Ahli Forensik Legendaris Indonesia

Mun’im Idries
 
0
11573
Munim Idries
Munim Idries | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Ia merupakan salah satu dari sedikit saja ahli bedah forensik yang dimiliki Indonesia. Pendapat profesionalnya sering digunakan pada kasus-kasus kriminal serius yang rumit. Ahli forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ini berani membuka hal-hal yang tergolong sensitif seperti kelainan seks teroris Noordin M. Top dan penyebab kematian aktivis buruh Marsinah dan Munir. Ia menghembuskan nafas yang terakhir pada 27 September 2013 di usia 66 tahun.

Dr. Abdul Mun’im Idries, Sp.F lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, 25 Mei 1947. Anak keenam dari 11 bersaudara ini awalnya tidak berniat menjadi seorang dokter. Setamat SMA, ia ingin melanjutkan studi di jurusan kimia sebuah institut teknik ternama. Namun sayang, niatnya itu terhambat oleh kondisi finansial keluarga yang tidak memungkinkannya kuliah di luar kota. Ia akhirnya mengambil pendidikan dokter umum di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan lulus tahun 1971. Saat menimba ilmu kedokteran, Mun’im tertarik pada dunia forensik karena menurutnya ilmu tersebut dinamis dan banyak tantangan. Untuk menunjang minatnya pada forensik, Mun’im melanjutkan pendidikan spesialis bidang forensik dan lulus tahun 1979 dari kampus yang sama.

Dokter yang identik dengan jaket kulit hitam ini kemudian berkecimpung di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Terakhir ia tercatat sebagai Lektor di IKF FKUI, ketua tim pemeriksa di TKP (Lembaga Kriminologi UI/IKF FKUI-PMJ dan ketua BPA (Badan Pembelaan Anggota).

Keputusannya untuk menggeluti dunia forensik akhirnya melambungkan namanya. Keahliannya sering digunakan oleh pihak kepolisian termasuk menjadikannya sebagai dosen/penanggung jawab Ilmu Kedokteran Forensik pada Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) sejak angkatan 37. Itulah sebabnya, Kepala Polisi Republik Indonesia Jenderal Timur Pradopo mengaku cukup mengenal Mun’im dan mengatakan bahwa Mun’im termasuk orang yang loyal terhadap pekerjaan. Mun’im bukan hanya seorang dokter ahli forensik tetapi sudah melahirkan beberapa ahli forensik di Indonesia. Menurut Kepala Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK UI RSCM dokter Yuli Budiningsih, setidaknya ada tiga profesor dan belasan staf yang sudah dikader Mun’im.

Dalam bukunya, X Files: Mengungkap Fakta Kematian Bung Karno Sampai Munir, Mun’im menyatakan bahwa Bung Karno dibiarkan meninggal secara pelan-pelan. Pribadi Soekarno yang sangat aktif dan dinamis menjadi “rusak” oleh depresi karena ia terpenjara di Istana Bogor.

Nama Mun’im mengemuka karena terlibat dalam penyelidikan atas kematian tokoh atau figur penting dan kejahatan-kejahatan besar di negeri ini. Mulai dari Soekarno, kasus pembunuhan artis terkemuka era 1980-an, Ditje Budimulyono, kasus penembakan misterius yang marak di tahun 1980-an, kasus perkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998, kasus Semanggi dan Trisakti, kasus Antasari Azhar, kasus Tommy Winata, kasus Marsinah, dan sebagainya.

Kasus terakhir yang sempat ia “sentuh” sebelum meninggal adalah kasus pembunuhan Franciesca Yofie di Bandung, Jawa Barat. Adik kandung Prof. Dr. dr. Dadang Hawari, SpKJ ini bahkan diundang ke acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di tvOne, pada Selasa 27 Agustus 2013. Pada acara itu, Mu’nim menyatakan ada kejanggalan dalam autopsi jenazah Franciesca sebab visum Franciesca dibuat oleh dokter umum, bukan ahli forensik. Itulah sebabnya, Mun’im mengkritik rekannya di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dengan menyatakan bahwa hasil visum di RS Hasan Sadikin tidak memenuhi standar pemeriksaan forensik. Pernyataan Mun’im yang kritis ini bukanlah yang pertama. Apalagi Mun’im selama ini dikenal sebagai dokter forensik yang suka bicara blak-blakan dan berani membuka hal-hal yang tergolong sensitif. Dia tidak takut mengatakan kebenaran dan tidak mau menyimpangkan kebenaran sesuai pesanan pihak tertentu.

Misalnya, dalam bukunya, X Files: Mengungkap Fakta Kematian Bung Karno Sampai Munir, Mun’im menyatakan bahwa Bung Karno dibiarkan meninggal secara pelan-pelan. Pribadi Soekarno yang sangat aktif dan dinamis akhirnya “rusak” oleh depresi karena ia terpenjara di Istana Bogor.

