Page 24 - Majalah Berita Indonesia Edisi 61
P. 24
24 BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006BERITA KHAS24 BERITAINDONESIA, November 2008Merayakan Politik KebeSejak tahun 1981 sampai 2005, nama Indonesia pernahmampir dalam jajaran nominasi peraih Nobel Sastra.Namun sepeninggalnya sastrawan besar PramoedyaAnanta Toer, kemeriahan Nobel Sastra lenyap dariperbincangan sastra Indonesia.etiap bulan Oktober, dunia dihadirkan kontroversi - yang tak harus menjadi pergunjingan dunia –cukup mengganggu tidur sebagianpembaca buku di dunia. Berbeda denganpemberian Nobel bidang kesehatan, fisika, kimia, dan juga ekonomi, penerimapenghargaan bidang perdamaian dansastra selalu diikuti polemik dan penelusuran atas karya dan sepak terjang penerimanya.Penerima Nobel bidang sains akan berdiri tenang menerima selembar sertifikatdan membubuhi pidato pengantar acaraakbar tahunan yang digelar sejak tahun1900-an itu. Mereka berdiri tegap dan melontarkan sejumlah penelitian dan kiprahmereka. Dunia memberi tepuk tangan, karena mereka sudah rela tekun bertahuntahun demi menemukan sains yang berfaedah untuk dunia. Lalu bagaimana dengan peraih penghargaan bidang sastra?Adalah Jean-Marie Gustave Le Clezio,sastrawan nyentrik asal Prancis, yangdidapuk Nobel Sastra tahun 2008 ini.Ketika namanya diumumkan bersamalima nominator lain, dunia mulai usil danmenelisik perjalanan proses kreatif penulis yang selalu menyebut dirinya berasaldari Mauritania-Prancis ini.Nama Le Clezio di Indonesia memangmasih samar-samar, dan begitu juga di sebagian negara belahan dunia sana. Apalagi “nasib” Nobel Sastra tidak terlaluakrab dengan Amerika. Sejak era tahun80-an, kesusasteraan Amerika tidakdilirik Akademi Swedia yang menjadipanitia Nobel dunia tahunan. Saat namaClezio diumumkan, sejumlah opini mewarnai headline surat kabar negeri PamanSam itu.“Petualang asing yang kembali kepublik” begitu tulis New York Time.Oprah Winfrey yang acap aktif memasukkan isu buku dalam acara talkshownya sama sekali tak menyinggung namadan peristiwa besar ini. Amerika memangsedang tidak berdamai hati dengan NobelSastra. Selama kurun dua dekade terakhir, nama Amerika sepi dari jajarandaftar nominasi.Setelah Toni Morisson (1993), sikapAmerika terlalu dingin. Dan bahkan selama Bill Clinton menjabat sampai yangterakhir George W. Bush, sama sekali takpernah ada ucapan, petikan pidato nonformal dan pandangan publiknya tentangNobel Sastra. Sikap dingin (atau ketidakpedulian?) ini mulai mencair ketikaObama sempat menyinggung dan mengucapkan selamat pada Le Clezio dalamputaran terakhir masa kampanye di Dallas, “Le Clezio menghadirkan pembaharuan dalam pengungkapkan sejarah masalalu kaum yang terpinggirkan. Ras, sukubangsa dan agama melebur, karena yangdia gambarkan adalah percikan humanis…” Kendati Obama menyatakan diribukan sebagai pembaca karya Le Clezio.Tapi sebaris kalimat tadi bisa diisyaratkansebagai white campaign yang ampuh.Pengembara KosmopolitDengan terpilihnya Jean-Marie GustaveLe Clezio, berarti Prancis sudah melahirkan 13 sastrawan kelas Nobel era mutakhir. Negeri anggur itu termasuk tigabesar negara yang banyak melahirkanSastrawan Nobel dan sekaligus melahirkan sejarah perkembangan Sastra Nobel.Salah satunya adalah peraih Nobel Sastra1964, Jean-Paul Sartre (1964) yangmenolak pemberkatan Nobel. Berkenaandengan itu, Horace Engdahl, SekretarisUtama dalam jajaran Akademi Swediamengungkapkan Prancis adalah negaraberkekuatan ekonomi yang tetap berpijakpada seni masa lampau.“Le Clezio adalah generasi sastrawanmutakhir yang tidak meninggalkan elanvital dan dengan itu dia tetap membangunkarakter bangsa yang besar. Karyanyamemiliki karakter kosmopolit. Sebagaiseorang Prancis, tapi jiwanya adalahpetualang sejati. Le Clezio adalah wargadunia yang menangkap betapa pentingnya arti literasi dalam dunia yang semakinmajemuk dan arus informasi yang semakin menderas…,” tutur Engdahl yangmemberikan pengantar saat nama LeClezio diumumkan.Le Clezio di mata Akademi Swediamemiliki integritas karya yang kuat. Diatidak meratap atau menulis dengan tintamerah, lanjut Engdahl, tapi mempunyaisikap yang tegas. “Buku anak-anak karyanya menunjukkan sikapnya yang inovatif,dan novel-novelnya mempunyai ikatansejarah yang kuat.”Jean-Marie Gustave Le Clezio sendirilahir pada 13 April 1940 di Nice Prancisdan menghabiskan masa kecilnya disebuah desa nelayan di garis pantai NicePrancis. Menjelang usia delapan tahun, iaterpaksa hijrah ke Nigeria bersamakeluarganya.Saat itulah Jean-Marie Gustave LeClezio kecil merasa pertamakali “tercabut” dari akar budayanya. Di Nigeria iakerap merindukan teman-temannya diPrancis. Lalu kebiasaan menulis surat itumenjadi permulaan kegemarannya menulis.Jean-Marie Gustave Le Clezio besaradalah manusia yang tak pernah bisatinggal lebih dari 10 tahun di sebuah kotayang sama. Ia kerap berpindah-pindah,dan bahkan acap merasa harus segerapindah saat ketika ia sudah merasa betahdan nyaman di sebuah tempat. Dalamrunutan sejarah hidupnya, kota yangpernah disinggahi terlalu banyak.Dan sejumlah negara yang pernah iatinggali adalah sejumlah negara di AfrikaUtara seperti Alzajair, Tunisia dan Maroko. Saat di Maroko dia berjumpa dengangadis yang akhirnya menjadi istrinya.Tapi, setelah itu dia malah melakukanlawatan ke Amerika Latin seperti Meksiko, Peru, Brasil lalu melanjut di sejumlah kota di Inggris, Nepal dan Korea.Perjalanan hidupnya di Afrika UtaraS