Page 22 - Majalah Berita Indonesia Edisi 46
P. 22
22 BERITAINDONESIA, 20 September 2007BERITA UTAMAPotret Buram Dunia PendidikanTerpaksa Sekolahdi Bawah PohonSelain minimnya jumlah sekolah, kondisi sekolah-sekolahdi berbagai daerah sangat memprihatinkan. Banyak ruangkelas yang rusak. Rehabilitasi ruang kelas dan sekolahterkendala oleh terbatasnya anggaran.enyedihkan. Barangkali itukata yang pas untuk melukiskan keprihatinan terhadap kondisi pendidikan ditujuh pemukiman di Kecamatan Halongdan Awayan, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan.Di usia kemerdekaaan RI yang sudahmencapai 62 tahun, ternyata masih adapemukiman penduduk yang belum memiliki gedung sekolah. Tercatat sekitar210 anak di pemukiman itu terpaksa bersekolah di bawah pohon, di pelataran rumah atau balai desa. Mereka adalah anakwarga desa Wayuwanin, Libarun Sungai,Tinggar, Hampang, Nanai Ampatan,Baranum dan Rantau Paku.Di Hampang misalnya, ada 36 anakkelas satu dan dua SD belajar bersama dibawah pohon bambu. Mereka tak dapatbelajar di sekolah formal karena lokasi gedung SD jauh dari kampungnya.Di Desa Baraum, Kecamatan Awayan,ada 12 siswa belajar di Balai Desa yangkondisi bangunannya juga rusak berat.Atap bangunan banyak yang bocor, lantaikotor dan dindingnya berlubang-lubang.Mereka pun terkadang harus berpindahbelajar ke pelataran rumah.Kepala Dinas Pendidikan KabupatenBalangan, Eddy Yulianto, mengakui danmembenarkan adanya ratusan anak yangterpaksa belajar di tempat-tempat sepertiitu. Kondisi persekolahan seperti ituumumnya ditemui di pedalaman Kalimantan, khususnya daerah terpencil. DiKalimantan Selatan saja ada 5.101 anakusia SD (7-12 tahun) dan 1.448 anak usiaSMP (13-15 tahun) yang tepaksa bersekolah dalam kondisi seperti itu.Ketiadaan sekolah itu hanyalah salahsatu masalah di bidang pendidikan diKabupaten Balangan yang merupakanpemekaran dari Kabupaten Hulu SungaiUtara tahun 2003 lalu. Persoalan lainadalah banyaknya kondisi sekolah yangrusak. Mencapai 691 ruangan di 99 SDyang ada di kabupaten tersebut.Kepala Dinas Pendidikan KalimantanSelatan, Humadi Sukeri, mengungkapkan,dari 29.076 ruang kelas di Provinsi Kalselsebanyak 7.202 ruang diantaranya rusakringan dan 5.036 rusak berat.Ruang kelas dan sekolah yang rusak jugaterdapat di berbagai daerah di tanah air.Data Depdiknas menyebutkan, sekitar213.000 ruangan kelas SD yang rusak.Sementara data yang dihimpun dari sejumlah daerah di Jabar, Jateng, Sulsel,Kalsel, dan Sumsel saja tercatat setidaknya88.000 ruang kelas dalam kondisi rusak.Pusat Tidak SeriusKekhawatiran akan tidak tuntasnyarehabilitasi ruang kelas dan sekolah yangrusak dalam tahun 2009 membayangisejumlah daerah. Pasalnya, pemerintahpusat dianggap tidak serius mendanai program tersebut. Padahal berdasarkan rolesharing peran pemerintah pusat mencapai50 persen. Sedangkan peran provinsi 30Ún pemerintah kabupaten/kota.Kepala Dinas Pendidikan KabupatenCiamis, Wawan Arifin, sebagaimanadikutip Kompas (14/8) menyatakan,dana role sharing merupakan dana diluar dana alokasi khusus (DAK). Namunbeberapa bulan setelah itu pihaknyamenerima surat Mendiknas yang menyatakan role sharing diberikan berupaDAK. Padahal, menurut Wawan, sekitar60 persen dari DAK itu digunakan untukperbaikan fisik sekolah dan sisanyauntuk buku serta alat peraga. DAK jugamembatasi pembangunan fisik hanyatiga kelas dalam satu sekolah. Padahalada sekolah yang semua kelasnya rusak,sehingga pembangunan fisik sekolah ituterkatung-katung.Wawan berpendapat, kalau pemerintahpusat besikap tegas dalam pembagianperan mendanai perbaikan sekolah,sebaiknya semua DAK itu dialokasikanuntuk perbaikan fisik. Sedangkan pengadaan buku dan alat peraga bisa dicukupi dari bantuan operasional sekolah(BOS) buku dan BOS reguler.Terkait hal ini, Dirjen Pendidikan Dasardan Menengah Depdiknas Suyanto beralasan, setelah otonomi daerah, sekolahsekolah menjadi milik pemerintah daerah.Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan yang baik, termasuk selesainyarehabilitasi ruang kelas atau sekolah yangrusak membutuhkan komitmen darisetiap pemerintah daerah.Namun, tambahnya, bukan berartipemerintah pusat lepas tangan. Pemerintah pusat tetap membantu upaya percepatan rehabilitasi sekolah yang rusak,tapi pemerintah daerah juga harus menunjukkan komitmennya kepada pendidikan di daerahnya. SPMSalah satu gedung sekolah di Desa Cibanoang Jawa Barat, yang tak tersentuh pembangunan.foto: dok. Al-Zaytun