Mun’im juga pernah mengatakan bahwa tim dari Universitas Indonesia (UI) menemukan kelainan di jasad gembong teroris Noordin M Top, pentolan teroris Jemaah Islamiyah. Kelainan itu adalah bentuk corong di dubur pria yang mempunyai sejumlah istri itu. Menurut Mun’im, bentuk corong itu merupakan tanda-tanda Noordin sering disodomi.

Sementara pada kasus aktivis buruh Marsinah, Mun’im menyanggah penyebab kematian Marsinah karena kemaluannya ditusuk oleh balok. Menurutnya, barang bukti yang dipakai untuk menusuk kemaluan korban ternyata lebih besar dari ukuran luka yang terdapat dalam tubuh korban. Demkian juga karena kerusakan yang begitu hebat atas kemaluan korban hingga tulang kemaluan korban patah berkeping-keping maka Mun’im menyimpulkan bahwa luka di kemaluan korban bukan karena benda melainkan akibat luka tembak.

Sedangkan pada kasus Munir, mantan anggota Tim Pencari Fakta Munir ini juga meyanggah laporan yang menyatakan bahwa kematian Munir akibat keracunan arsenik yang dimasukkan dalam jus yang diminumnya di dalam pesawat. Munim berpendapat bahwa arsenik tersebut dimasukkan dalam kopi atau teh yang diminum Munir di Coffe Bean saat pesawat transit di Singapura. Alasannya, “Menurut saya, hal itu sangat tidak mungkin. Sebab arsenik itu mudah larut di air panas (hangat) bukan air dingin. Tetapi tim yang berangkat membuat skenario sendiri bahwa arsenik itu dimasukkan ke minuman jus. Itu kan dingin, arsenik akan mengendap, kelihatan. Jadi kalau ingin larut harus di air panas atau hangat. Itu yang dipakai” (X Files: Mengungkap Fakta Kematian Bung Karno Sampai Munir halaman 87).

Advertisement

Pada kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, Mun’im juga bicara blak-blakan. Mun’im mengatakan bahwa kondisi mayat Nasrudin sudah dimanipulasi saat tiba di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Mun’im juga mengatakan, saat itu ada permintaan dari penyidik untuk menghilangkan salah satu bagian dalam hasil visum, yakni soal data-data seperti diameter peluru. “Sejak saya menjadi dokter ahli forensik dari tahun 1979, baru kali ini saya diminta menghilangkan data,” ujarnya. Terkait kasus ini, Antasari Azhar akhirnya divonis bersalah oleh Majelis Kasasi dan dihukum 18 tahun penjara. Sampai saat ini Antasari tidak menerima putusan tersebut. Mun’im kemudian membantu Antasari untuk mencari bukti baru sebelum mengajukan Peninjauan Kembali dalam kasus yang menjeratnya.

Sebagai pakar forensik, Mun’im terbilang produktif dalam menulis artikel dan buku. Dalam bukunya, Mun’im bisa mengolah kata sehingga rumitnya ilmu forensik bisa dimengerti oleh orang awam. Sedikitnya 30 buku sudah ia tulis, salah satunya “Indonesia X-Files, Mengungkap Fakta dari Kematian Bung Karno Sampai Kematian Munir” yang terbit Juni 2013.

Dr. Mun’im Idries menghembuskan nafasnya yang terakhir Jumat dini hari, sekitar pukul 02.30 WIB, 27 September 2013 pada usia ke-66 tahun. Ia meninggalkan satu istri, enam anak, sembilan cucu dan satu orang cicit. Sebelum meninggal akibat penyakit komplikasi (kanker pankreas, jantung koroner dan diabetes), ia sempat dirawat beberapa minggu di RSCM yang selama ini juga menjadi tempatnya bertugas.

Menurut Elita Mirnawati (44), anak ketiga Mun’im dari istri pertamanya Kiswati, Mun’im memiliki riwayat penyakit diabetes sejak 15 tahun yang lalu dan penyakit jantung sejak 3 tahun yang lalu. Sejak itu, Mun’im sudah sering keluar masuk rumah sakit. Almarhum Mun’im disalatkan di Masjid Ar-Rahma Menteng Pulo, Jakarta Pusat, dan dimakamkan di Taman Pemakanan Umum Menteng Pulo, Jakarta. Bio TokohIndonesia.com | cid, red

Data Singkat
Munim Idries, Dokter spesialis forensik / Ahli Forensik Legendaris Indonesia | Ensiklopedi | dokter, pakar, kedokteran, spesialis, Polri, forensik, RSCM, kriminal

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini