Page 14 - Majalah Berita Indonesia Edisi 20
P. 14
14 BERITAINDONESIA, 7 September 2006BERITA UTAMAANGGOTA DEWANDalam pandangan publik, DPR masih stempel karet pemerintah. Mereka jinak, menurutdan tidak banyak mennyalurkan aspirasi rakyat. Jangan-jangan karena disuapi banyakfasilitas dan uang perangsang. Hampir semua fraksi menjadi pendukung pemerintah,sehingga kontrol tidak berkualitas.ang mengalir ke kocek paraanggota Dewan PerwakilanRakyat seperti tak henti-hentinya. Sederet panjang lis—atau tanpa lis—tandatangan penerimaanuang dapat ditelusuri dari tanggal mudasampai tanggal tua. Ada uang gaji, uangsidang, uang pembahasan RUU, uangreses, uang perjalanan keluar negeri sertauang-uang lainnya. Meski sudah kebanjiran duit, masih saja ada anggota Dewanyang tega jadi calo proyek atau calo danabencana. Mereka ini, termasuk dalambarisan anggota parlemen yang benarbenar mata duitan.Sekarang, semua partai dan merekayang merasa punya potensi jadi anggotaDewan sedang pasang kuda-kuda. Jadijangan heran bilamana profesi parlementer dikejar dengan segala cara. Di musimkampanye, mereka berapi-api berteriakdan melontarkan janji untuk menyalurkanaspirasi dan mengedepankan kepentinganrakyat. Tetapi begitu duduk di kursi empuk DPR, mereka lebih sreg dan banggamenyebut diri wakil dari fraksi atau komisi. Karena kedua merk tersebut punyanilai tawar yang tinggi—apalagi jika mewakili fraksi besar dan komisi “basah”—ketimbang menyandang cap wakil rakyat.Kata seorang ibu rumah tangga yangpusing memilah-milah uang gaji suaminya, pegawai negeri sipil bergolonganrendah, “Namanya saja janji politik, seperti goyangan lidah, tidak bertulang.” Diadiminta menilai 550 orang wakil rakyatyang duduk di Senayan, jawabannyahanya keluh kesah. “Ketika kita menderitakesulitan ekonomi seperti sekarang, apasih yang telah mereka perbuat?” Seorangdari kalangan akar rumput, pengemudibecak, Bejo (bukan nama asli), bertanya,“Sampai kapan kita menderita sepertisekarang? Apakah akan terjadi perbaikanekonomi?”Pertanyaan-pertanyaan sederhana inidisuarakan mereka yang benar-benartertindas oleh himpitan ekonomi, khususnya setelah kenaikan harga BBM lebih120 persen, tahun 2005. “Sekarang, cariduit susah, tetapi keluarnya mudah danderas,” tambah Bejo. Bejo ketiban sial. Diapernah merasakan hidup enak tahun1980-an, tetapi nasib membawanya jadiUGedung DPR: Jadi fokus sorotan karena merebaknya praktik percaloanJA