Chief Executive Officer PT. Metrocom Global Solusi
Bobby Sangka
CEO PT Metrocom Global Solusi (MGS), Roberto Blasius Sangka yang populer dipanggil Bobby Sangka berhasil membawa perusahaan masuk dalam daftar sepuluh besar perusahaan IT di Indonesia dan sudah dipercaya mengerjakan proyek-proyek IT di sektor pemerintah dan swasta. Cucu dari pendeta martir Toraja, Pdt. Pieter Sangka Palisungan ini mengedepankan kepemimpinan yang memberdayakan dan selalu melihat sisi terbaik orang lain. Sosok yang sayang keluarga ini punya keyakinan bahwa teknologi informasi bisa menjadi salah satu alat untuk mendorong keberhasilan dan perubahan.
Nama:
Roberto Blasius Sangka, B.Sc
Nama Populer::
Bobby Sangka
Jabatan::
Chief Executive Officer PT. Metrocom Global Solusi
Lahir::
Makassar, 23 November 1966
Istri:
Agustina Sangka (menikah 11 Oktober 1997)
Anak:
- Treescha Natascha Sangka
- Chelsea Maurizia Sangka
- Viona Kinaya Jean Sangka
Ayah:
Prof. Ir. Samuel Sangka, MSME
Ibu:
Elizabeth Warouw
Pendidikan:
S1 Computer Science (Electrical Engineering), Washington State University, USA, 1989
Karier:
- Presiden Direktur, PT. Metrocom Global Solusi, 2020-sekarang
- Pendiri dan Direktur Operasi, PT. Metrocom Global Solusi, 1998-2020
- Manager of MIS, NovaSprint Consulting PTE, LTD, 1996-1998
- Project Manager di Summit, Pte. Ltd, 1996
- Assistant Manager of Professional Services, PT. Sisindosat, 1991-1996
- Konsultan untuk Proyek Bank Exim Jakarta di SGV Utomo / Andersen Consulting, 1990-1991
- Ketua Harian IKaT Nusantara, 2022-sekarang
- Ketua panitia acara HUT Gereja Toraja yang ke 75 tahun 2022
- Ketua panitia peresmian Gereja Toraja Jemaat Bintaro, Februari 2023
- PT. Metrocom Jaddi Technology
- PT. Terralogiq Integrasi Solusi
- PT. Permata Anugrah Abadi
- PT. Appsensi Tiga Ribu
- PT. Rantai Data Pintar
- PT Metrocom Giga Synergy
http://www.metrocom.co.id/
Instagram::
https://www.instagram.com/bobbysangka/
Pusat Data Tokoh Indonesia (updated 13/4/2023)
Jalan Hidup Si Penggemar IT
Bobby Sangka, kelahiran Makassar, 23 November 1966, besar di tengah keluarga akademisi. Dia masih ingat betul bagaimana kedua orang tuanya mendidik dengan ketulusan dan penuh kasih. Tidak hanya lewat ucapan tetapi juga lewat perbuatan dimana mereka selalu menanamkan bahwa pendidikan itu penting dan senantiasa menjaga hubungan yang intim dengan Tuhan.
Ayahnya, Prof. Ir. Samuel Sangka, MSME merupakan lulusan teknik mesin ITB Bandung yang kemudian mengabdikan keilmuannya di Universitas Hasanuddin Makassar. Saat ayahnya melanjutkan studi S2, Bobby Sangka yang waktu itu duduk di bangku SMP kelas 2 di kota Makassar, ikut diboyong ke Negeri Paman Sam (Amerika).
Pada masa SMP di luar negeri itulah, Bobby mulai mengenal dan menaruh minat yang besar pada dunia teknologi informasi (IT). Bobby juga termasuk hebat dalam pelajaran matematika dan selalu mendapat nilai 10 di kelas. Melihat minat dan kemampuan Bobby itu, ayahnya hadir sebagai sosok yang sangat mendukung minat Bobby pada dunia IT.
Masih segar dalam ingatan Bobby, saat di kelas 3 SMP, sang ayah menanyakan jurusan studi pilihannya, yang dia jawab mau belajar teknologi informasi. Mendengar hal itu, ayahnya menjawab, “Sudah jauh-jauh ke Amerika ya kamu harus belajarnya juga IT. Kamu cocok masuk IT.” “Di Indonesia kan belum ada saat itu. Beliau paham kalau saya memang jago matematika,” kenang Bobby tentang ayahnya.
