Page 16 - Majalah Berita Indonesia Edisi 46
P. 16
16 BERITAINDONESIA, 20 September 2007foto: berindo amronBERITA UTAMAnekat, ujar Kalla, pemerintah bisa sajamemenuhi alokasi anggaran pendidikansebesar 20 persen dari total APBN. “Tapikita harus memotong anggaran kesehatan, subsidi BBM dan anggaran PU. Sekarang ini masih sulit (memenuhi 20 persen), karena kita juga harus membayarhutang,” ucapnya.Ketua Umum Partai Golkar ini masihpunya jurus jitu lain untuk mengelak darikewajiban memenuhi konstitusi. Menurutnya, pemerintah sudah berupaya meningkatkan persentase anggaran pendidikan 20 persen di APBN 2008, denganmemasukkan gaji guru sebagai komponenanggaran pendidikan. Untuk itu pemerintah akan mengajukan revisi terhadap UUNo. 20/2003 tentang Sisdiknas ke DPR.UU Sisdiknas yang dibentuk pada saatKalla sedang menjabat sebagai MenkoKesra pada Kabinet Gotong Royong pimpinan Megawati, dikritiknya sebab poinkomponen anggaran hanya berorientasipada peningkatan fisik gedung sekolah,kurikulum, serta peningkatan keterampilan dan kemampuan guru.UU tersebut tidak memasukkan anggaran peningkatan kesejahteraan tenagapendidik. “Karena itu harus kita revisi.Sudah semestinya gaji guru masuk dalamanggaran pendidikan, sehingga ketikaanggaran pendidikan meningkat, kesejahteraan guru juga ikut meningkat. Kalau(gaji guru) tidak masuk (anggaran pendidikan), nanti tidak seimbang. Gedungsekolahnya mewah tapi gaji gurunyakecil,” kata Kalla.Senada dengan Kalla, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengatakan pemerintah akan terus mengupayakan peningkatan anggaran pendidikan.Sri yang pernyataannya kerap kali sejalandengan Jusuf Kalla, juga mengatakanpemerintah memang berniat menaikkananggaran pendidikan sebagai upayamencerdaskan kehidupan bangsa.Diknas GamangKinerja Depdiknas selalu saja menjadibatu sandungan dalam upaya mewujudkan anggaran pendidikan sebesar 20persen dari APBN, hingga menggiringbangsa ini seolah-olah tak memedulikanamanat konstitusi. Kemampuan Depdiknas sangat diragukan untuk mengelolaanggaran yang semakin besar. Sebab setiap kenaikan anggaran pasti akan mengandung risiko lemahnya efisiensi,efektivitas, serta kemungkinan dijadikansebagai alat bersama untuk memperkayapara pejabat birokrasi Diknas.Sampai saat ini misalnya, Depdiknasmasih belum bisa menetapkan standarminimal pembiayaan yang diperlukansiswa untuk menyelesaikan jenjang pendidikannya. Demikian pula standar minimalbiaya untuk kebutuhan operasional sekolah, pemenuhan fasilitas, dan rehabilitasi gedung sekolah yang rusak. Kalkulasi alokasi unit cost ini penting sekaliuntuk menuntaskan jenjang wajib belajar,mengurangi beban biaya orangtua siswa,dan menghindarkan pancaplokan anggaran oleh birokrasi pendidikan.Bagaimanapun untuk mendapatkanpendidikan bermutu dibutuhkan biayamahal pula. Sayangnya Depdiknas hanyabisa mengalokasikan biaya pendidikan sebesar Rp 235 ribu per siswa per tahun untuk jenjang SD dan sederajat. Padahal menurut penelitian Indonesia CorruptionWatch (ICW), sebagaimana diutarakanoleh Ade Irawan, Manajer Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW kepada BeritaIndonesia, biaya yang harus dikeluarkanorang tua siswa yang terkait langsungdengan kegiatan belajar-mengajar di 10daerah yang diteliti rata-rata mencapai Rp1,5 jutaan. Itu berarti, dana bantuan operasional sekolah yang sebesar Rp 235 ribuper siswa per tahun itu cukup kecil.Data Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Depdiknas juga mengakui telah terjadi ketimpangan dalam proporsi pembiayaan pendidikan. Dodi Nandika yang kini menjabat Sekjen Depdiknas, saat masih menjabat Kepala Balitbang Depdiknas mengatakan kalau pemerintah hanya menanggung 26,13 persenhingga 46,26 persen dari biaya totalpendidikan (BTP).Karena itu, kata Dodi, situasi alokasianggaran pendidikan yang tak menyentuh20 persen sangat berdampak negatifterhadap pemerataan dan mutu pendidikan secara keseluruhan. Demikian pulaterhadap program wajib belajar.Kegamangan Departemen PendidikanNasional dalam menyediakan dan mengolah sistem pendidikan nasional yangbermutu diaminkan oleh Prof. Dr. AnwarArifin saat diwawancarai oleh HaposanTampubolon dan Amron Ritonga dariBerita Indonesia. Menurut Anwar, iapernah dua kali mengajukan pertanyaandalam dua kali kesempatan rapat kerja(Raker) berbeda yang berlangsung secaraterbuka, kepada Mendiknas BambangSudibyo tentang apa yang akan dilakukanDepdiknas seandainya anggaran pendidikan sebesar 20 persen dipenuhi semua.Kata Anwar, Depdiknas yang diwakiliMenteri tak bisa menjawab atau memaparkannya, kecuali berkelit dengan mengatakan ’saya akan tanya bos saya dulu’. Padahal, pertanyaan yang diajukan, kata Anwar,justru merupakan pertanyaan titipan dariWapres Jusuf Kalla yang menjadi salah satubosnya para Menteri di Kabinet.Dengan demikian jelas sekali terlihatdua persoalan gelap yang sedang melingkupi dunia pendidikan nasional kita saatini. Yakni, secara substansial Diknassudah kehilangan orientasi kependidikankarena tak memiliki grand design pendidikan berikut program-programnya yangbermutu yang bisa menyerap pagu anggaran yang sudah disediakan oleh pemerintah bersama DPR. Kedua, persentaseanggaran sektor pendidikan yang belummemenuhi amanat konstitusi dan UUSisdiknas berpotensi menimbulkan implikasi politik yang serius.Apabila mengacu kepada jawaban Dirjen Anggaran Depkeu Achmad Rochjadidi persidangan Mahkamah Konstitusi,bahwa janji kampanye Presiden merupakan produk hukum tertinggi yang bisamengesampingkan konstitusi, maka siaSebuah penelitian Program Pembangunan PBB (UNDP) menunjukkan kualitas SDM Indonesiaberada di peringkat ke-109 dari seluruh 174 negara di dunia yang diteliti