Page 63 - Majalah Berita Indonesia Edisi 96
P. 63
BERITAINDONESIA, Edisi 96 63BERITA KESEHATANyakin dengan obat generik karena harganya yang murah, tak bergengsi serta diragukan khasiat dan kemanfaatannya. Di lain pihak, tak sedikit masyarakat yang kesulitan membeli obat karena harganya sangat mahal.Menurut guru besar Farmakologi Universitas Indonesia, Prof Arini Setiawati, PhD, distorsi ini sebenarnya tidak perlu terjadi bila masyarakat benar-benar memahami benar informasi tentang obat generik dan obat paten.Sederhananya, ada dua kelompok obat yakni obat paten dan obat generik. Obat generik sendiri dibagi lagi menjadi dua kelompok yakni obat generik bermerek dan obat generik berlogo. Bahkan bagi mereka yang paham dunia obat-obatan, obat generik bermerek pun dibagi lagi dalam beberapa ‘kelas’ menurut harganya. Obat generik bermerek ‘kelas 1’ harganya jauh lebih mahal dibanding obat generik bermerek ‘kelas 3’. Mirisnya lagi (sudah menjadi rahasia umum), dokter sebenarnya memberikan obat generik berme rek ‘kelas 1’ atau ‘kelas 2’ namun pasien berpikir bahwa obat yang dia beli itu adalah obat paten. Pasien tidak sadar bahwa obat paten itu harganya sangat mahal dan banyak klinik dan apotik yang tidak menyediakannya. Boleh dibilang, banyak pasien ‘bodoh’ yang berpikir makan obat paten padahal sebenarnya obat generik bermerek.Perlu diketahui bersama, obat paten adalah obat yang masih dilindungi oleh paten. Obat masuk kategori ini karena pembuatannya melalui serangkaian penelitian yang memakan banyak waktu dan biaya. Untuk mengganti biaya-biaya penelitian maka obatobat itu dilindungi oleh hak paten dimana produsen bisa menentukan harga yang pantas untuk obat itu dan produsen lain bisa memproduksinya dengan membayar royalti. Sedangkan obat generik bermerek adalah obat yang telah habis masa patennya sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti. Obat generik bermerek tertentu ini diberi nama atau merek dagang sesuai keinginan produsen obat. Sementara obat generik berlogo adalah obat dengan nama obat yang sama dengan zat aktif berkhasiat yang dikandungnya, sesuai dengan nama resmi International Non Propietary Names yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia. Itulah sebabnya, obat generik bermerek atau obat generik berlogo bisa berharga lebih murah dan ekonomis karena tidak mengeluarkan biaya untuk penelitian dan pengembang an awal serta royalti. Tentu, obat generik berlogo menjadi obat yang berharga paling murah.Bicara soal khasiat, obat paten maupun obat generik memiliki ketersediaan hayati dan efek terapi yang setara. Keduanya memiliki zat aktif yang sama, memiliki kekuatan dan konsentrasi yang identik dan bekerja dalam tubuh dengan cara yang sama pula. Yang membedakan keduanya adalah pada bentuk, warna, aroma, kemasan dan penambahan zat-zat pembantu lainnya. Umumnya efek sampingpun tidak terjadi pada kedua obat ini. Bila terjadi efek samping, kemungkinan bisa disebabkan adanya perbedaan zat pembantu yang digunakan dan pasien menderita reaksi alergi ter hadap zat pembantu tersebut. Tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi dan hal tersebut sudah diperhitungkan sebelum obat generik diproduksi. Jadi, kesimpulannya, obat paten bukan obat yang paling mujarab tetapi obat yang memiliki hak paten.Tapi sayang, pemahaman yang benar tentang kelompok obat ini belum merata di tengah masyarakat. Masih banyak yang menganggap obat generik kurang bermutu dan tidak ampuh menyembuhkan penyakit. “Sebagian masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas masih gengsi untuk membeli obat generik karena menganggap obat generik tidak ampuh untuk menyembuhkan. Persepsi yang salah mengenai obat generik itu sangat disayangkan,” ujar Ketua Umum Ikatan Apoteker Indonesia, Drs. Nurul Falah Eddy Pariang, Apt.Menurutnya, selama obat generik diproduksi dari produsen yang memiliki citra baik dan terdaftar di BPOM, masyarakat tidak perlu mempertanyakan lagi kualitasnya. Pasti sama baiknya dengan obat bermerek besar yang mungkin sudah dikenal lebih dulu. Bedanya, cuma pada harga.