Page 64 - Majalah Berita Indonesia Edisi 61
P. 64


                                    64 BERITAINDONESIA, November 2008BERITA DAERAHPrasangka di BaliKurang lebih sembilan juta populasi di areabanjir kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS)Citarum Jawa Barat mengalami trauma.Sungai besar yang memiliki panjang270.000 Km itu, sering meluapmenggenangi banyak perkampungan.ejumlah aktivis penanggulangan korbanbanjir di Bandungmemprihatinkan sikap apatis pemerintah yanghingga kini tidak antisipatifmeminimalisir ancaman bencana rutin tersebut. Keadaantersebut ditafsirkan masyarakat bahwa pemerintah terlalu sibuk mengurus aspekyang ‘empuk’. Kekhawatiranmasyarakat terhadap ancamanbanjir menjelang datangnyamusim hujan, mengingatkanmasyarakat akan sebuah departemen yang tugasnya melakukan pekerjaan di bidanginfrastruktur bagi kepentinganumum. Nama lembaga tersebut dikenal orang dengankalimat singkat yakni DPU.Tugas penting dari institusi inisalah satunya, memelihara danmengendalikan sungai, irigasi/pintu air, situ hingga bendungan. Separuh dari tujuannya bisa mengendalikan masalah banjir. Diketahui pulabahwa lembaga tersebut merupakan warisan pemerintahan Hindia Belanda.Para meneer pembijak didalamnya kala itu, menyebutkantornya dengan kalimatpendek yakni; D.V & W, singkatan dari Dep Vanverkeer &Waterstaat. Artinya, departemen pekerjaaan umum dansegala urusan pengairan (diprovinsi kini bernama Kimpraswil dan Balai Besar Wilayah Sungai serta Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air).Semenjak proklamasi maupunpasca reformasi, operasionalisasi lembaga ini didanaioleh APBN dan APBD provinsikabupaten/kota, kadang didukung dana bantuan luar negeri.Besar dana yang diserap untukpembangunan sarana dan prasarana di masing-masing provinsi dalam sepuluh tahun ini,rata-rata di atas Rp 100 miliarper tahun.Masyarakat yang khawatirancaman banjir di setiap musim hujan, tentunya bukanShanya warga Jakarta. Selain dibeberapa wilayah Jawa, Sulawesi dan Sumatera, wargaDayeuh Kolot Kabupaten Bandung pun, hampir terbiasadibuat basah kuyup oleh luapan Sungai Citarum Jawa Barat.Ironisnya, selain terbiasa jadikorban banjir Citarum, mereka pun sering menontonmesin pengeruk beko yangtekun mengais lumpur penyebab dangkalnya Citarum.Mungkin karena tontonan itu,maka lahir pula lah pertanyaanyang entah mengapa jarangterjawab.Pertanyaannya kira-kirabegini. Citarum sering dikeruktraktor beko hingga empatpekan lebih. Tapi kenapa setiap musim hujan airnya tetapmeluap hingga merendam banyak perkampungan? Mungkin karena pertanyaan itutidak pernah terjawab, makaprasangka pun jadi gampangterlontar. Misalnya munculsuudzon bila jadwal dan volume pengerukan sengaja dibikin minim. Motifnya apalagikalau bukan untuk mendapatkan sisa biaya sebagai tujuanutama. Gelagat tersebut direspon keprihatinan banyak pihak, namun konon dimaklumioleh sebagian pembijak internD.V & W – anggap saja masihzaman Belanda – baik yangbertugas di kantor pusat daerah Gede Bage Jl. SoekarnoHatta atau Gedung KertamuktiJl Braga Bandung. Namunbegitu hal tersebut sudah terbiasa dimaklumi, ada jugayang memahaminya sebagaitoleransi yang dipaketkan jadisuatu kebijakan.Kenyataan ini membuat kredibilitas lembaga pekerjaanumum dipertanyakan. Selainitu, setiap kali banjir datang,tidak ada satu pihak pun yangmau bertanggungjawab. Kebanyakan mereka yang seharusnya bertanggung jawabmalah menyalahkan kondisialam meski banyak korban danarea tanaman terendam airakibat jebolnya fisik temboktanggul atau bendungan sertafoto: istSungai Citarummenghancurkan rumahrumah penduduk
                                
   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67