Page 20 - Majalah Berita Indonesia Edisi 68
P. 20
20 BERITAINDONESIA, 16 Juni - 20 Juli 2009BERITA UTAMApersen, JK-Win 29,29 persen dan MegaPro 20,09 persen, serta 17,56 persenbelum menentukan pilihan. Sedangkanhasil survei Soegeng Sarjadi Syndicate (5-9 Juni 2009), SBY-Boediono 52,5%,Mega-Prabowo 24,4%, dan JK-Wiranto20,2%.Melihat tren yang diindikasikan berbagai hasil survei, dan pengamatan BeritaIndonesia dari kenyataan lapangan (peta)politik setelah kampanye dimulai 2 Juni2009, jika SBY-Boediono tidak berhasilmemenangkan Pilpres pada putaranpertama, akan semakin sulit pasangan inimengalahkan siapa pun dari pasanganMega-Prabowo atau JK-Wiranto di putaran kedua. Bahkan bisa mungkin SBYBoediono akan mengalami kekalahanpada putaran kedua.Kemungkinan SBY-Boediono memenangkan Pilpres lebih terbuka padaputaran pertama dibanding pada putarankedua. Kendati ambisi SBY-Boedionomemenangkan Pilpres dalam satu putarantidaklah mudah diwujudkan, karenakekuatan politik ketiga pasangan pesertayang cenderung makin berimbang. Namun, jika SBY-Boediono tidak berhasilmemenangkan Pilpres pada putaran pertama, akan semakin sulit lagi memenangkannya pada putaran kedua.Tetapi hampir bisa dipastikan, pasangan SBY-Boediono akan lolos untukmengikuti putaran kedua. Bahkan pasangan ini, menurut perkiraan Berita Indonesia, paling sedikit akan meraih suara40 sampai 48 persen. Jika SBY-Boedionomeraih suara di bawah 40 persen padaputaran pertama, kemungkinan kalahdalam putaran kedua akan semakinterbuka.Sementara, peluang Mega-Prabowo danJK-Wiranto memenangkan Pilpres dalamsatu putaran sangat kecil, untuk tidakmengatakan tidak mungkin. Namun,kedua pasangan ini, memiliki peluangyang sama untuk masuk putaran kedua.Diperkirakan kedua pasangan ini akanmeraih suara 15 sampai 35 persen padaputaran pertama. Dan, siapa pun di antaradua pasangan ini yang lolos ke putarankedua akan mempunyai peluang mengalahkan SBY-Boediono.Ada beberapa hal yang mendukungprediksi atau analisa ini. Pertama, hasilsurvei berbagai lembaga yang mengindikasikan adanya tren semakin menurunnya elektabilitas SBY-Boediono danberbanding terbalik dengan semakin meningkatnya elektabilitas Mega-Prabowodan JK-Wiranto.Kedua, merebaknya isu aliran ekonomi neoliberalis yang dianut SBY-Boediono. Kendati hal ini telah dibantahdengan berbagai argumentasi dan menunjuk contoh adanya kebijakan yangprorakyat, seperti bantuan langsung tunai(BLT). Tapi, tampaknya penjelasan itumasih kurang kuat untuk menghalau isuneoliberalisme itu.Ketiga, terjadinya blunder tidak satunya kata dengan perbuatan tentang etikakampanye, santun dan damai. Di antaranya, pernyataan Rizal Mallarangeng yangmenyerang pribadi salah satu Cawapres,pernyataan Ketua DPP Partai DemokratRuhut Sitompul tentang Arab yang takpernah membantu Indonesia dan hal itudinilai berbau Sara.Keempat, pernyataan SBY-Boedionotentang kurang eloknya pengusaha jadipemimpin (pejabat negara). Pernyataanini mendapat reaksi, tidak hanya daripengusaha, tetapi juga publik dan timkampanye pasangan lain, terutama JKWiranto.Kelima, SBY-Boediono dan tim kampanyenya, terlihat lebih sering membeladiri, dengan mengemukakan kata-katasantun tetapi bahkan terkadang terasaoleh publik bernada sinis dan menyindir.Di antaranya, tentang tagline JK-Wiranto,lebih cepat lebih baik, yang selalu pula dikick balik SBY-Boediono dengan lebihtangkas dan rileks. Di mata publik sudahtidak jamannya, biar lambat asal selamat.Juga tentang prorakyat dari Mega-Prabowo yang justru disikapi sebagai serangan kepada SBY-Boediono, bukandengan memberikan argumentasi, buktidan janji yang lebih prorakyat.Keenam, pernyataan SBY yang terlaluberulang kali mengatakan ia tidak mengumbar janji, pada saat ia juga bahkanmenyatakan janji-janji. Pernyataan ini,malah menyegarkan ingatan publik tentang janji-janji SBY-JK pada Pilpres 2004.Publik menjadi teringat (berdiskusisesama) apakah janji-janji itu telah dipenuhi atau tidak. Akan lebih bijakmembiarkan pasangan lain berjanji,biarlah rakyat yang menilai.Ketujuh, iklan utang pada IMF lunas,yang pada Pemilu Legislatif masih efektif,telah menjadi sorotan setelah terungkapbahwa dalam hampir lima tahun terakhirutang luar negeri pemerintah bertambahhampir Rp400 triliun, rata-rata Rp 80triliun per tahun dengan bunga komersial12%-13% pula. Bukan pinjaman lunak darilembaga internasional, seperti IMF, yangrata-rata bunganya hanya sekitar 4%-6%.Jumlah utang pemerintah meroket dariRp.1.275 triliun pada Desember 2004menjadi sekitar Rp.1.700 triliun pada 29Mei 2009. Sehingga, rakyat, dari kakeksampai bayi baru lahir, harus menanggung kewajiban utang Rp 7,5 juta per jiwa.Kendati hal ini sudah dijelaskan Menteri Keuangan dan tim kampanye SBYBoediono dengan menyatakan bahwamelihat utang semata dari jumlah adalahmenyesatkan. Mereka menganjurkanmencermati jumlah utang seraya membandingkannya dengan rasio produkdomestik bruto (PDB). Sepuluh tahunsilam (1999), rasio itu mencapai 100persen, tahun 2008 sudah turun tajammenjadi 33 persen, dan akhir tahun inidiharapkan susut lagi menjadi 32 persen.Dikatakan, dilihat dengan cara itu, kemampuan pemerintah dalam membayarutang semakin meningkat.Kedelapan, publik terhenyak setelahBadan Pemeriksa Keuangan (BPK) saatmenyerahkan hasil pemeriksaan keuangan pemerintah pusat tahun 2008 kepada DPR, menyatakan bahwa BLT diNOMOR TENGAH: Pasangan capres-cawapres, SBY-Boediono menunjukkan nomor urutmereka usai pengundian di KPUfoto-foto: daylife.com