Page 45 - Majalah Berita Indonesia Edisi 12
P. 45
(BERITA NASIONAL)BERITAINDONESIA, 4 Mei 2006 45“Banyak sekali kepala desa yang menjadipengurus parpol. Kalau Wapres bisamenjadi ketua partai, mengapa kami yangbukan PNS tidak boleh menjadi pengurus”, ujar Wasekjen Asosiasi Pemerintahan Desa Indonesia, Abdul Hadi memberialasan.Sementara para kades berjuang ke MA,pihak Depdagri tetap bersikukuh menutuprapat peluang itu. Dirjen PemberdayaanMasyarakat Desa (PMD) Depdagri AyipMuflich secara tegas menyatakan, kadesyang masuk parpol harus mundur. Alasannya, setiap kades tidak diperkenankanmemiliki dualisme pengabdian. Semuakades harus nonpartisan dan netral terhadap semua parpol. “Ini untuk menjagaeksistensi dan kewajiban kades sebagaipenyelenggara pemerintahan desa yangmemberi pelayanan secara adil dan tidakdiskriminatif”, katanya (Republika, 6/4).Soal larangan ini, menurutnya, nyatanyata tertuang dalam UU No.12 /2003tentang Pemilu Legislatif maupun UUNo.23/2003 tentang Pilpres. Dalam keduaUU itu dinyatakan secara tegas laranganketerlibatan kades dalam kampanye pemilu legislatif dan pilpres.Soal boleh tidaknya kades masuk parpoljuga jadi wacana di DPR. Ketua DPRAgung Laksono berpendapat, keinginankades menjadi pengurus parpol tak bisadihalangi sebab mereka bukan PNS. Kalaukades dilarang masuk parpol maka pejabat negara lainnya juga harus dilarang,mulai dari presiden hingga bupati/walikota.Wakil Ketua Fraksi PKB Effendi Choiriesependapat dengan Agung. Namun diingatkan, kades yang masuk salah satuparpol akan sangat rentan dimanfaatkansaat pemilu. Bahkan tidak tertutup kemungkinan program desa akan ditumpangi agenda parpol.“Tapi sudah ada yang mengimbangi,yakni Badan Perwakilan Desa”, paparnya.Berbeda dengan Agung dan Choirie,Ketua DPP PAN Patrialis Akbar meolakgagasan kades masuk parpol. “Itu gagasanberbahaya”, ujarnya. Alasannya, kedewasaan berpolitik masyarakat belummatang. Bila kades masuk parpol akantimbul konflik. Apalagi BPD belum bisamenjalankan fungsi kontrolnya secaramaksmal.Apa yang menjadi keputusan MA soaljudicial Review masih harus ditunggu.Kepala Sub Direktorat Kasasi dan PKTUN Abdul Manan menyatakan pengujian PP itu akan diputus dalam satu-duapekan ini. Namun para kades tetapmenuntut perlakuan yang adil dan tidakdiskriminatif. ■ SPGonjang ganjing tuntutan KepalaDesa (kades) berpolitik atauboleh jadi pengurus partaipolitik (parpol) ditanggapiserius Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Partai berlambang Banteng gemuk dan moncongputih itu tidak setuju kades berpolitik.Kades sebaiknya cukup jadi simpatisansaja.Pandangan dan sikapPDIP ini disampaikan secara tegas oleh orang kedua di partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri. Yakni Sekjen DPPPDIP Pramono Anung.Tokoh muda ini berpendapat, kalau hanya inginmenjadi simpatisan parpol, silakan saja. Tapi kalau jadi pengurus parpolakan ada kecendrunganparpol memanfaatkan kadernya yang menjadi kades untuk memobilisasiwarga. Kondisi yang demikian itu jelas tidak sehat. Sebab di desa tidaksekedar pemimpin administratif, tetapijuga sebagai tokoh masyarakat yangmenjadi panutan. “Kalau tidak netral, ituakan mempengaruhi suasana kondusif didesa”, tandasnya seperti dikutip Indo Pos(9/4).Pramono melihat wacana pencabutanPP No.72 Tahun 2005 tentang pemerintahan desa sengaja digulirkan kekuatan partai politik tertentu. “Adakeinginan kuat dari parpol tertentumenggunakan kembali birokrasi pemerintahan untuk tujuan politik. Tidakhanya pemerintahan desa, tetapi jugakabupaten serta provinsi.Sepanjang perjuangan kades menuntutkesejahteraan, Pramono menyatakanpartainya sangat mendukung. Namuntidak dalam soal tuntutan Kades untukberpolitik. Itu dua hal yang berbeda danharus dipisahkan. Kalau soal kesejahteraaan kades, PDIP ikut memperjuangkan secara penuh. Tapi kalau soalkeinginan jadi pengurus parpol, PDIPjelas tidak setuju.Berdampak LuasSenada dengan Pramono, lontaranketidaksetujuan Kades berpolitik jugadisampaikan Wakil Ketua Umum PartaiDemokrat, Achmad Mubarok. Menurutpendapatnya, secara hukum memangtidak masalah jika kades berpolitik. Tapidiluar itu, dampak yang ditimbulkansangat luas.Sebagai gambaran, Mubarok membericontoh mengenai gubernur atau menteriyang menjadi ketua parpol cenderungmasih sering bertindaktidak proporsional. Padahal mereka berpendidikantinggi. “Kalau kades berpolitik, dampaknya terlihat pada sikap pendudukdesa secara langsung”,ujarnya seraya menambahkan bahwa akan sulitmenciptakan kerukunansosial di tingkat desa. Inimengingat karena kadeslangsung bertatap muka,face to face, denganrakyat.Seandainya kadesbenar-benar diijinkan berpolitik, partai tertentu sajayang akan diuntungkan.Sedangkan bagi rakyat,lebih banyak ruginya. “Rakyat hanyadimanfaatkan saja untuk kepentinganparpol”, tegasnya.Ungkapan kekhawatiran kades berpolitik juga dilontarkan Ketua FraksiPartai Keadilan Sejahtera (F-PKS) diDPR, Mahfudz Sidiq. Kendati diakuibahwa menjadi pengurus parpol merupakan hak politik sebagai warga sipilbiasa. Demikian pula secara status, parakades juga bukan pegawai negeri sipil(PNS) yang terikat undang undang tidakboleh menjadi anggota parpol.Namun dalam kondisi sekarang masalah ini perlu dikaji secara kritis.Posisi kades sebagai sesepuh dalamkomunitas masyarakat desa akan berimplikasi pada masalah yang mengarahke politisasi posisi kades. Akibatnya,kades akan menjadi komoditas parpoltertentu, Padahal, selama ini kades tidakdiusung parpol tapi mencalonkan dirisecara pribadi dan diusung masyarakatsetempat.Posisi kades, menurut Mahfudz Sidiq,harus dibedakan dengan posisi politikgubernur, walikota atau bupati. “Bupati,walikota atau gubernur dicalonkan olehparpol. Kades tidak”, jelasnya.■ SPPDIP Tolak Kades BerpolitikPRAMONO ANUNG