Setelah proklamasi kemerdekaan, ia menyatakan bahwa kerajaannya merupakan bagian dari negara RI. Bahkan untuk menyatukan sikap menentang kembalinya kekuasaan Belanda, ia memprakarsai pertemuan raja-raja Sulawesi Selatan di Watampone pada September 1945.
Pendiri Taman Siswa ini adalah Bapak Pendidikan Nasional. Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Hari lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang terkenal ialah tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan). Ia meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 28 April 1959 dan dimakamkan di sana.
Dalam upaya mempersatukan seluruh Indonesia, doktor ilmu pasti pertama Indonesia ini pernah mengeluarkan pernyataan yang dikenal dengan "Manifes Ratulangi", yakni seruan kepada pemimpin-pemimpin Indonesia bagian Timur untuk menentang setiap usaha yang bertujuan memisahkan Indonesia bagian Timur dari NKRI.
Lahir dan besar di lingkungan pesantren, kemudian sempat menjadi guru agama, Teungku Cik di Tiro menjadi seorang pejuang pembela agama dan bangsanya dari penjajahan Belanda. Dia seorang pejuang yang tidak mengenal istilah berdamai, apalagi kompromi dengan kolonial.
Ia turut bertempur saat perang mempertahankan kemerdekaan berkecamuk di Kalimantan. Kiprahnya bagi kemajuan masyarakat ia tunjukkan saat menjadi Bupati Kotawaringin, Gubernur Kalimantan Tengah, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Walau menyadari bahwa kekuatan kolonial Jepang sulit ditandingi, namun dengan semangat yang kuat, Supriyadi bersama teman-temannya tetap melakukan perlawanan.
Keberhasilan Mayor Jenderal Anumerta D.I. Panjaitan membongkar rahasia kiriman senjata dari Republik Rakyat Cina (RRC) untuk Partai Komunis Indonesia (PKI) serta penolakannya terhadap rencana PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri atas buruh dan tani, membuat dirinya masuk daftar salah satu perwira Angkatan Darat yang dimusuhi oleh PKI. Kebencian PKI itu kemudian berujung pada aksi penculikan serta pembunuhan dirinya saat pemberontakan Gerakan 30 September 1965.
Mayor Jenderal TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo dianugerahi penghargaan sebagai Pahlawan Revolusi. Mantan IRKEHAD kelahiran Kebumen, 23 Agustus 1922, ini gugur di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965 sebagai korban dalam peristiwa Gerakan 30 September/PKI.
Lahir dan besar di lingkungan pesantren, kemudian sempat menjadi guru agama, Teungku Cik di Tiro menjadi seorang pejuang pembela agama dan bangsanya dari penjajahan Belanda. Dia seorang pejuang yang tidak mengenal istilah berdamai, apalagi kompromi dengan kolonial.
Dari hasil karya tangannyalah tercipta bendera merah putih yang dikibarkan pertama kali pada saat proklamasi kemerdekaan. Ia pula yang menjadi pendamping perjuangan Soekarno membawa bangsa ini menuju kemerdekaan.