Page 46 - Majalah Berita Indonesia Edisi 32
P. 46


                                    46 BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006BERITA KHAS46 BERITAINDONESIA, 01 Maret 2007Rapel DPRD Batal, Protes JalPemerintah memang sangat peduli pada para anggotaDewan. Apa pun keperluan mereka dicukupi. Namun PP37/2006 yang menjanjikan rapel tunjangan setahun bagipara anggota DPRD menimbulkan protes di mana-mana.Rapel itu dibatalkan sendiri oleh Presiden.barat langit runtuh sekali pun, sebagian dari 15.000 anggota DPRDseluruh Indonesia tetap bertahantidak akan mengembalikan rapeltunjangan komunikasi intensif dan tunjangan operasional yang sudah merekaterima dari masing-masing pemerintahdaerah. Apa boleh buat, ini sudah jadi tekad mereka, meskipun tetangga-tetanggaterdekatnya keluarga miskin yang hidupmenderita lantaran kesulitan ekonomi.Alasannya, dana tersebut telah digunakan untuk biaya operasional selama melakukan komunikasi intensif dengan parakonstituen mereka. Setiap anggota DPRDmendapat rapelan Rp 90.000.000. untuktahun 2006. Memang tindakan merekalegal dan beralasan, karena hal itu diaturdi dalam Peraturan Pemerintah No.37/2006 tentang Kedudukan Protokoler danKeuangan Pimpinan dan Anggota DPRDyang mulai berlaku 14 November 2006.Langkah para anggota DPRD tersebutdidukung oleh Asosiasi Dewan PerwakilanRakyat Daerah Kota Seluruh Indonesia(Adeksi). Adeksi meminta pemerintah konsisten melaksanakan PP 37/2006, karenasudah dibuat berdasarkan beban tugas DPRD.Harian sangat berpengaruh, Kompas(28/1), menurunkan laporan di halamandua, mengutip rekomendasi Rakernas ke6 Adeksi yang dibacakan oleh DirekturEksekutif Adeksi, Rudy Alfonso.Menurut Rudy, Rakernas itu mengeluarkan rekomendasi tersebut, karena dana tunjangan yang diterima anggotaDPRD dimanfaatkan untuk membantukonstituen mereka di daerah. Jika danatersebut tidak disalurkan, atau dihabiskansendiri oleh anggota DPRD bersangkutan,rakyat bisa melakukan mekanisme kontrol. Rudy menjawab protes atas tunjangan yang diterima para anggota DPRD,“itu sebenarnya bukan rapel, tetapi tunjangan yang harus mereka terima selama2006.” “Semestinya mereka sudah mendapatkan tunjangan tersebut sejak dilantik,” kata Rudy seperti dikutip Kompas.Soalnya, PP tersebut sudah lama disusun,dan para anggota DPRD sudah mengeluarkan anggaran pribadi untuk keperluan konstituen mereka.“Apa pun keputusan yang diambil pemerintah merevisi PP tersebut, tetap tidak disukai rakyat,” kata Maswadi Rauf, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia sebagaimana dikutip Media Indonesia (30/1).MI menempatkan berita itu di halaman satu.Alasan Maswadi, PP tersebut hanya menambah penderitaan rakyat. Jalan terbaik, kataMaswadi, PP tersebut dicabut, karena revisiatau apa pun, semangatnya tetap sama.Koran sore Sinar Harapan, dalam tajuknya (8/1), mengedepankan kesulitan yangmungkin dialami oleh para anggota DPRD.Tulis SH, mereka juga manusia biasa yangtidak luput dari kesulitan hidup. Sebagiangaji mereka harus disisihkan untuk disumbangkan kepada partai, dan parakonstituen yang acap kali mendatangimereka. Pada masa kampanye, merekaharus meminjam atau menggadaikan hartamereka dan itu harus ditebus.Namun SH menengarai, jika pemerintah daerah membayar tunjangan, makaRp 1,2 triliun akan terkuras dari kas seluruh pemerintah daerah. Ada Pemda yangtidak keberatan dengan tunjangan tersebut, meskipun PAD mereka pas-pasan.Koran ini menyarankan DPRD harusjuga melihat kesulitan yang dialami oleh10 juta penganggur dan sekitar 60 rakyatmiskin. Jika bertolak dari situ, makamereka semestinya tidak menerimatunjangan tersebut. Lebih bagus dipergunakan untuk mendanai usaha kecil(mikro) yang kesulitan modal.Namun MI dengan sangat tajam menyorot masalah tersebut dalam tajuknya(21/1). PP tersebut nyata-nyata amat menyakitkan rakyat. Menyakitkan karenawakil rakyat mulai melaksanakan regulasitersebut tanpa mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah masingmasing. Libido mereka untuk memperkaya diri dengan uang rakyat, sungguh seperti di ubun-ubun.Sekadar rujukan, seorang anggotaDPRD di DKI Jakarta menerima gaji Rp5,2 juta sebulan. Dari gaji tersebut, 20persen disisihkan untuk membayariuran wajib bulanan ke partai. Diamengeluarkan biaya transpor (ojek) Rp600.000 sebulan. Harapannya, denganPP tersebut, dia akan memperolehtambahan penghasilan dari TKI dan DOsebesar Rp 7,5 juta sebulan, atau jikadirapel Rp 90 juta.Penolakan MerebakKompas, dalam laporannya (8/1),mengutip keterangan Sekjen ForumTransparansi Anggaran (Fitra) Arif NurAlam. Menurut Arif, PP tersebut melanggar UU No.32/2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No.33/2004 tentangPerimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Selain itu juga menyalahi UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara. Intinya,di dalam ketiga undang-undang tersebut,tahun anggaran berlaku dari 1 Januarisampai 31 Desember. Dengan demikiananggaran 2007, tidak bisa mengalokasidana untuk membayar TKI dan TO.MI (9/1), menempatkan laporannyatentang penolakan terhadap PP tersebutdi berbagai daerah, di halaman satu. DiYogya, unjuk rasa dilakukan ratusanmahasiswa dan warga mendesak agarDPRD membatalkan Perda No.6/2006tentang pelaksanaan pembayaran rapeltunjangan, mengacu pada PP 37/2006.Mereka menuntut agar PP itu dibatalkan,dan peraturan daerahnya dicabut.Sedangkan harian Indo Pos (13/1) di haI
                                
   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50