Hal lain yang sangat diingat Bobby tentang ayahnya adalah beliau merupakan pribadi yang sangat tegas, pemberani, idealis dan mendedikasikan hidupnya untuk bidang keilmuannya. Namun sedihnya, satu hari sebelum dilantik menjadi anggota dewan, ayahnya dipanggil pulang oleh Tuhan. Peristiwa ini terjadi ketika Bobby sudah pulang ke Indonesia.
Sedangkan ibunya, Elizabeth Warouw yang berdarah Manado, adalah sosok perempuan yang setia dan sangat menyayangi anak-anaknya, bahkan memberi banyak waktunya untuk aktif dalam bidang sosial dan pelayanan gerejawi. Bobby mengaku tidak malu disebut ‘anak mami’ karena sangat dekat dengan ibunya. Soalnya, hampir setiap hari Bobby teleponan dengan ibunya.
Seiring dengan berjalannya waktu, minat Bobby pada dunia teknologi informasi terus menyala. Itulah sebabnya, setamat SMA, Bobby melanjutkan kuliah ke Washington State University, USA, mengambil bidang ilmu Computer Science (Electrical Engineering) dan lulus pada tahun 1989.
Selesai kuliah, Bobby memutuskan pulang ke Tanah Air. Dia sempat tinggal dan beradaptasi selama enam bulan di kota kelahirannya lalu merantau ke Jakarta untuk merintis karier dan bekerja di beberapa perusahaan asing. Dia pernah bekerja sebagai konsultan untuk proyek Bank Exim Jakarta di SGV Utomo/Andersen Consulting (1990-1991). Dia kemudian bekerja sebagai Assistant Manager of Professional Services di PT. Sisindosat selama lima tahun, 1991-1996. Keluar dari PT. Sisindosat, Bobby melamar dan bekerja sebagai Manager of MIS di NovaSprint Consulting PTE, LTD (1996-1998).
Pada 11 Oktober 1997, Bobby melepas lajang dan menikahi seorang perempuan cantik bernama Agustina Sangka. Setelah menikah, istrinya mengundurkan diri dari perusahaan Bank tempatnya bekerja, dan sepenuhnya menjadi ibu rumah tangga.
Saat itu mereka memilih tinggal di rumah kos-kosan di daerah Bintaro Jakarta Selatan. Padahal keduanya sama-sama berasal dari keluarga mapan, namun mereka tidak tidak pernah mau menyampaikan keadaannya kepada orang tua dan mertuanya. Selama dua bulan indekos, sang istri meminta supaya sebaiknya mencari rumah kontrakan saja, dan mereka berdua pun pindah.
Saat baru menikah, Bobby yang gemar traveling ini mengaku dirinya hanya memiliki mobil Timor. “Kami mulai semuanya dari nol,” urainya. Barulah di tahun 2002, Bobby bisa membeli mobil baru dan rumah.
Mendirikan Perusahaan IT Sendiri
Pada tahun 1998, dunia khususnya kawasan Asia, dilanda krisis moneter. Krisis moneter ini dimulai sejak 2 Juli 1997 dan berlangsung selama dua tahun. Parahnya, krisis moneter itu berubah menjadi krisis ekonomi sebab kegiatan ekonomi menjadi lumpuh karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan pekerja yang menganggur. Perusahaan-perusahaan besar asing di Indonesia banyak yang goyah bahkan hengkang, pulang ke negaranya masing-masing.Di tengah kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian itu, Bobby yang baru menikah, mulai berpikir untuk melakukan suatu terobosan. Ada satu hal positif yang Bobby peroleh selama bekerja di perusahaan asing yaitu sudah terbiasa untuk ‘fight’ dan tidak hanyut dengan masalah/keadaan.
