Page 27 - Majalah Berita Indonesia Edisi 69
P. 27
BERITAINDONESIA, Agustus 2009 27BERITA UTAMApermudah fatwa tersebut hadir di Indonesia, salah satunya adalah ketidakpedulian rakyat kepada kebangsaan danrendahnya mutu pengajaran keimanan.Bukan Ajaran IslamPengasuh Ponpes Tebu Ireng Jombang,Salahuddin Wahid mengatakan kalauteroris yang mendalangi aksi bom bunuhdiri di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton,Mega Kuningan, Jakarta, beragama Islam,maka orang tersebut sesungguhnya tidakmengerti ajaran Islam. “Pelaku pengeboman bukan penganut Islam yang benar.Dalam Islam ditegaskan bahwa barangsiapa yang membunuh orang yang tidakmembunuh orang lain, dosanya samaseperti membunuh semua manusia didunia,” katanya.Menurut Gus Solah, panggilan akrabSalahuddin Wahid, terorisme sangat tidaksesuai dengan ajaran Islam. “Agama Islam memiliki etika yang mulia, termasukdalam berperang. Umat Islam tidak akanmenyerang lebih dahulu, umat Islamhanya membalas serangan orang yangmenyerang mereka. Karena itu, umat Islam wajib menolak dan melawan terorisme,” kata Salahuddin Wahid.“Terorisme sangat tidak sesuai denganesensi Islam. Selain itu dalam Islam,haram hukumnya kalau dalam peperangan harus membunuh anak kecil, orang-orang tua dan para jompo-lansia.Para tawanan juga harus diperlakukandengan baik. Moralitas yang tinggi diterapkan dalam peperangan,” kata GusSolah. (SP, Kamis, 23/7)Pendapat senada dikemukakan, RektorUniversitas Paramadina, Dr Anies Baswedan, ajaran agama apapun tidak pernah membenarkan aksi teror. Oleh karenaitu, sangat tidak layak apabila aksi teror,terutama yang terjadi di Tanah Air dikaitkan dengan agama tertentu.Menurut Anies Baswedan, kalau agamasebagai sumber inspirasi, seharusnyatidak ada teror. “Saya kira ada sumberlain, tetapi agama yang digunakan untukjustifikasi,” katanya. Ia menyatakankeprihatinan, kalau persoalan ini dilihatdari sudut pandang agama tertentu.Akibat Ideologi, Bukan KepentinganSementara, Jenderal TNI (Purn) Dr IrDrs AM Hendropriyono SH SE MBA MH,mengatakan bahwa semua tindak terorisme, termasuk di Indonesia saat ini,adalah implementasi cara berpikir parapelakunya, yang memiliki kepribadianrancu dan terbelah (split personality).“Terorisme sendiri terjadi akibat ideologi,bukan oleh kepentingan,” kata mantanKepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu.Hendropriyono mengemukakan hal itusaat mempertahankan disertasi tentang“Terorisme dalam Kajian Filsafat Analitika: Relevansinya dengan KetahananNasional,” di depan tim promotor danpenguji Program Pascasarjana IlmuFilsafat Fakultas Filsafat UniversitasGadjah Mada Yogyakarta, Sabtu (25/7).Bertindak sebagai promotor Prof DrKaelan MS serta Ko-promotor Prof DrLasiyo MA MM dan Prof Dr Djoko SuryoMA. Hendro dinyatakan lulus dan memperoleh gelar doktor bidang filsafatdengan predikat cum laude.“Apa yang bisa menghentikan (terorisme) adalah dengan menghentikan caraberpikir seorang yang berkepribadianterbelah. Kalau itu berhenti, terorisberhenti,” tegasnya. Ia berpendapatterorisme terjadi akibat benturan duafilsafat universal dunia, yakni demokrasiyang tidak dilaksanakan secara etis danfundamentalisme. “Selama keduanyabelum berubah ke arah yang lebih baikdan menyatu, tindak terorisme akan terusada,” kata lulusan Akademi Militer tahun1967 dan Australian Intelligence CourseWoodside 1971 itu.Hendropriyono menjelaskan yang dimaksud dengan demokrasi tidak etis,adalah ulah negara yang meneriakkandemokrasi, tetapi cara yang merekatempuh tidak pas, yakni menyerangbangsa lain. Sementara di kutub yang lain,kaum fundamentalis memiliki pandanganbahwa demokrasi adalah pikiran orangtolol. Kaum fundamentalis ini tidak maupikirannya disamakan dengan kaumdemokratis.Menurut Hendro, bentuk terorisme punterus berkembang, tidak linear, dan makinmematikan. Jika sebelumnya merekamembunuh dengan senjata api, kini sudahmemakai bom. Tidak menutup kemungkinan, ke depan mereka akan memakaiperangkat yang lebih canggih, termasuknuklir. Semua ini sesuai dengan perkembangan zaman yang terus berubah.“Di sinilah, pentingnya ideologi Pancasila sebagai benteng untuk mengantisipasipengaruh kedua filsafat universal yangsaling berbenturan tersebut,” kata Hendro. Jadi, katanya, relevansi kajian terorisme dan ketahanan nasional adalahbagaimana kita merevitalisasi Pancasila.Selama ini, menurut Hendropriyono,Pancasila dengan semena-mena ditolak.“Penolakan secara terbuka tidak, tetapikita sudah merasakan adanya penolakanitu,” ujarnya. BI/TIM, DARI BERBAGAISUMBERSIAGA: Sejumlah polisi berjaga-jaga di sekitar rumah tempat persembunyian anggota teroris diBeji, Kedu, Temanggung.Bambang Hendarso