Page 24 - Majalah Berita Indonesia Edisi 46
P. 24
24 BERITAINDONESIA, 20 September 2007BERITA UTAMAKoalisi PendidikanSoal Komersialisasi PendidikanIsu besar soal privatisasi dan komersialisasipendidikan memperoleh penentangan yangluar biasa dari Koalisi Pendidikan, sebuahorganisasi pemerhati pendidikanberanggotakan berbagai LSM.emua negara majumembangun kemakmuran melalui pendidikan. Ketika Jepanghancur lebur karena kalahdalam Perang Dunia II, negaraini lebih dahulu mencari guru.Karena Uni Soviet berhasilmeluncurkan pesawat ulangalik Sputnik ke ruang angkasa,yang pertamakali ditanya olehPresiden Amerika Serikat padawaktu itu adalah pendidikansebab dianggap ada yang salahdi sini. Bahkan, negara tetanggaMalaysia bisa menyalip kemajuan kita setelah mengimporguru-guru asal Indonesia.Mereka menjadikan pendidikan sebagai bagian dari upaya memajukan bangsa, menganggapnya sebagai investasijangka panjang bukan biaya.Tetapi kondisi yang berbedadiamati oleh Koalisi Pendidikan sedang berlangsung diIndonesia saat ini. Ade IrawanSekretaris Koalisi Pendidikankepada Berita Indonesia mengatakan, selain lemahnyakomitmen pemerintah menaikkan anggaran pendidikansesuai amanat konstitusi sebesar 20% dari APBN dan 20Úri APBD, cetak biru pendidikan nasional yang akan menjadi pondasi dan arah pendidikan kita belum juga terlihat.Dalam rencara strategis(Renstra) Pendidikan Nasionalmemang disebutkan tiga tujuan pendidikan nasional yaitumemperluas akses, meningkatkan mutu, dan meningkatkan pencitraan pendidikannasional. Ade yang juga Manajer Divisi Monitoring Pelayanan Publik di Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan, yang pertama dan keduabelum dicapai dan yang ketigalebih parah lagi tujuannyahanya pemborosan anggaransaja.Janji kenaikan anggaransecara gradual hingga 2009juga terbukti diingkari pemerintah. Ade melihat alasanpemerintah belum menganggap penting pendidikan, karena sektor ini tak memilikikontribusi langsung bagi kepentingan penguasa untukmempertahankan rejim. Sayangnya, dengan anggaranyang masih terbatas, uangdipakai tidak untuk kepentingan kegiatan pendidikan.Umumnya untuk kepentinganbirokrasi.“Misalnya tahun 2007 hasilcatatan kami dengan temanteman Seknas FITRA. Darimisalnya total empat puluhantriliun rupiah anggaran tahun2007, sekitar 20 hingga 30persen diantaranya habis dipakai untuk kepentingan birokrasi di Departemen Pendidikan. Hanya beberapa persensaja dipakai untuk kepentingan kegiatan belajar mengajar,” kata Ade Irawan.Perilaku buruk demikian dicontoh pula di tingkat daerahdan sekolah. Di tingkat sekolah, 70 hingga 80 persen uanghabis untuk kepala sekolahdan Dinas. Berbagai kondisi inimenimbulkan anomali: Kuantitas anggaran pemerintahcenderung meningkat tetapiuang yang dikeluarkan masyarakat juga tambah tinggi.Menurut Ade selain anomali, disorientasi yang kinisedang melanda Depdiknasjuga mengakibatkan setiapkebijakan yang digulirkan selalu mengundang kontroversi.Ade menduga program-program yang disusun Diknastidak didasarkan atas kepentingan publik.Pemerintah LepasTanggung JawabSikap pemerintah yang menyerahkan pembiayaan pendidikan kepada publik menciptakan orang kaya bersekolah dengan fasilitas yang sangat bagus dan orang miskinbersekolah dengan fasilitasseadanya.Oleh sebab itu, menurutAde, pemerintah harus melakukan intervensi supaya baikorang kaya maupun orangmiskin punya hak yang samamenerima layanan pendidikanyang berkualitas.Menurut Ade cara pemerintah mengelola pendidikantelah melahirkan disparitasmutu pendidikan sangat mencolok. Harus diakui telah adakastanisasi di sekolah. Sekolahsudah menjadi institusi terbesar untuk mendorong kesenjangan sosial. Juga membuatposisi status quo dimana orangmiskin akan tetap miskin danorang kaya tetap kaya.Pangkal semua persoalankata Ade adalah ide besar komersialisasi dan privatisasipendidikan yang sudah diusung pemerintah sejak tahun1998, ditopang sokongan darilembaga internasional lewathibah dan hutang yang disalurkan. Contoh konkrit arahprivatisasi adalah Badan Hukum Milik Negara (BHMN) diperguruan tinggi, dan konsepManajemen Berbasis Sekolah(MBS) di tingkat sekolah.Komersialisasi pendidikandimaknai Ade sebagai pelepasan tanggungjawab pemerintah.Sebab dengan komersialisasipendidikan, ilmu pengetahuandijadikan komoditas. Siapayang mampu beli saja yang bisamengakses pendidikan.Sebagai misal kampus yangdahulu menyediakan banyakruang untuk diskusi untukmenciptakan intelektual-intelektual, belakangan berubah menjadi warung padang, minimart, atau warungpenyedia aneka makanan cepat saji.Padahal dari perspektifKoalisi Pendidikan, kata Ade,pendidikan adalah hak konstitusional setiap warga. Artinya,pemerintah tidak punya alasan untuk melepaskan tanggungjawab kepada publik kecuali pemerintah lebih dulumengamandemen undangundang.“Saya kira itu sebabnya mengapa komersialisasi pendidikan, privatisasi pendidikanmesti dilawan. Upaya-upayauntuk privatisasi pendidikanmesti dilawan,” kata Ade. HTSfoto: dok Pendidikan adalah hak konstitusional setiap warga negara.