Page 46 - Majalah Berita Indonesia Edisi 90
P. 46
46 BERITAINDONESIA, September 2013BERITA HUMANIORAZTerbenturKualitasPengajaralam satu dekade terakhir, beberapa perguruan tinggiterkemuka di Indonesia berusaha menghidupkan visimenjadi universitas kelas dunia, bahkan tak sedikit yangmengaku telah menjadi perguruan tinggi kelas dunia. Meskimasih jauh tertinggal di belakang perguruan tinggi Jepang,China, Taiwan, Hongkong, Singapura, dan Thailand, menurutWebometrics, lembaga independen asal Spanyol yang juga rutin melakukan pemeringkatan perguruan tinggi dunia, beberapaperguruan tinggi Indonesia rupanya telah dikenal di dunia.Sejumlah upaya untuk meningkatkan kualitas dalam kegiatanTridharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, danpengabdian kepada masyarakat, telah dilakukan sejak 1990-an.Antara lain berupa program pengembangan institusi (denganskema hibah kompetitif), sertifikasi dosen, beasiswa bidik misi,internasionalisasi jurnal ilmiah, dan yang terkini adalahBOPTN. Namun upaya-upaya itu menjadi tidak begitu terasahasilnya bila melihat jumlah publikasi internasional yangrendah, plagiarisme semakin marak terjadi dan peringkatperguruan tinggi yang melorot.Sejauh ini salah satu permasalahan mendasar denganperguruan tinggi di Indonesia adalah kualitas para dosennya.Belum lagi masalah inbreeding yang terjadi di lingkunganperguruan tinggi Indonesia. Misalnya sosok seorang guru besardi sebuah PTN di Sumatera (Kompas, 21/7/2013), yangmendapat gelar S-1, S-2, dan S-3-nya dari PTN itu juga. Dinegara lain, hal seperti ini sangat dihindari. Begitu pula denganrektor yang lulus S-3 dengan pujian dari PT yang dipimpinnyahanya dalam waktu 1 tahun 11 bulan dan ia menandatanganisendiri ijazahnya.Menurut Yohanes Surya, fisikawan sekaligus tokoh pendidikan yang telah berhasil melambungkan prestasi anak-anakIndonesia di pentas Olimpiade Fisika melalui Tim OlimpiadeFisika Indonesia (TOFI), jumlah pengajar yang berkualitas diIndonesia masih sangat minim. Untuk perguruan tinggi negeri(PTN) ternama, jumlah staf pengajar yang berkualitas mungkinsaja cukup. Tapi untuk PTN yang 'underdog' atau perguruantinggi swasta (PTS) umumnya, jumlah dosen berkualitas sedikitsekali. Selain itu, ada kenyataan bahwa orang sangat mudahmenjadi dosen di Indonesia. Hanya dengan menyandang gelarmagister, orang dapat menjadi dosen di perguruan tinggi.Kualitas para dosen yang belummemadai masih menjadi kerikil besardalam perjalanan memajukan duniapendidikan tinggi di Indonesia.DData Ditjen Pendidikan Tinggi 2010 mengungkapkan bahwajumlah dosen di Indonesia hanya 270.579 orang denganperincian 179.965 merupakan dosen tetap dan 90.614 dosen tidaktetap. Dari jumlah dosen tetap itu, hanya 12.381 orang atau 6,87%yang berpendidikan S3 atau bergelar doktor. Sebagian besarhanya berpendidikan S1, yakni 85.245 orang (47,36%) dansisanya S2, yakni sebanyak 71.880 orang (26,56%).Jumlah doktor di Indonesia memang sangat minim biladibandingkan dengan jumlah penduduk yang pada sensus 2010sudah melampaui 237 juta jiwa. Hanya 8% dosen dari 273.000dosen di seluruh Indonesia yang telah menyandang gelar S-3.Sementara Malaysia dengan total penduduk 28 juta, penyandangS-3 mencapai 19 persen. Bahkan dengan target 2015 sebanyak100.000 doktor pun, jumlah itu sangat rendah bila dibandingkandengan negara lain. Misalnya negara seperti AS yang punya 3,1juta doktor dengan penduduk yang hampir sama dengan Indonesia, 314 juta jiwa. Atau India yang punya 1,69 juta doktordengan jumlah penduduk 1,198 miliar jiwa. Bahkan di Jepang,negeri berpenduduk 127 juta jiwa, jumlah doktornya mencapai819.000 orang. Tentu, minimnya jumlah doktor yang mengajardi perguruan tinggi di Indonesia paralel dengan mutu pendidikantingginya yang dinilai masih rendah.Di sisi lain, meski dosen perguruan tinggi minimal harusberpendidikan S-2, kenyataannya masih ada sekitar 60.000dosen yang berpendidikan S-1. Banyaknya dosen yang belummemenuhi standar kualifikasi pendidikan tersebut menyebabkanbanyak program studi di Perguruan Tinggi belum terakreditasi.Padahal dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentangGuru dan Dosen telah mengatur bahwa setiap pengajarmahasiswa D-3 dan S-1 minimal harus S-2. Dalam undangDr. Boediono, wapres RI saat memberikankuliah umum di hadapan mahasiswaFoto: repro