Page 60 - Majalah Berita Indonesia Edisi 33
P. 60
60 BERITAINDONESIA, 15 Maret 2007BERITA FEATUREMusuh BesarWashingtonMoqtada al-Sadr merupakamenolak invasi Amerika ke nasionalis dan Islam radikasebagai pelindung – pemimtetapi juga menyerang musmembuat Amerika kewalahoqtada al-Sadryang lahir 12Agustus 1973 inisudah lama menjadi target utama dari kelompok milisi Sunni. Akhir November 2006, kelompok milisiSunni melakukan penyerangan terbesar semenjak 2003.Serangan berupa bom mobildan mortir membunuh lebihdari 200 orang di Sadr City,kota yang dihuni 2 juta penduduk Irak yang didominasioleh Mahdi Army (TentaraMahdi). Milisi Syiah langsungmembalas menyerang masjidmilisi Sunni dengan roket danmortir serta membakar tempat-tempat ibadah lainnya.Sedikitnya 30 orang tewas. Milisi Sunni tidak tinggal diam.Mereka membalas denganmengeksekusi mati 21 pria didua rumah di Provinsi Diyala.Untunglah balas dendam berdarah tidak melebar karenatentara-tentara Amerika dansekutu berhasil mengatasi keadaan.Kehadiran Moqtada al-Sadrmenjadi dilema bagi Washington: Jika Amerika meninggalkan Irak secepatnya, pemimpin militan seperti Moqtadaakan bertindak lebih dari yangpernah dilakukannya dan dikhawatirkan perang sipil semakin memburuk. Di sisi lain,jika Amerika semakin lamabertahan di Irak, popularitasAmerika semakin menurunsementara popularitas Moqtada semakin meningkat.Ribuan penduduk Irak tewas di tangan Mahdi Armydan beberapa kelompok Syiahdan Sunni yang lain. Penduduksipil ini mati dibunuh dengansadis. Mayat-mayat bergelimpangan di jalan dengan lukabakar akibat cairan asam dipunggung mereka, atau lukaberlubang di lutut, perut dankepala akibat bor elektrik. Bagikalangan awam di Irak, Amerika justru dianggap palingbertanggung jawab terhadappertumpahan darah tersebut -karena kehadiran merekalahnyembul sebab ada pistol dibaliknya. Mereka menyeringailalu memanggil Fatah alSheikh, sahabat keluarga yanghadir di situ. Semua orang dimasjid itu tahu bahwa merekaadalah orang-orangnya Saddam. Salah satu dari merekamemberikan Moqtada segepokuang yang dibungkus dengankertas putih. “Itu adalah pesandari Saddam Hussein,” kenangSheikh. “Mereka ingin memberitahukan Moqtada, ‘Kamimembunuh ayahmu.’ Merekaingin melihat apakah Moqtadabisa dibeli dengan uang itu.”Moqtada menolak uang itu,menolak berjabat tangan danmenyuruh orang-orang itukeluar dari masjid. Seorangpemuka agama mengikuti mereka keluar lalu meminta maafatas sikap Moqtada tersebutdan menerima uang itu sebabia tahu bila menolak uang itu,berarti akan dibunuh. Melihatkeadaan yang genting tersebut,Moqtada segera menutup acara berkabung dan membatalkan rencana berkabung selamadua hari.Sheikh mengatakan semenjak saat itu, selama empattahun, polisi rahasia Saddampenyebabnya.Moqtada al-Sadr pada awalnya tidak menarik perhatianpublik ketika Amerika menginvasi Irak tahun 2003. Bahkan di kalangan masyarakatIrak pun, meskipun dia berasaldari keluarga pemuka agamayang cukup penting, ia dipandang sebagai figur yang lemah.Ayah Moqtada, MuhammadSadiq al-Sadr, adalah ulamayang disegani, bersaing dengan Ayatollah Ali Sistani danulama penting lainnya. Namunkelompok bersenjata - dianggap bekerja untuk SaddamHussein - membunuh orangtua Moqtada dan dua putranyapada tahun 1999. Moqtadaketika itu berusia 25 tahun.Malam setelah penguburanayahnya, Moqtada memimpinacara berkabung di masjid Safial-Safa di Najaf. Saat itu, petirberkecamuk di luar. Sekitarpukul 8 malam, tiga pria mengenakan pakaian jas dan dasiberjalan angkuh memasukimasjid. Jas mereka agak meMMoqtada al-SadrPendukung Moqtada al-Sadr terus bertamb