Page 22 - Majalah Berita Indonesia Edisi 11
P. 22
22 BERITAINDONESIA, 20 April 2006BERITA UTAMASejak Mahkamah Internasionaldi Den Haag, Belanda,memutuskan Pulau Sipadandan Ligitan bukan milik Indonesia, melainkan milik Malaysia —setelah diperkarakansejak 1969— trauma terus membayangi Indonesia.Tak ayal, ketika mendengar kabar PulauBidadari, NTT, telah dijual kepada warganegara asing, para petinggi negeri dantokoh bangsa ini mengumandangkannasionalisme.Usut punya usut ternyata si WNA telahmemiliki hak guna bangunan (HGB) yangsecara resmi diberikan instansi berwenangdi daerah. Aturan hukum di Indonesiamemang menggariskan, WNA tidak bolehmempunyai hak milik atas tanah di Indonesia, walaupun mereka diperkenankanmemperoleh hak pakai atau hak gunabangunan atau hak guna usaha (HGU)untuk waktu terbatas (30 tahun di Indonesia).Jadi, perolehan hak pakai, HGB, ataupun hak milik tidak akan menghilangkankedaulatan NKRIatas wilayahnya, termasuk haknya ataspertahanan dan penegakan hukum atastanah itu.Ketua DPR-RI,Agung Laksono,membenarkan WNAtidak bisa menguasaipulau apapun di Indonesia. WNA hanyabisa memiliki HGBdan HGU. “Hak-hakitu bisa diperpanjangbilamana diperlukan. Tapi, kalau sudah waktunya dantidak diperpanjang,harus angkat kaki.Hak-hak itu biasanya terkait kepentingan pengembangan pariwisata,” ujar Agung.Sekadar informasi, Komisi IV DPR-RIyang membidangi Pertanian, Perkebunan,Kehutanan, Kelautan, Perikanan, danPangan saat ini sedang menyusun RUUPengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil.Anggota Komisi IV DPR, Fachri AndiLaluasa, di satu kesempatan, mengatakanUU tersebut sangat urgen dalam rangkamemberikan manfaat serta mendorongpertumbuhan ekonomi masyarakatpesisir, menguatkansistem kelembagaanyang mengelola danmenyelesaikan konflik di wilayah pesisir, serta menjamin akses masyarakat pesisir untukmenguatkan sumber daya pesisiryang dikelola secaralestari.Ditambahkananggota Fraksi Partai Golkar dari DapilSulsel II ini, pulaupulau kecil dan wilayah pesisir memiliki potensi sumberdaya alam yang harus dikelola secaraadil dan bijaksana, sesuai prinsip-prinsipketerpaduan dan keberlanjutan.Sementara itu, dari perspektif pemberdayaan daerah dan kebijakan publik,anggota DPR dari F-PG, DR. Deding IshakPemerintah Mesti Responsif-RasionalKomisi IV DPR sedang menyusun RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.Daerah harus dipacu kreatif dan inovatif mengembangkan potensi yang dimiliki termasukpulau-pulau kecil.Ibnu Suja, menilai sikap waspada bolehboleh saja dilakukan. Namun, kekhawatiran yang berlebihan dan reaksionerjuga salah sebab sikap demikian kontraproduktif dengan upaya penciptaan ikliminvestasi. Jadi, keberadaan pulau-pulauterluar dan pesisir perlu disikapi denganmengedepankan pendekatan ekonomisdan kesejahteraan masyarakat daerah.“Menurut hemat saya, menyikapi persoalan seperti kasus Pulau Bidadarimestinya secara responsif-rasional. Jangan cenderung reaksioner padahal belumtahu secara jelas kondisi sebenarnya.Apalagi, saya yakin, pemerintah daerahtidak akan berani sewenang-wenangmenjual pulau-pulau milik negara ini.Pasti ada rujukan hukum yang menjadidasar kebijakannya,” ungkap anggota DPRdari Dapil Jabar III ini kepada Berita Indonesia.“Sepertinya kita mengedepankan nasionalisme tapi implikasinya malah jadiburuk bagi kita sendiri. Pihak investorasing akhirnya jadi malas menanamkanmodalnya”.Salah satu solusi mengatasi angkakemiskinan dan tingkat pengangguranyang terus menaik adalah bagaimanadaerah mampu secara kreatif menarikinvestasi sepanjang sesuai dengan aturanyang berlaku nasional.“Sepanjang memakai rujukan nasional, pemerintah daerah perlu dipacuuntuk lebih kreatif dan inovatif dalammengembangkan daerahnya, termasukmemberdayakan pulau-pulau kecil yangberada di wilayah administratifnya agardimasuki investor asing. Setiap daerahharus berkreasi menciptakan lapangankerja agar pendapatan dan daya belimasyarakatnya bisa meningkat karenamereka punya pekerjaan. Lapangankerja sendiri ada berkat investasi, baikdari lokal maupun asing,” cetus DedingIshak.Untuk itu, masih kata Deding, semuapengambil kebijakan di daerah dimanapulau tersebut berada harus duduk satumeja, misalnya antara pemerintah daerahdengan pihak DPRD-nya, yang nota benemewakili kepentingan masyarakat. Singkatnya, nasionalisme yang dikedepankanbukanlah nasionalisme sempit.■ AFFACHRI ANDI LALUASADR. DEDING ISHAK IBNU SUJA