Page 13 - Majalah Berita Indonesia Edisi 77
P. 13


                                    BERITAINDONESIA, Juni 2010 13BERITA UTAMAerantasan Korupsinganan suatu perkara mulai dari prosesawal hingga ke pengadilan, makelar telahmenyatu dalam sistem. Diyakini, kasuspegawai pajak Gayus Tambunan, terkuakhanyalah karena apes, akibat Susnomerasa dijalimi. Kasus serupa, bahkanlebih besar, mungkin masih banyak.Seperti diakui Gayus sendiri, bahwa diahanyalah kelas teri.Selain untuk memperkaya diri ataukelompoknya (korupsi), gaya feodalismejuga berpotensi dipraktekkan penguasauntuk mempertahankan kekuasaan, bahkan untuk mempertahankan kehormatansetelah tidak berkuasa lagi nantinya.Bukankah telah menjadi kekuatiranpublik, bahwa untuk meraih kekuasaandan mempertahankan kekuasaan, adanyapihak-pihak memanfaatkan kekuasaanatau pengaruhnya mengatur lembaga independen penyelenggara pemilu yakniKomisi Pemilihan Umum (KPU). Hal initidak hanya terjadi pada Pemilu di eraOrde Baru. Indikasi itu banyak jugadicurigai terjadi ketika ditemukan kesemrautan daftar pemilih tetap pada penyelenggaraan Pemilu 2009 lalu, misalnya.Kesemrautan itu dicurigai akibat adanyaupaya rekayasa untuk memenangkanpemilu sekaligus untuk mempertahankankekuasaan. Memang, secara juridis formal, hasil Pemilu telah ‘disahkan’ olehMahkamah Konstitusi, walaupun sekaligus MK menegaskan bahwa penyelenggara Pemilu kurang profesional. Belakangan, kecurigaan atas kurang independennya KPU makin mencuat denganmasuknya anggota KPU Andi Nurpatidalam jajaran pengurus Partai Demokrat(2010-2015), yang diduga sebagai balasjasa. Sama halnya, seusai Pemilu 2004,dengan masuknya Anas Urbaningrum kePartai Demokrat dan diangkatnya HamidAwaluddin jadi Menteri Hukum dan HAM(keduanya mantan Anggota KPU Pemilu2004).Di samping faktor masih kentalnya tabiat feodal, paling menyedihkan lagi, jikadalam penegakan hukum, politik telahmenjadi panglima. Banyak sekali indikasiyang mengarah pada hal ini.Semakin menyedihkan lagi, jika dalampenegakan hukum, tabiat feodal danpolitik telah merusak independensi seorang hakim. Apalagi dalam kondisi ini,tanpa diminta pun, seorang hakim bisamungkin tidak akan berani memutuskansesuatu yang bertentangan dengan keinginan penguasa. Selain karena tabiatfeodal itu juga telah merasuki hati sanghakim, mereka juga telah takut sebelumnya sehingga tanpa ada perintah mereka telah menyesuaikan diri denganhasrat penguasa atau kelompok elit.Sudah duluan takut posisi atau jabatannya dicopot.Sumber Berita Indonesia, seorang gurubesar hukum pidana yang tanpa disadarinya juga ‘ketakutan’ sehingga merasatidak perlu namanya disebut, mengatakandi tengah arus reformasi dan ‘demokratisasi’ yang kini bergulir, sangat menyedihkan jika seorang pejabat tinggi dilembaga peradilan harus menuruti keinginan eksekutif tentang penegakanhukum. Sang Profesor mengaku mendapat informasi terpercaya bagaimana pihakeksekutif berperan dalam kasus yang menimpa pimpinan KPK, Antasari serta Bibitdan Chandra. Disebut pihak kejaksaanharus menuruti ‘tarian’ eksekutif. Walaupun hal ini secara formal berulangkalidibantah pihak eksekutif, terutama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.Menurut Sang Profesor, semua itu berpangkal pada masih kentalnya tabiat ataupengaruh feodal dalam bingkai demokrasi.
                                
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17