Yang Pergi Tak Hilang
Tentang kehadiran yang berganti bentuk.
Orbit Metafisik–Naratif
Ada kepergian yang tidak berarti berakhir. Hanya bentuk yang berubah, sementara getarannya tetap tinggal. Kita jarang sadar, kehilangan tidak selalu memisahkan. Kadang hanya memindahkan tempat berdiamnya kasih.
Yang pergi tak hilang; ia hanya berganti wujud menjadi bagian dari kesadaran. Dalam kehilangan, seseorang belajar bahwa kasih tidak terikat pada bentuk, dan kehadiran sejati tidak membutuhkan jarak untuk tetap ada.
Kehilangan adalah bahasa yang semua orang tahu, tapi sedikit yang mau mendengarkan. Ia datang tanpa janji, meninggalkan ruang kosong yang tidak bisa segera diisi. Namun, di balik ruang itu, selalu ada sesuatu yang masih bekerja: ingatan yang menenangkan, doa yang tak bersuara, atau rasa terima kasih yang perlahan tumbuh di antara sisa rindu.
Yang pergi tidak pernah benar-benar hilang. Ia hanya berganti wujud menjadi bagian dari kesadaran kita. Ada yang menjadi doa, ada yang menjadi arah, ada pula yang menjadi cahaya lembut di dalam setiap keputusan yang kita ambil setelahnya.
Kehilangan mengajarkan manusia untuk melihat tanpa mata, mendengar tanpa telinga. Sebab yang pernah hidup di dalam rasa tidak mati bersama tubuhnya. Ia tinggal di antara gema waktu, dalam bentuk yang tidak bisa disentuh tapi bisa dirasakan.
Sering kali kita menolak kehilangan karena ingin menahan kehadiran di bentuk lamanya. Padahal yang sejati tidak pergi; ia hanya menempuh jalannya sendiri menuju bentuk yang lebih tenang. Menerima hal itu bukan tanda pasrah, tapi tanda kedewasaan batin. Memahami bahwa cinta tak pernah berkurang hanya karena berubah tempat.
Ada hari-hari ketika bayangan masa lalu masih lewat pelan. Tidak untuk mengganggu, hanya untuk menyapa. Dan di saat seperti itu, seseorang tahu: apa yang dulu menyakitkan kini sudah menjadi bagian dari dirinya yang lebih luas.
Kepergian bukan akhir; ia hanyalah cara lain semesta menunjukkan keseimbangan. Setiap kehilangan membawa ruang bagi sesuatu yang baru untuk tumbuh. Bukan pengganti, tapi kelanjutan dari yang pernah berarti.
Dan di tengah diam, ketika semua suara reda, kita mulai merasakan kehadiran itu kembali. Tidak lewat bentuk, tapi lewat rasa tenang yang menenangkan dari dalam. Yang pergi ternyata tidak hilang; ia pulang ke tempat yang lebih dalam dari ingatan, ke dalam diri yang telah belajar menerima.
Catatan
Tulisan ini merupakan Esai Resonansi Sistem Sunyi: bagian dari zona reflektif yang beresonansi dengan inti
Sistem Sunyi, sebuah sistem kesadaran reflektif yang dikembangkan secara mandiri oleh Atur Lorielcide melalui persona batinnya, RielNiro.
Pengutipan sebagian atau keseluruhan isi diperkenankan dengan mencantumkan sumber:
RielNiro / Lorong Kata – TokohIndonesia.com.
(Atur Lorielcide / TokohIndonesia.com)