Menunggu Tanpa Mengharap
Tentang kesetiaan batin di tengah ketidakpastian.
Orbit Relasional – Psikospiritual
Ada masa ketika yang paling sulit bukan melakukan sesuatu, tapi menunggu tanpa kepastian. Bukan karena tak sabar, tapi karena batin belum tahu harus berharap pada apa. Di antara waktu yang berjalan pelan, seseorang belajar bahwa menunggu pun bisa menjadi laku. Laku untuk percaya, tanpa memaksa.
Menunggu tanpa mengharap adalah latihan batin untuk melepaskan kendali tanpa kehilangan harapan. Ia bukan kelemahan, melainkan kepercayaan pada ritme alam dan waktu. Dalam diam menunggu, seseorang belajar: tidak semua yang ditunda berarti terlambat, dan tidak semua yang hilang berarti selesai.
Ada bentuk sabar yang tidak bersuara. Ia tidak menuntut waktu mempercepat langkahnya, tidak memohon hasil dari apa pun yang belum tiba. Ia hanya duduk tenang di tepi kemungkinan, menjaga agar hatinya tidak ikut berlari bersama keinginan.
Menunggu tanpa mengharap bukan berarti pasrah. Ia adalah cara halus untuk tetap hadir tanpa merenggut kendali. Ada kekuatan di dalam diam itu, kekuatan yang tidak memaksa dunia berjalan lebih cepat dari takdirnya.
Kadang menunggu adalah satu-satunya tindakan yang tersisa. Ketika segala yang bisa dilakukan sudah dilakukan, dan yang tersisa hanyalah ruang antara, tempat di mana waktu bekerja tanpa suara. Di sanalah iman yang paling jujur diuji. Bukan iman yang berdoa agar sesuatu terjadi, tapi iman yang tetap lembut meski tidak tahu hasilnya.
Banyak orang mengira menunggu itu lambat. Padahal di dalam menunggu, sesuatu sedang tumbuh. Tidak terlihat, tapi terasa. Seperti akar yang bekerja dalam gelap sebelum bunga muncul di permukaan. Maka, menunggu bukan jeda dari hidup, ia bagian dari hidup itu sendiri.
Ada yang menunggu dengan gelisah, berharap kabar, tanda, atau kepastian. Tapi ada pula yang menunggu dengan kesadaran, membiarkan makna menua perlahan sampai tiba saatnya matang. Yang pertama menuntut waktu tunduk padanya; yang kedua belajar tunduk pada waktu.
Menunggu tanpa mengharap berarti mempercayakan hasil pada keseimbangan yang lebih besar dari keinginan. Di sana, batin belajar untuk tidak mengatur, tidak menahan, tidak menafsir lebih dari yang perlu. Sebab yang sejati selalu datang tanpa paksaan, dan yang tidak datang pun tetap punya makna.
Kadang, menunggu seperti berdiri di tengah senja. Cahaya belum padam, tapi bayangan sudah memanjang. Tak ada yang perlu dikejar, tak ada yang perlu ditahan. Hanya keyakinan kecil di dada bahwa ketenangan pun bisa menjadi bentuk kesetiaan.
Dan ketika akhirnya sesuatu tidak datang juga, keheningan itu tidak menjadi kecewa. Ia berubah menjadi doa tanpa kata, bentuk kasih paling sunyi yang tidak menuntut balasan.
Catatan
Tulisan ini merupakan Esai Resonansi Sistem Sunyi: bagian dari zona reflektif yang beresonansi dengan inti
Sistem Sunyi, sebuah sistem kesadaran reflektif yang dikembangkan secara mandiri oleh Atur Lorielcide melalui persona batinnya, RielNiro.
Pengutipan sebagian atau keseluruhan isi diperkenankan dengan mencantumkan sumber:
RielNiro / Lorong Kata – TokohIndonesia.com.
(Atur Lorielcide / TokohIndonesia.com)