Cinta sejati tidak datang dari keinginan untuk memberi, tetapi dari keberadaan yang tak bisa tidak mencinta.
Cinta sejati tidak membeda arah. Ia adalah iman yang telah menjadi kehidupan itu sendiri — memberi, menahan, dan menjaga tanpa nama.
Ada cinta yang lahir dari rasa, dan ada cinta yang lahir dari kesadaran. Yang pertama menghangatkan, yang kedua menyatukan.
Ketika iman telah hidup di setiap lapisan batin, cinta tidak lagi menjadi arah yang dituju. Ia menjadi arus yang bekerja di segala hal. Di tangan yang menolong, di mata yang menatap, di diam yang menjaga.
Cinta yang tidak memilih tidak menunggu kesempurnaan. Ia mengalir bahkan pada yang tak membalas, karena sumbernya bukan kebutuhan, melainkan keberadaan itu sendiri.
Ia tidak mencari kebaikan, tetapi menjadikan keberadaan itu baik. Ia tidak menimbang pantas atau tidak, karena di dalamnya, semua telah dikembalikan ke asal yang sama.
Dan semakin manusia hidup di dalam cinta yang seperti ini, semakin tipis jarak antara dirinya dan yang dicintai. Sampai akhirnya yang mencinta, yang dicinta, dan cinta itu sendiri — lenyap menjadi satu cahaya yang bekerja diam-diam di dalam dunia.
Tulisan ini merupakan bagian dari Fraktal Sistem Sunyi: pecahan gagasan yang mengurai pola batin dan praktik kesunyian dalam bentuk pendek dan terfokus. Setiap fraktal memantulkan prinsip inti Sistem Sunyi dalam skala kecil, sebagai cara merawat kesadaran yang bertahap dan terus kembali ke pusat.
Pengutipan sebagian atau keseluruhan isi diperkenankan dengan mencantumkan sumber: RielNiro – TokohIndonesia.com (Sistem Sunyi)
Lorong Kata adalah ruang refleksi di TokohIndonesia.com tempat gagasan dan kesadaran saling menyeberang. Dari isu publik hingga perjalanan batin, dari hiruk opini hingga keheningan Sistem Sunyi — di sini kata mencari keseimbangannya sendiri.
Berpijak pada semangat merdeka roh, merdeka pikir, dan merdeka ilmu, setiap tulisan di Lorong Kata mengajak pembaca menatap lebih dalam, berjalan lebih pelan, dan mendengar yang tak lagi terdengar.
Atur Lorielcide berjalan di antara kata dan keheningan.
Ia menulis untuk menjaga gerak batin tetap terhubung dengan pusatnya.
Melalui Sistem Sunyi, ia mencoba memetakan cara pulang tanpa tergesa.
Lorong Kata adalah tempat ia belajar mendengar yang tak terlihat.



