Page 46 - Majalah Berita Indonesia Edisi 62
P. 46


                                    46 BERITAINDONESIA, Desember 2008Menggugat Pasal KaretBERITA NASIONALUU Pornografi dinilai bertentangan dengan UndangUndang Dasar sebab mendiskriminasikan sebagianmasyarakat Indonesia.ejak awal dirancang, undangundang (UU) mengenai pornografi menjadi bahan pembicaraan hangat masyarakat Indonesia.Banyak yang setuju tapi tidak sedikit pulayang menolak. Setidaknya, butuh waktusepuluh bulan RUU ini mengalami tarikulur sebelum akhirnya Dewan PerwakilanRakyat (DPR) dalam sidang paripurnayang digelar 30 Oktober 2008 mensahkannya menjadi UU. Meski demikian,tidak semua anggota dewan menyetujuiUU itu disahkan. Seperti aksi keluarsidang (walk out) yang dilakukan anggotaDPR dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) dan Partai Damai Sejahtera(PDS) disusul kemudian dua anggotalegislatif dari Partai Golkar asal Bali, GdeSumarjaya Linggih dan Nyoman Tisnawati Karna.Salah-satu Anggota Dewan yang melakukan aksi WO yakni Ketua Fraksi PDI-PTjahjo Kumolo menyampaikan alasannyamengapa ia dan teman-teman PDIP melakukan tindakan itu. Dalam hal ini Tjahjo mempermasalahkan mengenai empatpasal yang masih dianggap tumpang tindih. Di antaranya pasal mengenai definisipornografi, juga mengenai pasal yangmenyangkut peran masyarakat dan teknis pelaksanaannya. Seperti bunyi pasal20 yang isinya sebagai berikut: “Masyarakat dapat berperan serta melakukanpencegahan terhadap perbuatan, penyebaran, dan penggunaan pornografi”.Menurut Tjahjo adanya frase pengadilanmassa secara terbuka bagi pelaku pelanggar pornografi yang terdapat padapasal tersebut sangat berbahaya, karenaberdampak munculnya tindakan anarkisdan main hakim sendiri di masyarakat.“Secara prosedural dan substansial UUini memang kurang aspiratif, cacat danperlu digali lagi,” kata Tjahjo menambahkan. PDIP dalam hal ini menurut Tjahjoberjanji akan memfasilitasi berbagaielemen masyarakat untuk mengajukanJudical Review (uji materi) ke MahkamahKonstitusi (MK) setelah UU ini ditandatangi Presiden. Tindakan serupa disampaikan pula Wakil Ketua Umum DPP PDSDenny Tewu yang menyatakan kesiapannya memberi masukan dan mendukungsepenuhnya masyarakat yang merasa dirugikan dengan pengesahan UU Pornografi ini untuk mengajukan uji materi keMK.Aksi penolakan terhadap UU Pornografiyang dilakukan FPDI dan PDS itu jugadiikuti berbagai elemen masyarakat mulaidari aktivis, Lembaga Swadaya Masyaraat(LSM) anak, LSM perempuan, kalanganakademisi, para seniman, agamawan,pemuda, ilmuwan, birokrat, dan sejumlahdaerah seperti Bali, Papua, SulawesiUtara, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sumatra Utara dan Kepulauan Riaudengan berbagai alasan. Mereka menganggap isi UU itu kurang aspiratif danakomodatif, memaksakan kehendak, melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), tidaksesuai dengan UUD 1945, memasung kreativitas, diskriminatif, menimbulkan disintregrasi dan juga karena adanya perbedaan interpretasi terhadap pasal-pasalkrusial yang dianggap masih tumpangtindih, tidak konsekuen, atau pasal satudengan lainnya saling bertentangansehingga menimbulkan multitafsir.Misalnya pada Bab IV pasal 17 dan 19tentang pencegahan. Dalam hal ini UmiFadilla dari Masyarakat Sipil TolakPengesahan RUU Pornografi mengkritisimasalah