Pria yang “jago” matematika dan selalu dapat nilai 10 ini lantas sering berdiskusi dan berbincang bersama beberapa kawan seprofesi. Mereka kuatir kalau perusahaan tempat mereka bekerja akan meninggalkan Indonesia dan kembali ke negaranya. Di titik itulah Bobby bersama dua partnernya, Indra Pattiasina dan Ibu Gayatri, yang waktu itu bekerja di perusahaan asing juga, memutuskan untuk mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang teknologi informasi bernama PT Metrocom Global Solusi (MGS) pada tahun 1998.
Bobby mengatakan bahwa mereka betul-betul berjuang saat membangun perusahaan terutama pada lima tahun pertama. Saat itu, mereka tidak berafiliasi atau tidak bernaung di bawah sebuah grup perusahaan besar dan nihil pengalaman. Mereka juga mesti berhadapan dengan konglomerasi seperti Multipolar (anak perusahaan Lippo), Metro Data, dan sebagainya. Akibatnya, tidak mudah untuk mendapatkan proyek-proyek yang akan digarap.
Namun berbekal optimimisme dan semangat juang, Bobby, dua partner, dan tim fokus memberikan klien solusi terbaik yang terintegrasi untuk masalah teknologi informasi. Mereka terus meningkatkan kinerja dan kualitas layanannya dengan melakukan diversikasi produk dan inovasi. Mereka hadir dan melayani klien sebagai pemecah masalah, analis independen, manajer proyek, dan pelatih yang berpengalaman dalam penggunaan teknologi informasi untuk meningkatkan keberhasilan klien. Perlahan namun pasti, PT MGS mendapatkan kepercayaan dari banyak orang termasuk perusahaan-perusahaan IT seperti IBM dan lainnya. “Sekarang kalau ada produk baru mau masuk ke Indonesia kita pasti dihubungi apakah mau jadi agennya mereka. Hal ini jadi kebanggaan,” kata Bobby.
Pada masa awal perusahaan berjalan, proyek-proyek yang dikerjakan mayoritas ada di pemerintahan. Sebab pada sektor pemerintahan, skill perorangan masih bisa dipakai, masih bisa dipercaya untuk menjalankan suatu proyek. Berbeda dengan sektor swasta. Saat itu, Bobby dan tim, mulai mendapatkan proyek di Kejaksaan, lalu di Bea Cukai.
Menurut Bobby, butuh waktu empat sampai lima tahun kemudian atau sekitar tahun 2004, mereka baru bisa merasakan roda perusahaan berputar dengan baik. “Saat itu untuk mendapatkan proyek-proyek, kami bekerja keras dan tidak menyerah. Kami terus menampilkan individual-individual dengan kemampuan profesional yang tinggi,” kata Bobby kepada wartawan TokohIndonesia.com. Bobby juga menyadari bahwa perusahaan bisa terus berkembang dan menjadi besar, bukan semata soal kemampuan/keahlian yang ada, tetapi juga karena mereka selalu belajar berserah kepada Tuhan.
Sekarang PT. MGS didukung lebih dari 300 karyawan yang profesional dengan penghasilan/gaji tinggi, dan sudah melebarkan sayapnya dengan 6 anak perusahaan (semacam butik-butik perusahaan) yaitu PT. Metrocom Jaddi Technology, PT. Terralogiq Integrasi Solusi, PT. Permata Anugrah Abadi, PT. Appsensi Tiga Ribu, PT. Rantai Data Pintar, dan PT Metrocom Giga Synergy.
“Kalau Metrocom Solution itu kan system integrator. Kalau anak perusahaan ada yang menangani IT Security, ada yang menangani mobile apps, ada yang sebagai konsultan, ada yang sebagai blockchain (platform) yang kita bikin sendiri, di Indonesia belum banyak. Saat ini di bawah naungan Metrocom Solusi, ada beberapa daerah yang masih dikerjakan,” kata pria humoris ini.
Terkait masa depan MGS ke depan, sosok yang digadang-gadang banyak kalangan untuk maju dalam kontes pemilukada Toraja Utara Sulawesi Selatan tahun 2024 ini mengatakan bahwa perusahaan sudah berjalan selama 25 tahun. Ini artinya, diharapkan pada tahun 2024, MGS sudah IPO (Initial Public Offering) atau go publik. “Karena secara organisasi perusahaan sudah jalan, semua prosedur sudah rapi, dan kalau saya tidak ada di tempat juga tetap jalan. Bahkan juga ketika kedua partner pendiri MGS saat tidak ada di tempat, roda perusahaan mesti tetap jalan,” kata Bobby.
