Page 65 - Majalah Berita Indonesia Edisi 71
P. 65


                                    BERITAINDONESIA, Oktober 2009 65Indonesia Tanpa GlamourMelihat tingkah-polah dankarut-marut Indonesiadengan tawa.eorang ibu yang sedang memasakberkata pada anaknya yang masih kecil. Disaksikan seekor sapi,ia berkata, “Daripada minum susu bubuk bermelamin, mending sekarangtinggal pilih: minum air tajin atau langsung sedot dari sapinya…” (Dari Presidenke Presiden Buku 2; hal. 81). Kartun yangdiberi judul “Kembali ke Selera Asal” itumenjadi salah satu cara Benny Rachmadimenggambarkan hebohnya berita susubermelamin yang sempat merebak sekitarSeptember setahun silam.Laiknya juru warta, seorang kartunisjuga menampilkan “berita” yang dituangkan ke dalam medium gambar. Dengangoresannya, ia memeras sari pati “berita”,dan (memunculkan) fenomena yangkemudian membuat orang tersadarmengerti-bahkan tertawa (meringis).Maka begitulah musabab mengapa sebuah media cetak mau merelakan (sejumlah) kolomnya untuk sebuah kartun opini.Apa yang dilakukan Benny dengankartunnya bukan hal baru. Bahkan sejarah mencatat sejak tahun 1843, majalahPunch di Inggris telah mempersilakankartun masuk ke dalam dunia pewartaan.Demikian pula yang dilakukan Bennyuntuk (tabloid) mingguan ekonomi danbisnis Kontan — yang nota bene sasaranpembacanya adalah kelompok menengahatas. Ia mengisi ruang di antara hirukpikuk berita finansial, perbankan, isu-isuhangat investasi dan dunia usaha.Tanpa MiceSebelumnya, nama Benny terkait dengan nama Mice dalam kerja bareng“Benny Mice” untuk kolaborasi kartun disebuah rubrik (rutin) mingguan di sebuahsurat kabar. Di sanalah namanya begitumengkilap. Bukan hanya sekadar intensitasnya, duo kartunis itu telah memperlebar targetnya ke pembaca kartun yangsadar gaya hidup dan urban. Bahkan jauhsebelum itu, di awal tahun 2000-an, namaBenny-Mice sudah mewarnai pembacakota untuk sebuah majalah gaya hidupperkotaan.Kehadiran dua kartunis Benny danMice dalam satu kolaborasi kerap memancing orang untuk lebih menelisik pembagian kerja kartun mingguan mereka;mana yang Benny, mana yang Mice. “Istrisaya saja sering tidak bisa mengenalimana yang saya mana yang Mice,” candaBenny kepada Berita Indonesia beberapawaktu lalu saat peluncuran buku kolaborasi mereka, 100 Tokoh di Jakarta.Kali ini Benny tampil sendirian. Bahkansejak tahun 1998, Benny yang sudahmenjadi kartunis tetap di tabloid ekonomidan bisnis itu mempunyai jatah rutin (kalaitu) setiap pekannya. Dan ketika 11 tahunproses itu berjalan, maka lahirlah dua jilidbuku yang diberi judul besar Dari Presiden ke Presiden ini.Seperti juga judul besarnya, sekitar600 kartun yang terhimpun dalam duajilid buku ini menjadi cermin bening 11tahun perjalanan Indonesia yang sempat ditangkap Benny lewat goresannya.Alhasil, ketika ratusan kartun itu berjajar, tertangkap pula perjalanan dansepak terjang dari sejumlah presidenyang pernah memimpin negeri ini dengan segala karut-marutnya, dan sekaligus “kelucuan”-nya.“Awet Muda”Pada kata pengantarnya, Yopie Hidayat mengungkapkan bahwa,”…yanguniknya, goresan Benny justru tidakmembawa nuansa glamor orang-orangkelas atas atau anggota elite di masyarakat… Benny justru mengembuskan nafas proletar…”Dalam jilid pertama, pembagian bablebih terasa jelas untuk empat era kepresidenan, mulai dari Era Habibie, EraGus Dur, Era Megawati dan Era SBY.Benny, sang kartunis memposisikan dirisebagai Si Tukang Catat yang kadangseperti berbisik. Misalnya dalam bab EraHabibie Kartun berjudul “KetakutanSidang Istimewa (SI)” terlihat seorangbocah yang bersembunyi di bawah meja(hal. 14), tapi sering kali kartunnyaberteriak kencang seperti dalam bab EraGus Dur yang secara jelas terlihat seekortikus berjas dengan peci yang siap menyantap tumpukan uang dari sendokbertuliskan ‘tunjangan pejabat eselon’dalam kartun berjudul “Sudah SeringKorupsi Dapat Tunjangan” (hal. 99).Dalam jilid kedua, kartunisnya terlihatfokus dalam urusan karut-marut ekonomirakyat, terutama nasib wong cilik yangbuat beli minyak tanah saja sulit, dipermainkan gas, BLT, urusan beras ekspor,PHK, efek BPPN, soal UMR, tingkahpolah para koruptor, IMF, sampai soalAPBN.Menyimak dua jilid buku ini bagaisebuah perayaan ingatan mengenai apayang telah terjadi selama empat kepresidenan kita selama ini. Bahkan ternyata banyak yang masih terus belangsung sampai saat ini. Masalah pengangguran misalnya, tak kurang dari 72 kartunmasih tersebar dari era ke era. Apalagimasalah korupsi beserta efeknya untukrakyat kecil, nyaris melebihi dari separuhisi (dua jilid) bukunya. Artinya masalahyang “awet muda” negeri ini telah terekamdalam goresan Benny, dan kita terusdisajikan hal itu dalam keadaan yangsenyatanya, dan terus menertawakannya,dan seterusnya membuat kita “awetmuda”.Buku ini sangat layak disimak semuakalangan. Bukan hanya “menghibur”, tapirekaman situasi yang dituangkan kartunisnya bisa menjadi “suara”, meminjamistilah Yasuo Yoshitomi (professor kartunUniversitas Seka, Kyoto Jepang) bahwa“Dengan kartun kita bisa berteriak dalambisikan, yang menyampaikan bahwa kitabelum terlambat untuk memperbaiki…”Dan dua jilid buku ini sedang menjalankan prosesnya; tentu saja sambilmenertawakannya. „ CHUSSJudul Buku:Dari Presiden ke Presiden Buku 1:Tingkah-polah Elite PolitikTebal: 333 halamanCetakan Pertama: Juni, 2009Dari Presiden ke Presiden Buku 2:Karut-marut EkonomiTebal: 267 halamanCetakan: September 2009Penulis: Beny RachmadiPenerbit: Penerbit KPG, JakartaBERITA BUKU
                                
   59   60   61   62   63   64   65   66   67   68