substansi isi dari UU tersebutyang tidak saja mengatur masalah pencegahan tetapi juga memberikan wewenang daerah bersangkutan membuatperaturan-peraturan daerah (perda) sendiri yang nanti timbul adanya kerancuanmasing-masing daerah.Begitu pula substansi pasal 4 ayat 1 yangisinya bertentangan dengan Pasal 43. Sebab pasal 4 ayat 1 memerintahkan semuapemilik materi pornografi mengembalikannya pada negara, namun penjelasanpasal 4 ayat 1 memperbolehkan seseorangmenyimpan jika untuk kepentingan sendiri. Secara otomatis siapapun bisa menyimpan sekalipun ia anak di bawahumur.Sementara reaksi cepat penolakan UUPornografi berasal dari daerah Bali. Dalam hal ini secara tegas Gubernur Bali IMade Mangku Pastika atas nama masyarakat Bali menyatakan penolakannya.“Sampai kapanpun kami masyarakat Balimenolak melaksanakan UU Pornografi,”tegasnya. Pastika menilai aspirasi masyarakat Bali diabaikan dan tidak mendapatrespon atau terakomodasi dengan baik.Jauh sebelum UU Pornografi disahkan,atas nama masyarakat Bali, Pastika mengaku telah melayangkan dua surat penolakan yang masing-masing tertanggal16 Maret 2006 dan 6 Oktober 2008.Dalam isi surat itu Pastika menyampaikan RUU Pornografi yang telah disahkan DPR itu dinilai mengancam NegaraKesatuan Republik Indonesia (NKRI).Tindakan serupa dilakukan pula olehDPRD Bali dengan melayangkan 2 suratpada 15 Maret 2006 dan 15 September2008. Sementara Ketua Komponen Masyarakat Bali (KMB) I Gusti Ngurah Hartamenyampaikan langkah-langkah hukummenggugat UU Pornografi ke MahkamahKonstitusi. “UU itu bertentangan denganUndang-Undang Dasar sebab mendiskriminasikan sebagian warga bangsa,” katanya.Penolakan ini juga diikuti oleh daerahlain seperti, Nusa Tenggara Timur (NTT)yang disampaikan Ketua Komisi A DPRDNTT, Cyrilus Bau Engo. Ia atas namaDPRD selaku representasi rakyat menolakUU Pornografi yang menurutnya cenderung mematikan pelestarian budaya lokalmaupun pariwisata daerah. Cyrilus menyoroti substansi UU Pornografi yang masih tumpang tindih terutama pasal-pasalyang mengatur masalah moral yangmenurut pandangannya merupakan urusan privasi manusia dengan agama danbudayanya. Cyrilus mencontohkan sebuah tradisi di Pulau Sabu di NTT, yaknitradisi pertemuan yang harus diawalidengan saling peluk dan cium, baik antaralaki-laki maupun perempuan. “Apakahkebiasaan ini termasuk kategori aksipornografi?” tanya Cyrilus. Pihaknyaberjanji ini akan melakukan gugatanhukum dengan mengajukan judicial review atau meminta masyarakat menolakpemberlakuan UU di wilayah NTT.Ungkapan senada disampaikan KetuaDPRD Sulawesi Utara (Sulut) SyachrialDamopolii. Damopolii mengaku sudahmenelpon ke sejumlah daerah yang menolak UU itu untuk berkumpul bersamadan bermusyawarah membulatkan satusuara menolak pemberlakukan UU pornografi ini. Damopolii juga mengaku akanmengajukan pada DPR mengenai hak atauperlakuan istimewa bagi daerah-daerahyang menolak untuk tidak memberlakukan UU tersebut di daerah mereka.Sementara Wakil Dewan Pers SabamLeo Batubara lebih menyoroti masalahpasal karet yang bersifat menjebak kebebasan pers, seperti bunyi pasal 1 ayat 1yang menurut Leo tidak menjelaskansecara konkrit definisi pornografi, kecabulan dan ekspoitasi seksual yang perluS
                                
   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50