Pemimpin yang Memberdayakan

Bobby menyebutkan bahwa dia sudah menjalani dua dunia di tempat kerja, dia pernah menjadi karyawan dan sekarang menjadi pengusaha. Dia merasa dirinya lebih cocok menjadi pengusaha dan tidak cocok menjadi karyawan yang harus taat dengan aturan jam kantor. Karena sebagai orang IT, terkadang dia bekerja hingga larut malam. Meski demikian, Bobby selalu komit masuk kerja sesuai jam kantor dan kalau diberi target pasti dipenuhi.
Di sisi lain, saat ia menjadi pengusaha, sosok yang rajin dan pekerja keras ini jadi lebih memahami kondisi karyawannya. Dia berusaha melakukan pendekatan-pendekatan agar karyawan betah bekerja karena merasa didukung dan diperhatikan kesejahteraannya.
Misalnya dengan memberikan fasilitas kasbon, membantu karyawan untuk cicil rumah, juga ada semacam CSR yang disiapkan untuk internal. “Artinya buat karyawan itu ada penghargaan semacam kepuasan, reward-nya juga selalu diberikan. Seperti sebelum Covid itu, selama tiga tahun berturut-turut diberikan tur jalan-jalan gratis, ada yang ke Jepang dan negara lainnya,” kata Bobby.
Ketika pandemi Covid terjadi, seluruh pegawai tetap bekerja seperti biasa dari rumah (WFH), seluruh hak-hak karyawan tetap dibayarkan secara full, tidak ada pemotongan. Yang mengejutkan menurut Bobby, karena karyawan WFH, biaya operasional menjadi berkurang seperti biaya perjalanan, biaya kantor, listrik, AC dan sebagainya. Bahkan proyek MGS tetap bagus, berjalan dengan baik. “Kita gak terpengaruh sama sekali, dan untungnya juga lumayan. Jadi kita ya bersyukur puji Tuhan. Memang ada cutting cost di operation karena mereka kerja dari rumah (WFH). Memang tidak ada penambahan karyawan, tidak ada investasi. Tapi hak-hak pegawai semua dibayarkan penuh. Semua tetap berjalan normal. Dan tiap tahun itu ada ada kick offnya,” papar Bobby.
Tak dipungkiri kalau dalam masa pandemi Covid, banyak usaha terkena dampaknya terutama yang bergerak di bidang makanan dan pariwisata. Oleh karena itu, Bobby merasa bersyukur kalau perusahaannya bisa survive dan berkembang di tengah persaingan yang semakin ketat. “Bersyukur kami sampai saat ini masih masuk di sepuluh besar di Indonesia,” kata Bobby.
Beberapa proyek prestisius yang berhubungan dengan pemerintah yang dikerjakan oleh MGS adalah Bank Indonesia. “Sistem Bankingnya yang utama, itu yang dikerjakan oleh MGS,” katanya. Selain beberapa proyek di bank, MGS juga menggarap proyek di KPK dan Telkomsel.
Bobby menuturkan bagaimana perusahaannya bisa dipercaya menggarap proyek-proyek besar. Pada saat mereka memasukkan proposal, mereka sudah yakin akan mampu mengerjakan proyek tersebut karena didukung dengan karyawan-karyawan yang hebat. Mereka sudah menyiapkan berbagai skenario (plan A, plan B, dst) dan sudah mengukur semua mitigasi risiko. Para anggota tim juga sudah paham dengan tugasnya masing-masing dan proyek harus selesai 100%.
Bobby mengakui bahwa proses bekerja sama dalam tim tidak selalu mulus. Selalu ada tantangan terutama di antara anggota tim itu sendiri. Salah satu tantangannya adalah, tatkala Bobby mendapati (bisa membaca) ada anggota tim yang tidak jujur dalam melaporkan progress pekerjaan. Mereka yang tidak jujur ini mesti ditegur bahkan dimarahi agar bisa mengerjakan tugasnya dengan benar. Bobby selalu mengingatkan untuk melaporkan tugas dengan jujur, apa adanya. “Jangan asal bapak senang saja lalu laporkan yang berbeda,” kata Bobby.
