Page 54 - Majalah Berita Indonesia Edisi 50
P. 54
54 BERITAINDONESIA, 22 November 2007BERITA DAERAHHutan Lindungatau Kepentingan LainPemagaran batas hutan lindung oleh Pemkot Tarakan dilahan milik masyarakat dipertanyakan. Apakah murniuntuk hutan lindung atau ada kepentingan lain.eski sudah ada UndangUndang yang mengaturmasalah hutan lindung,Pemerintah Kota Tarakan,Provinsi Kalimantan Timur, terkesanbersikukuh membangun pagar batashutan lindung di atas lahan penduduk. Disisi lain, Walikota Tarakan mengeluarkanijin untuk tambang batu bara di kawasanhutan lindung tersebut.Penetapan kawasan hutan lindungTarakan sesungguhnya sudah ada sejakpuluhan tahun lampau. Hal itu diaturdalam Surat Keputusan Menteri PertanianRI – No 175/Kpts/UM/3/1979 tanggal 15Maret 1979. Surat yang ditandatanganiMenteri Pertanian RI Prof Ir SoedarsonoHadisapoetro itu menetapkan lahanseluas 2.400 hektare sebagai kawasanhutan lindung, yang diberi nama “HutanLindung Pulau Tarakan”.Seiring dengan perjalanan waktu, PulauTarakan yang dulunya hanya sebuah kecamatan, bagian dari Kabupaten Bulungan, berkembang pesat. Terlebih setelahpulau yang memiliki luas kurang lebih241,5 Km2 itu sejak tahun 1997 ditingkatkan statusnya menjadi kota. Jika jumlahpenduduk di tahun 1996 hanya 108.790jiwa, kini meningkat drastis menjadihampir 200.000 jiwa.Pertambahan penduduk ini jelas membutuhkan ruang untuk tempat pemukiman, lahan kebun, dan usaha yang berakibatmengancam keberadaan hutan lindung.“Mengapa setelah bertahun-tahun kamimenguasai lahan, Pemerintah mengadakan larangan,” keluh Markilan yang tinggal di Kampung Bugis Kelurahan KarangAnyar – Tarakan Barat, kepada Berita Indonesia.Tokoh masyarakat yang memiliki puluhan hektar kebun di Sesanip KampungSatu dalam wilayah hutan lindung jugamerasa curiga terhadap kebijakan PemkotTarakan. Karena Walikota memberikankuasa pertambangan eksplorasi batu baraseluas 1.830 Ha di kawasan hutan lindungkepada PT Kayan Putra Utama Coal(KPUC) Tarakan dengan No.1/0174.b/D.LH-SDA.4 tanggal 20 Pebruari 2007lalu.Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM ) Khalima Tarakan, Effendi Djuprianto, mempertanyakan kebijakanWalikota Tarakan itu. Menurutnya, dalamUndang-undang RI Nomor 41 Tahun 1999tentang Kehutanan pasal 1 ayat 2 disebutkan, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisisumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuanalam lingkungannya, yang satu denganlainnya tidak dapat dipisahkan.“Apa yang dimaksud dengan hutan itu,cukup jelas,” kata Effendi. Jika lokasitambang batu bara itu berada dalamhutan lindung, hutannya harus dilindungi.Untuk penetapan dan penataan “hutanlindung” merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. “Pemerintah Provinsi danPemerintah Kabupaten/ Kota, tidakpunya kewenangan sesuai PP Nomor 38Tahun 2007 tentang kehutanan,” katamantan Ketua Kadinda Kota Tarakan ini.Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Tarakan, Ir Budi Setiawan yangdikonfirmasi Berita Indonesia menyatakan, langkah Pemkot Tarakan yang memagar batas hutan lindung dan memberikuasa eksplorasi tambang batu barakepada pengusaha kayu dan industri kayuPT Idec Wood Industries Tarakan itu tidakmenyalahi aturan yang ada.Menurut Budi, sesuai Undang-UndangNo. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan,luas hutan lindung di Tarakan harus ada30 persen, sementara yang ada baru 2.400Ha. Itu sebabnya, mengapa kemudianPemkot Tarakan, lewat SK Walikota No.49Tahun 2002 menambah luasnya menjadi6.175 Ha. Kemudian, melalui PerdaNomor 3 tahun 2006 ditambah lagimenjadi 6.860 Ha. “Hutan lindung iniharus kita pertahankan dengan caramemagar. Ini yang sedang kita lakukansekarang,” katanya.Padahal, di atas lahan yang diklaimPemkot Tarakan sebagai ‘hutan lindung’terdapat ratusan bangunan rumah penduduk dan kebun. Bahkan ada lahan yangtelah memiliki kekuatan hukum berupaSertifikat Hak Milik.Anggota Komisi I DPRD Kota Tarakan,H Jusuf Ramlan, SH yang dihubungiBerita Indonesia mengatakan, pihaknyasedang meneliti dan mempelajari kasusini. “Termasuk pemberian kuasa eksplorasi tambang batu bara oleh Walikotadi dalam hutan lindung,” ujarnya.Para wakil rakyat Kota Tarakan belakangan ini bersitegang. Sebagian menolak dan selebihnya menyetujui langkahyang dilakukan Walikota Tarakan. Namun menurut Yusuf Ramlan, kegiatanyang dilakukan PT Kayan Putra UtamaCoal Tarakan belum dicek. “Jika operasionalnya di kawasan hutan lindungyang ditetapkan sesuai SK Walikota danPerda, kita revisi saja SK dan Perdanya,”katanya.Bagaimana jika kegiatan tersebut berdampak pada lingkungan ? “Jangan dikasiijinnya. Harus ada AMDAL ( AnalisaMengenai Dampak Atas Lingkungan) nyadulu sebelum ada kegiatan,” tegas anggotaDPRD dari Fraksi Patriot ini. SLP, SPMDemo masyarakat di halaman DPRD Tarakan menuntut perlindungan alam.