden sedang ada di Jakartadan memberi waktunya menerima kunjungan Presiden Timor Leste RamosHorta. Untuk mewakilinya, Presidenmengutus Menteri Koordinator (Menko)Bidang Politik Hukum dan KeamananWidodo AS, Menko Kesejahteraan RakyatAburizal Bakrie, Menteri SekretarisNegara Hatta Rajasa, Menteri Luar NegeriHassan Wirajuda, Menteri PertahananJuwono Sudarsono, Menteri Hukum danHak Asasi Manusia Andi Mattalatta,Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, sertaKepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar. Para menteri ini kemudian disuruhpulang tanpa sempat memberikan jawaban.Dalam rapat paripurna ini, para anggota DPR rencananya ingin menanyakandan mendengar secara langsung jawabanPresiden tentang keputusan pemerintahmenyetujui resolusi nomor 1747 yang memerintahkan Iran untuk menghentikanselama 60 hari proyek nuklirnya, sambilmengizinkan tim internasional (IAEA)melakukan verifikasi. Dua alasan pokokdikemukakan mengapa penting untukmempertanyakan sikap Indonesia tersebut. Pertama, dipilihnya Indonesiamenjadi anggota DK PBB yang beranggotakan 15 negara, adalah representasinegara-negara berpenduduk muslim didunia. Karena itu mendukung resolusiberarti dianggap tidak menunjukkansolidaritas kepada Iran sebagai sebuah negara Islam. Sebab sebelum resolusi keluar,Indonesia pernah menyatakan dukunganpada proyek nuklir Iran untuk tujuandamai. Alasan kedua, Indonesia dianggapsudah keluar dari pakem politik luarnegeri yang bebas dan aktif. Karena itu,interpelasi benar-benar harus dilakukandan itu terlihat dari jumlah 280 anggotaDPR yang mengusulkan. Atau, terdapathingga tujuh fraksi setuju (FPG, FPDIP,FPPP, FPAN, FKB, FPKS dan FBPD), duayang menolak (FPD dan FPDS), dan satuabstain (FPBR).Dengan ketidakhadiran Presiden ini, sebagian anggota Dewan Perwakilan Rakyatkontan melakukan interupsi selama rapatyang berlangsung kurang dari lima jamitu. Anggota DPR yang meminta Presidenhadir memiliki segudang alasan. Merekamenilai DPR dan pemerintah beradadalam posisi sejajar. Selain itu, Presidenperlu hadir karena menteri telah menjelaskan materi interpelasi itu pada rapatkomisi. Penjelasan itu tak bisa diterima.Presiden di negara maju pun seringmemberi penjelasan di depan parlemen.Oleh sebab itu, ketidakhadiran Presidenadalah bentuk pelecehan kepada DPRkarena interpelasi itu ditempuh denganproses yang panjang.Sementara mereka yang memahami ketidakhadiran Presiden berlindung padaTata Tertib DPR Pasal 174 Ayat 4 yang menyebutkan keterangan dan jawaban Presiden bisa diwakilkan kepada menteri.Mereka juga mengacu pada preseden sebelumnya, yaitu interpelasi kasus SipadanLigitan pada era Presiden Megawati Soekarnoputri yang dihadiri Menko Polkam.Interpelasi soal busung lapar juga cukupdijelaskan oleh Menko Kesra. Menyangkut Tata Tertib DPR, mereka yang meminta Presiden datang memiliki penafsiranlain. Keterangan pertama harus disampaikan Presiden. Jika muncul pertanyaan,barulah Presiden dapat mewakilkannya.Perbedaan pendapat ini diakhiri dengankesepakatan agar rapat ditunda.Soal rapat yang tertunda itu, Presidenmenganggapnya hal yang biasa dalamhidup berdemokrasi. Ia juga mengingatkan bahwa tugas dan kewajiban pemerintah dan DPR adalah mencari jalanterbaik bagaimana meningkatkan kesejahteraan rakyat. Politik luar negeripenting, tetapi agenda dalam negeri,seperti peningkatan kesejahteraan rakyat,juga tidak kalah penting.Pandangan Presiden ini juga senadadengan seruan beberapa pihak agar DPRlebih baik mengurusi interpelasi soallumpur Lapindo Brantas di Porong,Sidoarjo yang jelas-jelas menyengsarakanrakyat. Atau perjanjian ekstradisi denganSingapura yang dinilai lebih menguntungkan Singapura. “Soal Iran rasanya terlalujauh untuk diiterpelasi. Cukup DPRmenyatakan sikap dan kritik. Yang lebihserius, kalau DPR mau adalah soal agreement dengan Singapura dan tragedilumpur Sidoarjo. Yang terakhir ini jelasjelas di depan mata dan langsung dirasakan oleh rakyat,” jelas KomaruddinHidayat, pemikir Islam yang kini menjabat Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)Syarif Hidayatullah, Jakarta kepadaBerita Indonesia beberapa waktu lalu.Terlepas dari berbagai pro dan kontra, interpelasi soal Iran ini dan rapat paripurnayang tertunda jelas mencuri waktu DPRdan pemerintah yang lebih baik digunakan mengurusi kehidupan rakyatyang semakin sulit. MLP, HTilustrasi: dendy