Page 20 - Majalah Berita Indonesia Edisi 46
P. 20


                                    20 BERITAINDONESIA, 20 September 2007BERITA UTAMAKetika MasyarakatBayar SendiriJangankan pendidikan gratis.Kenyataannya, siswa masih dikenaiberbagai pungutan, baik di sekolah swastamaupun sekolah negeri.riatun (15), gadis remaja yang tinggal dipemukiman kumuh,di bantaran Kali Ciliwung, Jakarta, cuma tersenyum saat ditanya mengapapagi itu dia berdiri saja di pinggir kali, tidak berada di sekolahseperti kawan-kawan sebayanya. Dia sudah lulus SMP, tetapi tidak melanjutkan ke SMAkarena tak ada biaya. Ayahnyabekerja sebagai pemulung, sementara ibunya hanya ibu rumah tangga biasa yang mengurus empat adiknya yang masih kecil-kecil.Nasib yang sama dialamiHanah (7), gadis cilik asalCiawi, Bogor. Mestinya tahunini dia masuk sekolah dasar.Namun karena ayahnya yangbekerja sebagai pedagangasongan tak punya biaya, diaterpaksa harus menunda keinginannya memakai seragamputih merah.Sesungguhnya, kasus anakanak tidak bisa sekolah karenamasalah biaya sangat banyak,jumlahnya mungkin mencapaijutaan, hanya saja tidak terpantau.Para orangtua pun bukannya tak merasa sedih saat takbisa membiayai pendidikananak-anaknya. Banyak keluarga dari golongan bawah terbentur biaya yang tak terjangkau. Bahkan biaya pendidikantaman kanak-kanak pun seringkali tak realistis. Akhirnya,orangtua miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidakbersekolah.Di sisi lain, siswa yang naikkelas pun dipungut biaya daftar ulang. Beberapa kasus lainnya, ada siswa yang lulus sekolah tapi tak bisa menebus ijazahnya karena tak ada uang.SLTP/SLTA negeri tidak otomatis lebih murah dibandingkan sekolah swasta. Semuaamat tergantung kebijakansekolah masing-masing.Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidaklepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan konsep MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). Di negara-negaralain seperti Selandia Baru,Australia, dan Amerika Serikatyang lebih dulu menjalankanMBS, memaknai MBS sebagaiproses demokratisasi pengambilan keputusan di sekolah.Bila semula keputusan dilakukan secara tunggal oleh negara,dengan adanya MBS, prosespengambilan keputusan dilakukan bersama pihak-pihakyang terlibat (multistakeholder), termasuk orangtua muriddan murid sendiri. MBS samasekali tidak berkait denganmasalah biaya karena pembiayaan pendidikan tetap menjadi tanggung jawab negara.Tidak TransparanDi Indonesia, MBS dimaknaiterutama untuk melakukanmobilisasi dana, bukan sebagaiproses demokratisasi pengambilan keputusan pendidikan.Karena itu, pembentukan Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organMBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki aksesatas modal yang lebih luas.Pada akhirnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segalapungutan uang selalu dialasisesuai keputusan Komite Sekolah. Namun, sebenarnyadiputuskan tidak transparan.Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan kepala sekolah, persis sepertiBadan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3) dimasa lalu. Dan MBS pun hanyamenjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap masalah pendidikan warganya.Keluhan masyarakat dalamhal pendidikan, terutama golongan miskin, karena dari soalseragam sekolah, tas, sepatu,buku pelajaran, buku tulis,uang gedung, sumbanganpembinaan pendidikan (SPP),tabungan, dan sejenisnya harus diusahakan dalam waktuamat singkat dan bersamaan,tidak otomatis mendapat respons dari Komite Sekolah.Sebaliknya, pihak sekolah melalui Komite Sekolah justrumenegaskan, semua ini terjadikarena MBS, jadi semua harusdiusahakan oleh sekolah.Dengan kata lain, MBS menjadi kependekan dari ‘Masyarakat Bayar Sendiri’. Kondisinya akan lebih buruk lagibila kelak RUU tentang BadanHukum Pendidikan (RUUBHP) disahkan menjadi UUBHP. Berubahnya status lembaga pendidikan dari milikpublik ke bentuk badan hukumjelas memiliki konsekuensiekonomis dan politis amatbesar. Dengan perubahan status itu pemerintah dengan mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas.Kehadiran UU No 20/2003tentang Sistem PendidikanNasional (SPN) yang semuladiharapkan dapat melindungiwarga, ternyata malah mengaburkan hak-hak warga neSMahal: MBS hanya alasan pemerintah untuk lepas tanggung jawab.foto-foto: berindo wilson
                                
   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24