Page 16 - Majalah Berita Indonesia Edisi 50
P. 16
1616 BBERITA ERITAIINDONESIA NDONESIA, , 22 November 2007 22 November 2007BERITA UTAMAPendaftaran Hak Atas Kekayaan IntelektualCara Aman Menjaga Perlindungan terhadap berbagai Hak atasKekayaan Intelektual (HaKI) bangsa Indonesia sangat diperlukan agar tak satupundicaplok oleh negara lain. HaKI itu adalahcermin jati diri dan budaya bangsa.pembajak seolah-olah merasatak bersalah dengan mengakusebagai pemilik yang sah, samapersis sebagaimana ketikaanak bangsa ini membajaki kekayaan intelektual hasil karyawarga negara lain.Sayangnya, dengan TRIP’Skekayaan intelektual yang sudah dianggap sebagai milikpublik atau komunitas masyarakat, semacam lagu-lagu rakyat, rempah-rempah hasil kekayaan alam, angklung, senibudaya dan berbagai warisanleluhur Indonesia, menjaditidak ada artinya sama sekalisebab dapat saja dengan mudah ‘direbut’ oleh perusahaanasing hanya karena telah berbeda dalam proses dan produknya.Maka itu janganlah merasaheran apabila negara tetanggasekelas Malaysia bisa mengakusebagai pemilik hak cipta RasaSayange. Padahal lagu yangselama ini selalu diembelembeli status no name, sebabsudah tak diketahui siapa penciptanya, sudah puluhan tahundikenal sebagai lagu rakyatasal pulau Maluku. Dari tanahBetawi lagu Si Jali-Jali disebutpula sebagai milik Langkawi,masih dari Malaysia. Alat musik angklung yang khas tanahPasundan juga diklaim sebagaialau dilihat secarahistoris, undangundang mengenaiHaKI pertama kaliada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten padatahun 1470. Caxton, Galileodan Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yangmuncul dalam kurun waktutersebut dan mempunyai hakmonopoli atas penemuan mereka. Hukum-hukum tentangpaten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris dijaman TUDOR tahun 1500-andan kemudian lahir hukummengenai paten pertama diInggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun1791.Upaya harmonisasi dalambidang HaKI pertama kaliterjadi tahun 1883 denganlahirnya Paris Conventionuntuk masalah paten, merekdagang dan desain. KemudianBerne Convention 1886 untukmasalah copyright atau hakcipta. Tujuan dari konvensikonvensi tersebut antara lainstandarisasi, pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi, perlindungan minimum dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itukemudian membentuk biroadministratif bernama theUnited International Bureaufor the Protection of Intellectual Property yang kemudiandikenal dengan nama WorldIntellectual Property Organisation (WIPO). WIPO kemudian menjadi badan administratif khusus di bawah PBByang menangani masalahHaKI anggota PBB.Pada kesempatan yang berlainan diselenggarakan perundingan di Uruguay (UruguayRound) disponsori oleh Amerika yang membahas tarif danperdagangan dunia yang kemudian melahirkan kesepakatan mengenai tarif dan perdagangan GATT (1994) dankemudian melahirkan WorldTrade Organisation (WTO).Kemudian terjadi kesepakatan antara WIPO dan WTOdimana WTO mengadopsi peraturan mengenai HaKI dariWIPO yang kemudian dikaitkan dengan masalah perdagangan dan tarif dalam perjanjian Trade Related Aspectsof Intellectual Property Rights(TRIPs) untuk diterapkan pada anggotanya. Indonesia sebagai anggota WTO telah meratifikasi perjanjian tersebuttahun 1995.Jika dilihat dari latar belakang historis mengenai HaKIterlihat bahwa di negara Barat(maju), penghargaan atas kekayaan intelektual atau apapun hasil olah pikir individusudah sangat lama diterapkandalam budaya mereka yang kemudian diterjemahkan dalamperundang-undangan. Sedangkan di Indonesia, masalahHaKI masih menimbulkanpolemik yang berkepanjangan.Banyak warisan luhur kebudayaan nenek moyang, yangsejatinya juga merupakan kekayaan intelektual anak kaumnegeri ini, demikian pula dengan kekayaan keanekaragaman hayati alamnya, sudahterlebih dahulu “dibajak” olehnegara-negara lain. Keduajenis kekayaan bangsa tersebutsungguh tak ternilai harganya.Tetapi negara asing sebagaiK