Page 64 - Majalah Berita Indonesia Edisi 40
P. 64
64 BERITAINDONESIA, 21 Juni 2007BERITA HUMANIORARokok tercatat sebagai‘pembunuh’ nomor dua didunia. Ironisnya, kenyataanini tidak membuat paraperokok berhentimenghisap rokok.okok telah menjadi hal biasadalam kehidupan sehari-haripenduduk negeri ini. Meskipun secara norma masyarakatada batasan umur untuk merokok, namunmerokok tidak memandang umur dan status. Laki-laki-perempuan, anak sekolah,guru, jenderal, menteri, atlet hinggapelatih olahraga, siapa saja bisa menghisap rokok. Selain itu, rakyat Indonesiajuga mempunyai kebiasaan merokok disembarang tempat. Di sekolah, rumahmakan, mal dan berbagai tempat umumtak ada area yang bebas asap rokok. Halini membuat semakin banyaknya jumlah‘korban’ yang menjadi perokok pasif diIndonesia. Dengan kata lain, nikotinsudah menjadi sahabat bagi penduduknegeri ini.Dari total populasi pria Indonesia, 69persen diantaranya merokok. Presentasetersebut paling tinggi jika dibandingkandengan beberapa negara di Asia, sepertiCina (53,4 persen) dan Thailand (29,4persen). Para perokok di Tanah Air,berdasarkan sebuah penelitian lain, dapatmenghabiskan 11 batang lebih rokoksetiap hari. Berdasarkan Survei KesehatanNasional (Susenas) tahun 1995, sekitar 6juta jiwa penduduk Indonesia terkenapenyakit kronis akibat merokok, mulaidari jantung, paru-paru, kanker, impotensi dan gangguan kehamilan. Sekarang pun sudah terdeteksi banyak anakmuda terkena penyakit paru-paru.Bukan hanya Indonesia yang memilikimasalah dengan rokok. Masyarakat duniajuga diliputi masalah yang sama. Menurutsebuah survei, setiap delapan menit adasatu orang meninggal akibat merokokatau 180 orang meninggal dalam satu hari.Jika dihitung per tahun, jumlah orangyang “terbunuh” oleh benda berasap itumencapai 65.700 orang. Untuk perokokpasif, menurut data Organisasi KesehatanDunia (WHO), tiap tahun sekitar 700 jutaanak-anak di dunia terkena asap rokok(perokok pasif). Anak-anak rentan terhadap asap rokok karena mereka menghirupudara lebih sering daripada orang dewasa.Organ anak-anak masih lemah dan rentanterhadap gangguan sehingga apabilaterkena dampak buruk maka perkembangan organnya pun tidak sesuai dengansemestinya.Pada tanggal 31 Mei 2007, seluruh dunia memperingati Hari Tanpa Tembakau.Peringatan yang bertemakan Smoke-FreeRMenabur AsapMenuai MautEnvironment atau Lingkungan BebasAsap Rokok tersebut menjadi tanda ungkapan penghuni bumi ini yang merindukan dunia yang bebas tembakau karenaasap rokok tercatat sebagai ‘pembunuh’nomor dua di dunia. Ironisnya, kenyataanini tidak membuat para perokok berhentimenghisap rokok. Perokok seringkalitetap terlihat asyik dengan diri merekasendiri, menikmati kepulan asapnya.Kendati ancaman kematian akibatrokok sangat tinggi, konsumsi tembakaudi Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS),proporsi konsumsi tembakau terhadaptotal pengeluaran konsumsi makananterus naik, yakni dari 8% pada 1996menjadi 13,6% tahun 2003. Begitu dahsyatnya dampak yang ditimbulkan rokok,kampanye untuk tidak merokok di sembarang tempat bergaung di berbagainegara, termasuk Indonesia. Untuk menekan konsumsi tembakau, pemerintahterus menaikkan harga jual eceran (HJE)rokok, tetapi kebijakan itu tak banyakmembawa hasil karena industri rokoktelah menyumbang triliunan rupiah ke kasnegara, selain menyerap banyak tenagakerja. Pada 2005, pemerintah bahkanberani memasang target penerimaancukai di atas Rp 30 triliun dan pada 2007dinaikkan lagi menjadi Rp 42 triliun.Industri rokok bak di persimpanganjalan. Kalau dilarang, daftar pengangguran akan makin panjang. Padahal saatini terdapat 11 juta rakyat yang masihmenganggur. Namun kalau dibiarkan,Indonesia akan kehilangan generasi mudayang sehat, cerdas dan produktif yangberpotensi memajukan negara. SikapLarangan merokok di tempat umum masih belum tegas dilaksanakan.