Selain kejujuran dan sportivitas dalam memberikan laporan progress pekerjaan, Bobby juga memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada para manager untuk berani mengambil keputusan sendiri (full authority). Bobby menyadari bahwa dirinya tidak bisa mengerjakan semua tugas sendiri dan perlu didelegasikan (delegating responsibility) agar dia bisa mengerjakan hal-hal lain yang lebih strategis.
Bobby percaya pada filosofi “Lebih baik kamu melakukan sesuatu dan menyesal daripada menyesal karena tidak melakukan sesuatu”. Oleh sebab itu, Bobby tak bosan-bosan mendorong para manajernya agar tidak takut mengambil keputusan (independent thinking). “Walaupun keputusan manajer salah, dia akan tetap saya dukung di depan anak buah mereka, tetapi saya akan tegur pada saat berduaan supaya next time tidak buat keputusan yang salah lagi,” jelas Bobby.
Bobby selalu berusaha menjadi pemimpin yang baik, mengayomi dan selalu melihat yang terbaik di dalam diri orang lain. Misalnya, saat dia memberikan proyek kepada seseorang, namun orang tersebut tidak tuntas melakukan kewajibannya kepada pemberi proyek. “Ujungnya sayalah yang harus menyelesaikan. Berikutnya saya masih kasih lagi, dengan harapan mudah-mudahan dia berubah. Dan ternyata dia berubah. Jadi menurut saya sih, orang pasti berubah. Cara kita merubah itu berbeda-beda, ada yang harus dikerasin, ada yang harus dilembutkan,” kata Bobby yang percaya untuk selalu berbuat baik dan membantu orang lain. “Walaupun mungkin diri kita dirugikan oleh orang lain, sikap membantu itu harus tetap ada,” kata Bobby lagi.
Apa yang disampaikan oleh Bobby itu tidak lepas dari nasihat dari sang ayah yang membekas di sanubarinya. Ayahnya mengajarkan, jika membantu seseorang, bersyukurlah kalau kamu tidak ditusuk dari belakang. Artinya, kalau mau menolong orang lain, jangan kita mengingat-ingatnya. Sebab kalau dia tidak menusuk (tidak berbuat jahat) kepada diri kita, hal itu harus disyukuri.
Bobby mengakui bahwa prinsip-prinsip hidupnya juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Kristus. Itulah sebabnya dia berusaha untuk tetap rendah hati dan menjauhkan diri dari sikap arogan. “Seperti yang dituliskan di sana bahwa kalau berbuat baik, tetapi yang terutama adalah mengasihi seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa (1 Ptr 4: 8, red),” kata Bobby.
Melihat pentingnya kekuatan iman/spiritual, selain memperkuat keterampilan dan keahlian karyawan, Bobby juga kerap mengadakan acara siraman rohani kepada seluruh pegawainya, sesuai ajaran agama masing-masing. “Kita bukan hanya mengandalkan diri sendiri saja, tapi tetap harus mengandalkan Tuhan pencipta,” kata Bobby.
Berkat kepemimpinan dan keterlibatannya di beberapa organisasi sosial keagamaan, dia makin sering digadang-gadang berbagai pihak untuk maju dalam kontestasi pemilihan kepala daerah di Toraja Utara Sulawesi Selatan. Meski namanya makin sering disebut, pria yang luwes ini tetap low profile dan tidak memberikan komentar apapun.
Membuat Aplikasi Qlue
PT. MGS yang dipimpin Bobby ternyata pernah membuat aplikasi Qlue yang diluncurkan di jaman Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Lewat aplikasi yang diinstall di smartphone berbasis iOS dan Android ini, warga Jakarta bisa memberikan keluhan langsung tentang sarana dan prasarana publik. Keluhan tersebut juga akan ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang. “Itu kami buat untuk mengetahui keluhan apa yang ada di masyarakat. Itu yang membuatkan kantor pusat kami. Dibuat gratis saat itu,” kata Bobby.
