Page 63 - Majalah Berita Indonesia Edisi 63
P. 63
BERITAINDONESIA, Januari 2009 63BERITA HIBURANkalangan muda di lingkungan kampus,kita enggak perlu khawatir jazz itu sulit,atau bakal ditinggalkan anak muda,” ujarpemilik nama Teuku Adi Fitrian ini.Tompi yang telah memiliki enam albumbernuansa jazz itu melihat gejala yangmenggembirakan di ranah jazz lokal.“Harapannya, semakin banyak event jazzbaik taraf internasional yang bisa jadibenchmark untuk para musisi kita sampaike tingkat apresiasi di kalangan yang lebihluas, di kampus atau komunitas jazz,” katadia lagi. Menurut Tompi, sejumlah perhelatan jazz yang diselenggarakan di Indonesia sudah mempunyai karakter yangkuat.“Di kalangan kampus punya karakterjamming dan memunculkan nama-namabaru. Acara di komunitas jazz lokal, kita bisa menemukan sejumlah bentukan baru seperti cross-over, perpaduan etnik atau kolaborasi antar musisi lain. Yang palingmenggembirakan, kita sudah punya duaagenda besar Java Jazz dan JakJazz yangsudah menjadi event internasional. Semuanya saling melengkapi,” kata Tompi lagi.Reguler InternasionalGerimis mengundang ribuan peminatjazz dari segala penjuru ke Istora Senayan.Hajatan kali ini berpayung Dji Sam Soe Super Premium Jakarta International JazzFestival 2008 yang biasa diringkas Jakjazz.Inilah perayaan jazz raksasa yang telahmemasuki edisi ke-10. Mirip dengan rutinitas penyelenggaraan sebelumnya,JakJazz kali ini juga berlangsung tiga hari,mulai 28 sampai 30 November 2008, dantentu saja selalu mendapat jatahnya hujan.“Rasanya enggak percaya kita bisasampai di edisi ke sepuluh. Padahalrasanya baru kemarin, saya terseok-seokbagaimana sulitnya di tahun 1987 mewujudkan mimpi-mimpi kita bersama,” kataIreng Maulana mengenang.Mulanya ia dan Peter F. Gontha mendekap ide untuk menggelar hajatan jazzberskala internasional. Katanya, “Saat itukendalanya modal, tapi semangat, kinerjadan konsep kami kuat. Itu tahun berapa?Wah! Perlu kerja ekstra meyakinkansponsor. Tapi kita buktikan penikmat jazzitu besar, lalu proses birokrasi, danseterusnya, dan kemudahan-kemudahanlain yang mengalir begitu saja. Sepertimimpi, pas selesai acara…”Seperti juga bidang lain, saat krisismoneter 1997, perhelatan ini absensampai sepuluh tahun berikutnya. “Sayagunakan waktu vakum itu untuk melihatlihat lagi ke belakang, ya semacam reviewapa yang sudah ada di JakJazz. Keluarmasuk komunitas, memperkuat konsep,meramaikan event-event yang bisa digelartanpa harus melibatkan kapital besar.Istilahnya, jazz tidak pernah mati,” katapemusik yang pernah menimba ilmu diPeabody Conservatorium, Baltimore,Amerika ini penuh semangat.Sejak tahun 2006 silam, festival jazztertua di Indonesia itu kembali rutindigelar hingga sekarang. Dan tidak tanggung-tanggung, Peter Gontha yang tadinya juga menggagas JakJazz telah “melengkapi”-nya di tahun 2005 dengan bendera baru, Java Jazz. Hingga kini, JavaJazz dan JakJazz berbagi jadwal dan karakter sepanjang tahun.Java Jazz biasanya digelar pada bulanMei. Selalu ada kejutan sejak pertama kalibendera itu dikerek. Nama-nama penampil dari mancanegara selalu menjadi magnet. Sebagai contoh yang pernah mampirke panggung adalah Gino Vanneli, Kooland The Gang, Manhattan Transfer, DaveKoz, Angie Stone, Level 42, Sergio Mendes, David Benoit, dan James Ingram.Deretan line up ini menjadi pembeda yangsignifikan dengan JakJazz. Otomatis,harga tiket sedikit lebih mahal.Dan yang membuat histeria adalahkehadiran Bob James, James Brown,Babyface dan Jamie Cullum di pentas JavaJazz. Yang terakhir disebutkan tadi adalahmusisi jazz abg asal Essex, Inggris yangdigandrungi banyak kalangan muda. Takheran, penampil magnet tadi mampumenyulap angka lebih dari 60 ribu pengunjung setiap tahunnya.Dari musisi lokal juga terbilang mengejutkan (atau meragukan?). Sebut sajagroup Padi, Indonesian Idol 2006, Seurieus, Wong Pitoe, atau Tangga. Merekamembuat banyak pengunjung Java Jazzberpikir lebih keras. Siapa sebenarnyamusisi jazz Indonesia itu? Begitulah jazzIndonesia. Mencari polarisasi yang beragam dari penampil yang lebih beragamlagi. Bisa membangkitkan apresiasi sekaligus debat panjang. Bentukan jazz yangada terletak pada output-nya, bukanpenampilnya.Jika kelompok Discus dan Indra Lesmana punya jelajah jazz, maka kita pun(boleh) berlapang dada saat Fadly (vokalisPadi) berimprovisasi jazz di atas pentasjazz (yang oh, tampil begitu rock tapi tidakbisa dibilang blues). Uji coba yang ganjiluntuk pentas berskala internasional.Sedangkan JakJazz digelar saban November tiap tahunnya dengan mengambiltempat di Istora Senayan. Penampilnyapun cukup beragam dari sub-genre jazzyang ada. Tak pelak, nama-nama yang hadir masih terasa asing untuk kebanyakanBINTANG: Tohpati, Ireng Maulana dan Tompi di Jakjazz 2008