Page 49 - Majalah Berita Indonesia Edisi 35
P. 49
BERITAINDONESIA, 12 April 2007 49Ke “Surga”Ala Junaina MercyKematian umumnya menyisakan rasa ibadan sedih bagi keluarga dan kerabat yangditinggalkan. Tapi kematian Junaina Mercy,“sutradara sekaligus pelaku” aksi bunuhdiri di Malang justru mengundang antipati.alau mau bunuh diri, bunuhdiri aja sendiri.Ngapain harusbawa anak-anak segala….”Begitu reaksi seorang ibumuda tentang kasus bunuh diriyang terjadi di Kota Malang,beberapa waktu lalu. Ibu mudadengan dua anak tersebutsangat geram, nyaris tak mampu menahan amarah. Namun,seketika, rona wajahnya takmampu menyembunyikan kesedihan yang amat mendalam.Marah dan geram sudah barangtentu dialamatkan kepada sangibu, “sang sutradara” sekaliguspelaku aksi bunuh diri. Sedangkan rasa sedih dan iba ditujukan kepada keempat bocah cilik, yang hidup mereka harusberakhir secara tragis di tanganibu kandungnya sendiri.Jangankan masyarakat, keluarga terdekatnya pun pastimengutuk. Dan sangat menyayangkan perbuatan yang samasekali di luar akal sehat itu.Ada apa sebenarnya di balikperistiwa tragis ini ? Benarkahsemata-mata karena alasanekonomi seperti banyak diekspose di media massa ? Jika penyebabnya hanya sebatas ekonomi yang makin sulit, astaga… kita sudah sejak lama dijejali kasus bunuh diri massal.Kenapa tidak? Secaramakro, perekonomian kita benar-benar terpuruk. Boleh sajapara pakar berkoar bahwacadangan devisa kita aman,nilai ekspor bagus, pertumbuhan ekonomi cemerlang,angka kemiskinan menyusut,dan sebagainya. Tapi satu haltak bisa dibantah: sebagian besar masyarakat kita sekarangini didera kesulitan hidup.Harga-harga kebutuhan pokokterus menggila, sementara daya beli masyarakat terus melemah. Entah berapa banyakkini manusia Indonesia yanguntuk mendapatkan sesuapnasi saja sepertinya harus melalui perjuangan hidup mati.Tapi sampai saat ini kasusbunuh diri massal dalam skalabesar-besaran belum pernahterjadi. Dengan dibentengioleh iman kita kepada YangMahakuasa, berbagai masalahpelik dalam hidup tidak lantasmembuat kita berputus asa,apalagi bunuh diri.Dalam pemahaman sepertiitulah, pribadi Ny. Mercy yangjuga penganut agama itu, menjadi teka-teki. Apa sebenarnyamotif dia sehingga berbuat senekad itu ? Ini menjadi tugasaparat untuk membongkarnya,khususnya jajaran Polresta KotaMalang. Dan sudah barang tentu,masyarakat akan terus menunggu hasil penyelidikan aparat.Namun masyarakat juga perlu menyadari bahwa ini butuhwaktu. Aparat kepolisian takmungkin melakukan penyidikan dengan tergesa-gesa.Mereka harus mempertimbangkan kondisi psikis sangsuami dan orang tua kandungJunaini Mercy. Mereka sangatterpukul, sehingga jiwa merekamasih labil. “Jadi mohon dipahami sikap keluarga korban,”kata anggota Polres Kota Malang, Ajun Inspektur Satu Subandi, yang ikut memeriksa keluarga korban di Malang barubaru ini, koran Tempo (12/3).Polisi cukup serius untuk menuntaskan kasus ini. Ini palingtidak tercermin dari jumlahaparat yang dilibatkan, takkurang dari 20 personil. Merekaberasal dari Unit Identifikasidan Tenaga Keamanan Antibandit yang membantu mengolah tempat kejadian perkara.Dari hasil analisis tempatkejadian memang ada indikasiyang mengarah ke kesimpulanawal : bunuh diri dengan aktorutama sang ibu, Mercy. Inidiperkuat dengan ditemukannya empat potong potas padat,satu sendok, satu piring cawan,selembar surat, pembalut wanita, serta 40-an butir kapsuldan pil. Kini barang bukti itutelah diserahkan ke bagianforensik untuk diteliti.Karena itu, untuk sementara, polisi menyimpulkankematian Junaina akibat minum racun potas. Menurut Kepala Kepolisian Resor KotaMalang Ajun Komisaris BesarErwin Rusmana, bubuk potasdalam kemasan kapsul itu dicampurkan ke air putih lalu diminumkan kepada anak-anaknya. Setelah menjejali keempatanaknya dengan potas, giliranJunaina meminum air beracunitu. Hal itu sangat sesuai dengan surat yang ia buat untuksuaminya sebelum bunuh diri.“Junaina mengatakan inginmengajak anak-anaknya kesurga,” kata Erwin menirukanpesan terakhir Junaina.Informasi yang berhasil dihimpun oleh pers menyebutkan bahwa kemungkinan besar kasus ini dilatarbelakangipersoalan ekonomi keluarga.Beberapa tetangga mengakuikeluarga korban selama ini sangat tertutup dan almarhumahJunaina hampir tak pernahmenampakkan diri. Sedangkan Hendri, suaminya, bekerjadi Surabaya. Hampir empatminggu belakangan dia belumpulang ke Malang.Sebelumnya, kondisi ekonomi pasangan Junaina-Hendri Suwarno cukup mapansebagai mekanik (teknisi) motor gede. Namun akhir 2006lalu usahanya menurun, sehingga, Hendri harus mendirikan bengkel baru di Surabaya dan Bali.Dalam lembaran surat wasiattersebut tertulis keluhan Mercyatas suaminya, Hendri Suwarno (35) yang dianggap tidakmampu memenuhi kebutuhanhidup keluarga. “Pa! Dananyasudah habis, sisanya uang diambil ibu. Saya ajak anak-anakbiar mereka masuk surga,” tulisMercy. Pada bagian lain, Mercyyang juga anggota jemaah Gereja Maria Diangkat ke Surga(GMDKS) ini juga memintaagar dia dan anak-anaknyadikremasi dengan baju yangmereka senangi.Pengamat sosial di Yogyakarta, Darmaningtyas, menyatakan bunuh diri denganlatar belakang kemiskinan menunjukkan korban sudah sangat putus asa dan frustasiakibat penderitaan dan tekanan hidup yang sangat berat. ”Bunuh diri adalah pilihanatau alternatif terakhir bagikorban untuk keluar dari masalah,”ujarnya seperti dikutipKompas, Senin (12/3).Menurut Darmaningtyas,kasus bunuh diri menunjukkanmakin merosotnya kepeduliandan solidaritas sosial di masyarakat. Sekaligus juga menjadibukti ketidakpedulian aparatpemerintah terhadap wargamiskin. Karena itu, Darmaningtyas menandaskan pentingnyalangkah preventif untuk mencegah terulangnya kasus ini. Antara lain dengan memberantaskemiskinan itu sendiri. SBR“KBERITA HUMANIORA