Page 37 - Majalah Berita Indonesia Edisi 60
P. 37


                                    BERITAINDONESIA, 26 September 2008 37LENTERAtransendental dengan nilai-nilai yangtemporal. Bahkan ia menilai bahwahierarki nilai-nilai itu sering diperlakukanterbalik: nilai-nilai yang transendentaldipahami sebagai nilai-nilai yang temporal, dan sebaliknya. Akibatnya, tulisannya,“Islam (dipandang sebagai) senilai dengantradisi, dan menjadi Islamis sederajatdengan menjadi tradisionalis”.Untuk menghatasi hal ini, Nurcholishmenganjurkan dilakukannya pembaharuan pemikiran dalam Islam. Di sini, kaumMuslim harus membebaskan diri darikecenderungan mentransendensikannilai-nilai yang sebenarnya profan. Selainitu, sebagai konsekuensi dari keyakinanmereka bahwa Islam itu bersifat kekal danuniversal, ada kewajiban inheren bagikaum Muslim untuk menampilkan pemikiran kreatif yang relevan dengan tuntutan-tuntutan zaman modern. Menurutnya, hal ini hanya dapat dicapai jika kaumMuslim memiliki kepercayaan diri yangcukup untuk membiarkan gagasan apapun dikemukakan secara bebas. Lebihdari itu, mengingat kenyataan bahwa Islam memandang manusia secara alamiahberorientasi kepada kebenaran (hanif),maka kaum Muslim harus terbuka terhadap semua pandangan.Ada banyak implikasi sosial dari pernyatan teologis Nurcholis di atas. Salahsatunya yang terpenting adalah implikasibahwa gagasan itu menolak sakralitasperkara-perkara seperti negara Islam,partai-partai Islam atau ideologi Islam.Dalam rangka ini, salah satu jargonterkenal yang dilontarkannya adalah “Islam Yes, Partai Islam No!” Dengan jargonitu, ia antara lain ingin mendorong rekanrekannya sesama Muslim untuk mengarahkan komitmen mereka kepada nilainilai Islam dan bukan kepada lembagalembaga, bahkan pun jika lembagalembaga itu berlabel Islam. Inilah yangantara lain turut melumerkan stigmahubungan antara Islam dan negara, yangsudah berlangsung lama di Indonesia.Implikasi penting lain dari gagasan diatas adalah keharusan bagi setiap Muslimuntuk tidak saja berlaku toleran danpluralis, melainkan juga membela danmengembangkan semangat toleransi danpluralisme dalam segala hal. Semangat ituharus dikembangkan ke dua jurusansekaligus: internal, kepada sesama kaumMuslim; dan eksternal kepada semua orang, bangsa Indonesia. Baginya, kebenaran mutlak hanyalah (milik) Tuhan—dan oleh sebab itu, klaim tertutup akankebenaran diri sendiri sama saja denganpraktik menyekutukan Tuhan (syirik).Dalam konteks bangsa Indonesia denganpenduduk yang sangat beragam, gagasanini sangat besar perannya dalam menumbuhkan semangat kerukunan anatar agama.Pembaruan IslamBanyak kaum Muslim yang tersentakmendengar pernyatan pembaruan IslamNurcholish di atas, termasuk beberapapemimpin Islam yang lebih tua di Indonesia. Dan dalam beberapa kesempatan,reaksi mereka terhadapnya sangat keras.Mereka, misalnya, menuduh bahwa iasudah “dibeli” oleh pemerintah Orde Baruyang memang tengah melancarkan program depolitisasi Islam. Dalam nafas yangsama, ia juga dituduh telah “menjual” Islam kepada kelompok-kelompok non-Islam tertentu yang memang tengah gencarmelakukan deislamisasi dibanyak sektor.Pada tingkat tertentu, reaksi dantuduhan itu tidak sulit dipahami. Pertama, dalam makalah pembaruan di atas,Nurcholish tampil berbeda dari dirinyayang dikenal orang sebelumnya. Ia,misalnya, tidak mengutip ayat-ayat alQur’an seperti yang dilakukannya ketikamenulis NDP. Selain itu, ia juga menggunakan sejumlah istilah yang denganmudah dapat disalahpahami orang sebagai ajakan kepada privatisasi agama,seperti istilah “sekularisasi”. Kedua,kondisi sosial dan psikologis pada umumnya kaum Muslim saat itu benar-benarjauh dari siap untuk menerima implikasidari seruan pembaharuan di atas. Di atassudah disinggung bahwa secara sosialpolitik mereka tengah tertekan olehberbagai program depolitisasi Islampemerintah Orde Baru dan deislamisasikelompok-kelompok non-Islam.Terhadap berbagai reaksi dan tuduhanitu, Nurcholish hampir sama sekali tidakmemberi tanggapan balik. Atas saranbeberapa pihak, ia memilih diam. Tapijika rekor intelektualisme dan aktivismenya dicermati, akan tampak jelasbahwa reaksi dan tuduhan itu benarbenar jauh panggang dari api. Pertama,Nurcholish sebenarnya tidak berubah.Seruan pembaruannya adalah implikasilebih lanjut dari ajaran monoteisme Islam(tauhîd) yang menjadi tema utama penulisan NDP dan pilar seluruh pemikirankeislamannya. Jika dalam makalah di atasia menggunakan istilah-istilah yang cukupvulgar untuk pendengaran kaum Muslimawam, itu karena ia tidak menduga bahwamakalahnya itu pada akhirnya akanmenjadi konsumsi publik luas. Kedua,tuduhan bahwa ia sudah “dibeli” pemerintah, gugur dengan sendirinya jikadiperhatikan fakta bahwa ia sudah mengembangkan gagasan perlunya “oposisiloyal” di Indonesia sejak pemilu tahun1971. Untuk mendukung gagasan inipulalah ia, pada pemilu tahun 1977,berkampanye untuk kemenangan PartaiPersatuan Pembangunan (PPP). Sejalandengan gagasannya tentang pembaruanpemikiran Islam, hal itu dilakukan bukanterutama untuk mendukung sebuahlembaga dengan label Islam, melainkanuntuk menjadikan partai itu relatif lebihkuat dan dapat menyeimbangi dominasiGolongan Karya (Golkar), partai pemerintah di parlemen.Hingga akhir hidupnya, Nurcholishtetap konsisten dengan pandangan- Syaykh AS Panji Gumilang membicarakan kualitas pencetakan Buku Ensiklopedi NurcholishMadjid di Al-Zaytunfoto: berindo crs
                                
   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41