Bobby kemudian menjelaskan cara kerja aplikasi Qlue. Misalnya, ada orang mencoret-coret dinding. Dinding yang dicoret-coret itu difoto dan langsung terdeteksi lokasinya ada di mana. Pesan yang dikirim warga itu, langsung masuk ke ponsel Gubernur Ahok. Kemudian dicari siapa yang bisa mengatasi masalah tersebut dan mesti selesai dalam 1x24 jam. Apabila laporan warga itu tidak juga ditindaklanjuti setelah 1x24 jam, Gubernur akan menindak langsung.
Aplikasi Qlue juga berguna untuk memonitor hasil kerja para pejabat Pemda DKI. Misalnya, ada Camat yang melaporkan bahwa pedagang kaki lima di wilayahnya sudah ditertibkan. Kemudian ada masuk laporan warga, bahwa kaki lima di wilayah Camat tersebut belum ditertibkan. Camat tersebut jadi ketahuan berbohong dan akan diperiksa kebenaran laporannya.
Begitu pula dengan pengerjaan proyek. Tatkala ada proyek yang dilaporkan warga tidak sesuai kualitasnya, akan dilakukan investigasi dan bila terbukti, pihak yang mengerjakan proyek tersebut akan di-blacklist dan tidak bisa dapat proyek lagi. Dengan adanya aplikasi Qlue ini, diharapkan semuanya (manajemen) menjadi terbuka.
Namun sayang, setelah Gubernur Ahok tidak menjabat, aplikasi Qlue tidak diperkuat dan menjadi terbengkalai.
Pemeliharaan Tuhan di Tengah Keluarga
Bobby mengaku sangat bersyukur dikaruniai seorang istri yang baik dan tiga putri yang pintar dan mandiri. Bagaimana dulu dia bersama istri, Agustina Sangka, memulai dari nol, tinggal di rumah kontrakan dan hanya punya mobil Timor. Sekarang dia bisa hidup berkecukupan, menyekolahkan anaknya hingga ke luar negeri dan bisa menjadi saluran berkat bagi orang lain.
Bobby mengakui, sebagai ayah, dia termasuk sangat memanjakan ketiga puterinya. Itulah sebabnya, Bobby tak menyangka dengan didikan dan pola asuh yang ditanamkan dalam keluarga sedemikian rupa, tiga putrinya tetap tampil sebagai pribadi yang mandiri dan sangat membanggakan orang tua. Kenyataan ini membuat Bobby hanya bisa tunduk dalam syukur kepada Tuhan.
Misalnya saat dia dan isteri harus merelakan putri sulungnya, Treescha Natascha Sangka, bersekolah di tempat jauh di New York di usia 18 tahun. Sekarang Treescha sudah lulus S1 bidang Fashion Business Management (BASc) dengan IPK 3.83 (magna cum laude) dan sedang bekerja sebagai Ecommerce Coordinator di Mark Cross, New York, Amerika Serikat.
Saat tahu kakaknya akan melanjutkan sekolah ke Amerika, putri nomor dua, Chelsea Maurizia Sangka yang saat itu berusia 16 tahun, mengatakan ingin seperti kakaknya bersekolah di luar negeri. Bobby mengatakan, kalau Chelsea bisa urus sendiri, silakan berangkat. Ternyata, Chelsea bisa dan menyusul kakaknya di tahun yang sama (2016) bersekolah di Green River College (High School Diploma, General Studies) dan lulus dengan IPK 3,82. Chelsea kemudian melanjutkan pendidikan S1 di Johnson & Wales University mengambil jurusan Culinary Arts/Chef Training dan lulus dengan IPK 3,84 (magna cum laude). Sembari menyelesaikan pendidikan S2 dan menunggu wisuda Mei 2023, Chelsea mempraktikkan ilmunya di dunia kuliner dengan bekerja di beberapa tempat. Terakhir dia tercatat sebagai Barista Starbucks di Rhode Island, Amerika Serikat. Sedangkan yang bungsu, Viona Kinaya Jean Sangka sekarang masih duduk di bangku SMA kelas 1.
