Page 66 - Majalah Berita Indonesia Edisi 84
P. 66


                                    66 BERITAINDONESIA, Mei 2011BERITA BUKUfoto: reproBuku yang Mengingatkanetika mendapatkan pengalaman buruk di masa lalu, mekanisme defensif kita akan melupakannya. Tak perlu menunggu orang lain bertanya, kita sudah menguburnya dalam-dalam. Terlalu banyakcara untuk melupakan sesuatu. Jangankan sejarah, pengalaman personal punacap punya seribu satu cara untuk dilupakan.Dan sebaliknya, ketika kita mendapatkan kenangan manis, kita tak segan-seganmerayakannya. Memasang foto untukprofil di Facebook misalnya. Sontak panitia penyelenggara hajatan pun langsungdigelar untuk merayakan ingatan manisitu. Mengenang pengalaman manis danindah perlu energi yang lebih sedikit,sebab kita terbiasa mempunyai patokan“prestasi” di otak kita. Buku dengan judulunik ini akan lebih menyasar poin terakhir, bagaimana kita menjadi pengingatyang baik.Kali pertama terbit Maret lalu, buku inilangsung gaduh di bursa buku di Amerika.Lebih dari 1,2 juta eksemplar langsungterserap pada penjualan saat langsir.Begitulah industri, termasuk buku, temayang sangat menjanjikan mengenai “dayaingat” tentu sangat memacu cawan penjualan. Oprah sendiri dalam siarannyamenyindir dengan mengatakan bahwabuku ini mengajak kita untuk pintarmelihat dunia yang terang.Adalah Joshua Foer, manusia super‘iseng’ jebolan Yale University yang punyakebiasaan mengingat angka, kejadian, dansemua seluk beluk dalam sejarah hidupnya. Banyak membaca buku sains membuatnya ingin tahu apa yang terjadi didalam batok kepala saat kita berpikir,mengingat dan melupakan sesuatu. Dalam lingkungan keluarga, Foer terbilangcerdas ketimbang kakaknya. Bahkankedua orang tuanya sering tertolong olehdaya hafalnya yang luar biasa itu. Bukancuma letak kunci inggris, tapi berapa butirpersediaan parasetamol kakek neneknyadi kotak obat sebelum wafat dia hapalbetul.Lalu Foer menjadikan dirinya sebagaikelinci percobaan dari daya minatnya itu.Dia mencatat dan seterusnya dia jadikansemacam “thesis” untuk melangsir teorema bahwa mengingat sesuatu itu penting dan asik. Dalam sekilas pandang,buku ini dibagi dalam tiga bagan. Foermembaginya dalam “mnemonic”, “OKPlateau”, serta “art to memory”.Dalam “mnemonic”, dalam buku inidijabarkan secara gampangnya sebagaisesuatu hal yang paling mudah kita ingatjika kita dapatkan, baik dari pengalamanmaupun pembelajaran adalah sesuatuyang “unik” dan “khas”. Di sanalah logikasederhananya kita akan mudah mengingat. Tak soal itu angka atau peristiwa,semakin memiliki kekhasan itu semakinpatut kita perlukan. Di sini berbandingterbalik dengan kenayaan “hoki” dalamnomor cantik pada seluler. Buku inimenyindir kenyataan meski tidak secaragamblang bahwa “keberuntungan” bukanlah sesuatu yang gampang tanpa perlumengingat lebih keras lagi, sekadarmenyebut sedikit contoh.Dalam “OK Plateau” tak lebih daridefenisi alam bawah sadar. Sesuatu yangsudah “terbiasa” menjadi “biasa”. Asahbiasa inilah yang menyebabkan kita selalumengingat dengan reflektif.Pengertian OK Plateau dalam penjabaran Foer terlalu cukup detail denganbanyak catatan kaki yang membuatdistraksi pembacaan sekali lewat. Intinyahanyalah pendalaman dari alam bawahsadar. Hanya saja Foer mengingatkanbetapa pentingnya segala jenis “kegiatan”itu selalu dalam kontrol yang kuat saatmelakukannya.Sedangkan pada bagian “art to memory” tak lain dari pembelajaran alamsadar yang dikombinasikan dengan alambawah sadar. Secara subyektif, otak jugamemiliki kepekaan. Nah, dalam baganinilah Foer memainkan peranannyasebagai orang yang beruntung, denganteori lama tapi dia membuat pengingatbagi pembaca untuk lebih memahami apayang terjadi dalam diri kita saat kitabertindak.Sains Gaya “Baru”Sebagai buku sains, Moonwalking withEisntein membuktikan bahwa duniaeksakta itu bukanlah hal yang memusingkan. Kendati puluhan catatan kaki, bahanrujukan, daftar pustaka yang penuh sesakdengan bibliografi babon itu menjuntai disekian puluh halaman, kita bisa mengabaikannya sementara kita ingin menghabiskan buku.Dikemas dengan bahasa yang sangatrenyah seakan menjadi titik temu antaradua buku sains pendahulunya yang barusaja lewat, The Grand Design (StephenHawking, 2010) dan terutama The Hidden Reality (Brian Greene, Januari 2011).Kedua buku ini dianggap mulai mempunyai kemasan berbeda dari buku sainssebelumnya, meski tetap kesan angkerdalam penjabarannya tetap teguh dalampustaka. Sedangkan Moonwalking malahcenderung penuh ironi, terselip banyakhumor, bahkan terkesan nyinyir untukbuku sains. Menarik untuk mendekatkantema sains kepada pembaca yang inginmembaca buku bertema serius tapi dengan cara kemasan yang lebih santai.Tapi sebelum menunggu edisi terjemahan bahasa Indonesianya yang akan terbitJuli mendatang, perhatikan dulu diri kitaini siapa sebelum membacanya. ApakahAnda tipikal orang yang senang mengingat-ingat segala hal? Ataukah Andajustru orang yang sedang ingin melupakanbanyak hal? Buku ini menempatkan“mengingat” sesuatu menjadi seuatu itu“mahapenting”, tinggi di atas altar. Nyaristak ada ruang bagi pembaca yang ingin“melupakan” sesuatu. Ingat dan lupa taklagi sama posisinya.Jika Anda termasuk orang yang bertipe“progresif”, sebaiknya pikir dahulu ketikaingin membaca buku ini. Buku ini akansangat berguna bagi Anda yang senangdan punya kecenderungan telah “berdamai” dengan masa lalu. Tapi akansangat berjarak bagi Anda yang ingin terusmelaju ke depan tanpa pernah menolehke belakang. „ LABUKetika mengingat dan melupakan sesuatu tidak sama lagi pentingnya.KJudul :Moonwalk with EinsteinPenulis :Joshua FoerPenerbit :Penguin Press HCTerbit :Maret 2011Tebal :320 halaman
                                
   60   61   62   63   64   65   66   67   68