Yang Benar Belum Tentu Nyaman
Tentang ketegangan antara hati dan nilai yang dijaganya.
Orbit Relasional – Psikospiritual
Ada masa ketika hati tahu yang benar, tapi enggan melakukannya. Bukan karena lemah, melainkan karena sadar: kebenaran kadang datang dengan kehilangan. Dan di titik itu, manusia diuji bukan oleh pilihannya, tapi oleh kesetiaannya pada nurani.
Yang benar belum tentu nyaman, tapi yang nyaman belum tentu benar. Dalam disonansi antara nilai dan rasa, manusia belajar bahwa ketenangan sejati lahir bukan dari keinginan yang terpenuhi, melainkan dari hati yang tetap jujur pada dirinya sendiri.
Kita sering mengira yang benar selalu terasa baik. Padahal, yang benar sering menuntut pengorbanan yang sunyi. Melepaskan sesuatu yang dicintai, menolak sesuatu yang tampak indah. Nilai tidak selalu berjalan seiring dengan rasa; kadang keduanya justru saling menarik dalam diam.
Ada cinta yang harus dijaga dengan jarak. Ada kebaikan yang harus menahan diri untuk tidak menyenangkan semua orang. Di sanalah letak tegangan batin: antara dorongan hati yang ingin dekat, dan suara nilai yang berkata cukup.
Yang benar tidak selalu menyenangkan, dan yang menyenangkan tidak selalu benar. Tapi di tengah dua arus itu, ada keindahan yang hanya bisa dirasakan oleh jiwa yang memilih dengan sadar. Ia mungkin terluka, tapi lukanya jernih: luka yang tahu arah.
Menjaga nilai bukan berarti membenci. Justru karena cinta itu besar, ia menolak berubah menjadi sesuatu yang melanggar dirinya sendiri. Keteguhan bukan bentuk keras hati, tapi bentuk penghormatan terhadap makna yang lebih dalam.
Banyak orang mencari kenyamanan di luar, tapi lupa bahwa kedamaian sejati datang dari dalam. Dari keberanian untuk tetap benar, meski tidak disukai, meski harus berjalan sendiri. Karena yang tenang bukan yang menang, tapi yang jujur pada nurani.
Ketika akhirnya badai emosi reda, yang tersisa hanyalah rasa lega yang tak bisa dijelaskan: lega karena tak melukai hati siapa pun, termasuk hati sendiri. Di situlah kenyamanan sejati muncul, bukan dari situasi, tapi dari kesadaran bahwa tidak semua yang nyaman menuntun pada damai.
Dan di ujung sunyi itu, seseorang belajar bahwa kebenaran tidak butuh penjelasan. Ia cukup dijalani, dengan tenang, meski tanpa tepuk tangan.
Catatan
Tulisan ini merupakan Esai Resonansi Sistem Sunyi: bagian dari zona reflektif yang beresonansi dengan inti
Sistem Sunyi, sebuah sistem kesadaran reflektif yang dikembangkan secara mandiri oleh Atur Lorielcide melalui persona batinnya, RielNiro.
Pengutipan sebagian atau keseluruhan isi diperkenankan dengan mencantumkan sumber:
RielNiro / Lorong Kata – TokohIndonesia.com.
(Atur Lorielcide / TokohIndonesia.com)