Page 26 - Majalah Berita Indonesia Edisi 61
P. 26
26 BERITAINDONESIA, November 2008BERITA POLITIKfoto:repro indoposMENDULANGPesonaosok yang rupawan, cantik, dantampan kini berseliweran di berbagai partai politik. Para artisyang kerap muncul di media cetakdan media elektronik itu kini berlombalomba ikut dalam bursa calon legislatif(caleg) pada pemilu 2009. Besar kemungkinan, para artis yang hanya bermodalkan popularitas tersebut lebih bisamendulang suara dibandingkan politisikawakan yang sudah banyak ‘berkeringat’.Setidaknya hasil survei dari LembagaSurvei Indonesia (LSI) bisa dijadikansalah satu contoh.LSI mencatat komedian Eko Patriomengungguli sosok politisi kawakan dariGolongan Karya (Golkar) Prio Budi Santoso dengan persentase, Eko 5,6% danPrio 0,2 %. Pemilik nama asli Eko HendroPurnomo ini berada di bawah satu tingkatdengan ketua DPR Agung Laksono denganpersentase 18%. Hasil survei LSI inidilakukan pada 8-20 September 2008yang melibatkan 1.249 responden dengantingkat kepercayaan 95% dan margin oferror 3%. Dalam hal ini LSI melakukansurvei mengenai seberapa besar faktorpopularitas artis dalam menentukanpilihan pemilih dibandingkan dengankalangan politisi. LSI melakukan eksperimentasi dengan memasang 10 caleg artisdan 10 caleg politisi. Setidaknya fenomenahasil LSI bisa dikatakan sebagai petunjukbahwa popularitas bisa menjadi salah satufaktor penting ketimbang profesionalitasseorang politisi kawakan dalam memengaruhi para pemilih.Pengamat politik Daniel Sparinggamelihat, artis lebih banyak dipilih daripada politisi, karena posisi artis lebihmudah dikenal dan diingat. Mereka (artis)menurut Daniel umumnya berpenampilan eye catching dan menghibur. Sementara, kesan sosok politisi cenderungtrouble maker dan sarat KKN, apalagidengan banyaknya kasus suap yangterungkap yang melibatkan beberapapolitisi senior negeri ini. Walau demikian,Daniel menilai peluang antara artis danpolitisi dalam bursa perolehan suaraterbanyak dalam pemilihan caleg 2009sangat tergantung dan dipengaruhi olehkarakteristik daerah pemilihan dan jugatingkat pendidikan sang pemilih. Lontaran senada disampaikan pula AnasUrbaningrum, ketua DPP Partai Demokrat. Anas mengakui popularitas artis inilebih tinggi, karena pengaruh media lebihtinggi dalam pemberitaan mereka (artis)ketimbang pemberitaan mengenai kinerjapolitik para politisi.Fenomena munculnya artis dalampentas politik ini dimulai ketika Orde Barutumbang. Waktu itu, artis hanya dijadikansebagai “pemanis” atau pengisi panggungpolitik untuk tujuan sebagai penghibur.Baru pada pemilihan secara langsung atausejak tahun 2004, mereka berani tampilsebagai sosok yang perlu diperhitungkan.Mereka merasa bukan lagi hanya sebagaitambahan (komplemen) tapi berani majusebagai calon legislatif. Tahun itu (2004)tercatat 25 artis maju menjadi caleg, limadi antaranya berhasil melenggang keSenayan. Mereka adalah, Chandra Pratomo Samiadji Masaid (Adji Masaid)diusung partai Demokrat dari daerahpemilihan (dapil) Jawa Timur II, YusufMacan Effendi (Dede Yusuf) dapil JawaBarat XI dari Partai Amanat Nasional(PAN), komedian Nurul Qomar diusungPartai Demokrat dari dapil Jawa BaratVII, Marissa Haque diusung Partai Demokrasi Indonesia (PDI-P) dari dapil JawaBarat II dan Deddy Sutomo dapil JawaTengah II yang diusung PDI-P.Kini pada pemilu 2009, para artis yangmemenuhi caleg semakin menggurita ataudua kali lipat ketimbang lima tahun lalu.Banyak muka-muka artis baru bermunculan yang mencalonkan sebagai caleg, disamping artis lama yang dulu pernahmenjadi caleg kini mencalonkan lagi ataumereka yang gagal menjadi caleg mencalonkan kembali dengan atau partaiberbeda. Sebut saja Marissa Haque dariPDI-P kini pindah ke PPP. Selanjutnya,Rieke Diah Pitaloka yang dulunya PKBLewatSArtis kini bukan hanya menjadi “pemanis” bagi partaipolitik. Sebagian di antara mereka bahkan bisa membuatpolitisi kawakan menjadi ‘keringat dingin’ karena kalahpopuler.Sejumlah artis dari Partai Demokrat juga ikut meramaik