Page 16 - Majalah Berita Indonesia Edisi 59
P. 16


                                    16 BERITAINDONESIA, 29 Agustus 2008formasi itu berlangsung tanpa jiwa, tanpa roh. Perubahan politikberlangsung tidak sebagai suatu pembaruan atau transformasi,melainkan sekadar suatu perubahan, sesuatu yang didorong hanya oleh intuisi politik bahwa yang lama, yang menjemukan danmenjenuhkan, sudah usang dan tua, sudah harus dikuburkan,diganti dengan yang baru. Tetapi, yang baru itu tak punya jiwa,hanya punya raga. Pengalaman sepuluh tahun menjalankan reformasi kelihatannya praktik politik belum punya jiwa dan roh.Itu sebabnya yang namanya reformasi atau pembaruan belumpernah terjadi.Menurut RP Borrong, Pemilu 2009 merupakan kesempatandan momentum bagi parpol untuk benar-benar melakukanreformasi politik, yang nanti dibuktikan dalam periode 2009-2014, sehingga apa yang sudah mulai samar-samar, palingkurang dalam pekerjaan KPK, dapat semakin digulirkan. Dengandemikian, menurutnya, periode pasca-Pemilu 2009 akanmenjadi kesempatan lahirnya parpol yang dipercaya olehmasyarakat dan lahirnya politisi-politisi yang menjalankan etikapolitik dalam mengayomi rakyat sesuai tujuan politik itu sendiri.Borrong berharap, periode di depan merupakan kesempatanberharga bagi parpol untuk membangun suatu suprastrukturyang akan memulihkan kepercayaan rakyat, sehingga pada gilirannya akan memulihkan harkat dan martabat bangsa.Menurut Borrong, kepercayaan rakyat dan harkat-martabatbangsa, merupakan harga mati yang harus dibayar para politisikalau ingin bangsa ini masih eksis dan hadir dalam arak-arakanbangsa-bangsa mengarungi abad 21 ini. Ditegaskannya, kepercayaan rakyat dan harkat-martabat hanya bisa dipulihkan kalaupartai politik dan para politisi, termasuk mereka yang akan terpilih menjadi penguasa, benar-benar menjalankan praktik politik dengan berpedoman pada nilai-nilai dan norma-norma etika,yaitu menegakkan keadilan dan memberlakukan hukum.Sementara itu pengamat politik Eep Saefulloh Fatah dalamdiskusi yang dihadiri para akademisi, aktivis parpol dan penggiatdemokrasi di Graha Kompas Gramedia, Bandung, Selasa (5/8/2008) malam mengatakan demokrasi di Indonesia belummenjadi berkah bagi kemajuan kehidupan rakyat, bahkan justrumenambah beban rakyat. Hal itu, menurut Eep, bukan dikarenakan sistem yang salah, melainkan manajemen demokrasi yangBERITA UTAMAtidak baik.“Selama sepuluh tahun reformasi, demokrasi berjalan tanpamanajemen yang baik. Akibat yang timbul antara lain ialah biayademokrasi yang mahal dan ketidakmampuan demokrasimemenuhi hak rakyat,” ujar Eep. Dalam setahun, kata Eep, rakyat bisa mengikuti hampir sebelas kali coblosan pemilu, yaknimulai dari pemilihan kepala desa, camat, bupati, gubernur,legislatif tingkat satu dan dua, lalu DPD dan Presiden. MenurutEep, rakyat telah jenuh dan letih menghadapi proses demokrasiyang berlarut-larut, sementara mereka tidak merasakan dampakpositif dari penyelenggaraan itu.Sehubungan dengan itu, pengamat politik Anies Baswedan,secara terpisah di Jakarta, Rabu (6/8/2008) mengingatkan,periode 2009-2014 menjadi salah satu periode yang sangat menentukan arah demokratisasi di Indonesia. Menurutnya, bila Pemilu 2009 berhasil membentuk pemerintah dan wakil rakyatyang bisa menyejahterakan rakyatnya, demokrasi di Indonesiaakan lempang. Tetapi bila tidak, Anies mengingatkan, ditakutkansistem otoritarianisme akan kembali berkuasa.Pemilu periode ketiga pada era reformasi ini sangat menentukan bagaimana demokrasi di Indonesia. “Kalau ini gagal,masyarakat Indonesia akan bertanya untuk apa kita berdemokrasi dan untuk apa kita pemilu. Ini berujung ke otoritarianisme,’’ kata Anies Baswedan.Menurut Anies, kondisi saat ini sudah hampir mencapai tarafitu. Parpol dan pemerintah tidak perhatikan rakyat. “Untungnya,masyarakat Indonesia masih sabar,” katanya. Apa bukti atauindikasinya? “Masyarakat bisa melihat apa bukti keberhasilanyang dicapai pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan masyarakat juga bisa merasakan apa-apa saja kegagalanpemerintahan saat ini,” katanya.Sementara itu, Direktur Center for Electoral Reform, HadarNavis Gumay, tidak sepenuhnya setuju dengan pendapat Indonesia bisa terjerumus ke lembah otoritarianisme. (Republika 7/8/2008. Dia merujuk pada beberapa survei yang menunjukkanmasih ada harapan di masyarakat. “Memang, ada masyarakatyang terus-menerus dikecewakan. Tapi, ada pula masyarakatyang masih mendukung calon atau menerima perkembanganpolitik saat ini,’’ katanya. „ BI (RBH/MLP/MS)
                                
   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20