Bobby mengaku belajar banyak dari dua puterinya yang pergi jauh dari orang tua untuk bersekolah. Waktu itu, Bobby dan isteri merasa khawatir. Mereka sempat satu bulan berkeliling dan memantau puteri pertama di New York, lalu satu bulan berikutnya mendampingi puteri kedua di kota Seattle. Setelah kembali ke Indonesia, Bobby dan istri hanya bisa berserah kepada Tuhan dan berdoa setiap malam. Apalagi tatkala puteri sulungnya terkena Covid di Amerika, Bobby dan isteri hanya bisa berdoa, berserah dan percaya kalau anak-anaknya senantiasa dijagai Tuhan. Berdoa agar mereka dijauhkan dari mara bahaya dan pergaulan yang buruk.
Bobby dan istri juga bersyukur karena Tuhan mencukupkan semuanya. Bukan hal yang mudah menyekolahkan dua orang anak di Amerika bersamaan. Butuh biaya yang besar. “Ditambah lagi hidup di New York, biaya sewa apartemennya saja besar. Jadi, kita sudah melalui perjuangan itu,” kata Bobby.
Bobby menganggap pengalaman menyekolahkan anak-anaknya adalah sebuah kesuksesan tersendiri. “Ya gimana ya, kita mulai dari nol, dan kami juga nggak menyangka kalau bisa mencapai titik sekarang ini. Kami lebih mementingkan anak-anak, karena tugas sebagai orang tua adalah menyekolahkan anak-anak, dan saya merasa sukses melakukan hal tersebut,” paparnya.
Bobby juga tidak menyangka kalau kebiasaannya bersama istri untuk selalu dekat dengan Tuhan, juga dilihat dan ditiru oleh putri-putrinya. Meskipun mereka jauh dari keluarga, mereka tetap dekat dengan Tuhan. Bobby bercerita dengan penuh haru bagaimana puteri sulungnya menyumbangkan gaji pertamanya ke rumah Tuhan sebagai buah sulung (tanda atau ungkapan syukur atas hasil pertama penghasilan-red). “Pa, aku mau kasih gaji pertamaku sebagai buah sulung ke rumah Tuhan,” kata puterinya waktu itu.
Mendengar niat puterinya itu, Bobby menjadi heran karena tidak tahu dan tidak pernah mengajarkan apa itu buah bungaran atau buah sulung. Puterinya kemudian menjelaskan bahwa hal itu ada di dalam Alkitab, dimana hasil pertama dari pekerjaan dipersembahkan kepada Tuhan. Pemahaman itu didapat sendiri oleh putrinya dan dia mau melakukannya.
Tidah berhenti sampai di situ, ketika puteri sulungnya mendapat kenaikan gaji, dia kembali menyumbangkan gajinya ke rumah Tuhan. Menurut Bobby, teladan puterinya itu membuat dirinya makin bahagia dan tidak jemu-jemu untuk berbuat baik dan membantu orang lain/sesama.
Bobby tercatat cukup aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan. Dia pernah dipercaya menjadi ketua panitia acara HUT Gereja Toraja yang ke 75 tahun 2022. Jarak yang jauh, Jakarta-Toraja Utara, tidak menjadi kendala untuk membuat acara itu bisa berjalan dengan baik. Hal yang sama terjadi saat menjadi ketua panitia peresmian Gereja Toraja Jemaat Bintaro pada Februari 2023. Acara yang dihelat tiga hari itu butuh dana besar sekitar lima ratus juta. Berkat kasih karunia Tuhan, dana bisa terkumpul dengan cepat sehingga acara dapat berlangsung sukses dan semua pihak takjub dalam puji syukur.
Rasa syukur Bobby makin besar tatkala mengetahui puteri bungsunya, Viona Kinaya Jean Sangka, juga jago matematika sama seperti ayahnya. Pada saat ngobrol-ngobrol dengan Viona, Bobby menyatakan harapannya untuk suatu saat nanti Viona bisa terpanggil untuk menjadi seorang hamba Tuhan (pendeta). Pasalnya, Bobby melihat pada generasi pertama keluarganya masih ada yang menjadi pendeta yaitu adik ayahnya. Sedangkan pada generasi Bobby tidak ada dan di generasi ke empat (anak-anaknya), belum ada yang kelihatan. Hal yang sama juga terjadi pada isterinya yang selama ini aktif dalam pelayanan di gereja
Penulis: Yenita. Foto: Rigson (dokpri). Editor: ML Paniroy.