Page 29 - Majalah Berita Indonesia Edisi 61
P. 29


                                    BERITAINDONESIA, November 2008 29BERITA POLITIKkekeluargaan dengan tokoh partai ataupejabat di daerah itu. Awongganda menyatakan, pola hubungan kekerabatan itubervariasi, antara lain ayah dan anak,seperti caleg dari PDI-P, R Atu Narangdan Aries M Narang. Ada pula hubunganmertua-menantu hingga paman-keponakan. Hairansyah, anggota KPU Kalsel,mengungkapkan, caleg memiliki hubungan keluarga tidak dipermasalahkanKPU. Sebab, ketentuan yang dipakaiadalah caleg itu bisa diterima karenaresmi diusulkan partai dan memenuhipersyaratan.Hairansyah mencontohkan, selain adabeberapa keluarga yang menjadi caleg, diKalsel juga terdapat bentuk hubungancaleg karena ayahnya menjadi ketuapartai. Contohnya, Gubernur Kalsel RudyAriffin sebagai Ketua Dewan PengurusWilayah Partai Persatuan Pembangunan(PPP) Kalsel dan Ketua Dewan PengurusDaerah (DPD) Partai Golkar Kalsel Sulaiman HB tidak maju sebagai caleg, tetapianak mereka, Aditya Mukti Ariffin sebagaicaleg PPP dan Hasnuriyadi sebagai calegGolkar untuk DPR.Sedangkan di Sulsel tercatat 74 calonanggota legislatif (caleg) memiliki hubungan keluarga dengan bupati/wali kota,gubernur, dan pejabat pemerintah lain,mulai dari anak, istri, menantu, hinggaadik ipar. Dari keluarga Gubernur SulselSyahrul Yasin Limpo tercatat Haris YasinLimpo (adik, Partai Golkar), AdnanPurichta Ikhsan (keponakan, PartaiDemokrat), Tita Yasin Limpo (anak,PAN), Dewi Yasin Limpo (adik, PartaiHanura), Tenriolle Yasin Limpo (adik,Partai Golkar). Sedangkan pejabat lainnyatercatat Nurhudaya Aksa (istri BupatiBarru, Partai Golkar), Ida Kutana (istriWakil Bupati Barru, Partai Golkar),Felicitas (istri Bupati Sinjai, Partai Republikan), Iksan Idris Galigo (anak BupatiBone, Partai Golkar), A Sofyan Galigo(adik Bupati Bone, Partai Golkar), dan MRahmat Syam Alam (anak Wakil WaliKota Parepare, Pakar Pangan).Maraknya anggota keluarga yang menjadi caleg mendapat berbagai tanggapan.Pengamat politik dari Universitas Paramadina Bima Aria tidak heran denganpraktik nepotisme semacam itu. Menurutdia, keberadaan caleg kroni mempunyaisisi positif dan negatif. Dari sisi positif,anak politisi yang menjadi caleg akanlangsung mendapat bimbingan dan pelajaran dari orang tuanya yang telah malangmelintang di pentas politik. Sedangkansisi negatifnya rawan dengan sentimenatau pergesekan di internal partai, khususnya para senior yang sudah berjuanglama. Karena itu, Bima memberikan parameter sukses kepada para caleg yangtermasuk dalam kategori kroni tersebut.Yakni, kinerja dan prestasi mereka haruslebih baik daripada pendahulunya. “Atausetidaknya sama dengan ayah-ayah mereka,” ingatnya.Sedangkan pengajar ilmu politik di Universitas Airlangga, Surabaya, DanielSparingga, menilai hubungan kekerabatan di balik jabatan parpol dan caleg makinluas dan sistematis karena jabatan diparpol dan parlemen dianggap hanyasebagai tempat mencari nafkah. Kaderisasi yang buruk juga membuat orangpartai yang berkompeten semakin sedikit.Penyebab lain politik keluarga ini, menurut Daniel, karena masyarakat mengambil jarak terlalu lebar dan menganggapparpol tak penting. Parpol kekurangankader. “Jalan pintas dari semua itu adalahmelirik orang yang dikenal untuk mengisiposisi di parlemen dan parpol,” kataDaniel. Menurut Daniel, akibat politikkekeluargaan ini, kredibilitas parpol kianterpuruk dan masyarakat makin tidakpercaya. Untuk itu, parpol harus lebihterbuka terhadap orang baru. Namun, halitu tak bisa dilakukan hanya denganmengiklankan diri, apalagi hanya denganmembidik orang yang sudah populer.Solusi terbaik adalah membuka perekrutan dan kaderisasi yang lebih baik.Di sisi lain, dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia Jakarta, Andrinof Chaniago, menyesalkan nepotisme dalampengajuan caleg yang melibatkan sejumlah tokoh reformasi. Sebab, gerakanreformasi ingin menghapus nepotismeyang dilakukan rezim Orde Baru yangmenjerumuskan bangsa dalam kehancuran. Namun, tokoh itu justru mengulangi tindakan Orde Baru.Menanggapi pandangan miring soalmajunya anak atau keluarga petinggiparpol pada Pemilu 2009, Megawatimelihatnya tidak selalu negatif. Menurutnya, dinasti politik juga ada yangbaik, seperti keluarga Kennedy di AmerikaSerikat atau Nehru di India. “Jika sayamaju, masak anak saya tidak boleh karenadianggap nepotisme? Bagaimana pembentukan kader baru? Jika anaknya tidakpernah aktif, kerjanya foya- foya, bolehlahdikomplain,” ujar Megawati.Ia menyebutkan, putrinya, Puan Maharani, seperti bersekolah di partai. “Iamengikuti saya dari peristiwa KongresLuar Biasa PDI di Asrama Haji Sukolilo,Surabaya, pada 1993. Saat peristiwa 27Juli 1996, ia juga ikut membantu dapurumum di Kebagusan,” papar Megawati diSubang Jawa Barat beberapa waktu lalu.Ketua Umum Partai Golkar M JusufKalla juga menegaskan, tak ada dinastidalam kehidupan partai di Indonesia.Yang ada justru pengaruh keluarga kepada tokoh tertentu. “Seperti pengusaha,anaknya juga cenderung menjadi pengusaha. Tentara juga demikian karenaanaknya berada dalam lingkungan militer.Jadi, jika anak Agung Laksono (KetuaDPR), yakni Dave, jadi anggota DPR, itukarena lingkungannya setiap hari iamendengar omongan politik. Semakinlama, ia tentu akan tertarik denganpolitik,” ujarnya. „ LPKELUARGA CALEG DPRKeluarga Megawati (PDIP)fl Taufik Kiemas (suami) dapil Jabar Ifl Puan Maharani dapil Jateng Vfl Guruh Soekarno Putra dapil Jatim Ifl Puti Guntur Soekarno dapil Jabar Xfl Nazzaruddin Kiemas dapil Sumsel IKeluarga SBY (Demokrat)fl Edhie Baskoro Yudhoyono dapil Jatim VIIKeluarga Ginandjar Kartasasmita (Golkar)fl Agus Gimawang Kartasasmita dapil Jabar IIfl Agus Gurlaya Kartasasmita dapil Jabar XKeluarga Agung Laksono di Golkarfl Agung Laksono, DKI Ifl Dave Laksono, Jabar IIKeluarga Amien Rais (PAN)fl Achmad Muntaz Rais, Jateng VIIIfl Abdul Rozaq Rais, Jateng IVKeluarga Suryadharma Ali (PPP)fl Suryadharma Ali, Jabar IIIfl Wardatul Asriah. Jabar VII
                                
   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33