Page 28 - Majalah Berita Indonesia Edisi 69
P. 28


                                    28 BERITAINDONESIA, Agustus 2009BERITA UTAMAfoto-foto: daylife.comIndonesia,Intel vs TerorisIndonesia tampaknya masih merupakan sasaran empukbagi teroris. Lantaran keberadaan mereka di Indonesiamasih sangat nyaman. Masyarakat Indonesia masihpermisif dalam menyikapi aksi-aksi terorisme. Bahkannegara ini masih merupakan fertile ground bagi gerakangerakan radikal. Selain itu, institusi intelijen di Indonesiadinilai masih memiliki kelemahan.epala Desk Koordinasi Pemberantasan Teroris Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan InspekturJenderal (Purn) Ansyaad Mbai, Senin (27/7), menilai masyarakat Indonesia masihpermisif dalam menyikapi aksi-aksiterorisme yang terjadi di Tanah Air,termasuk juga bersikap permisif terhadappara aktor atau kelompok yang didugamenjadi pendukung para pelaku teror.“Akibatnya, para pelaku teror bisadengan mudah mendapatkan perlindungan. Sampai-sampai pentolan terorissemacam Noordin M Top dan lainnyadapat menikah dan punya keturunansemasa pelarian mereka,” kata AnsyaadMbai. (Kompas, Selasa, 28/7).Menurut Mbai, sikap permisif semacamitu, tidak terjadi di negara lain, termasukMalaysia. Ketika gembong teroris DrAzahari ditetapkan sebagai buronan,keluarganya harus berpindah-pindahtempat karena tidak diterima oleh lingkungan setempat.Selain itu, Mbai juga menilai ideologi teroris dapat diterima dan tumbuh subur diIndonesia karena belum adanya aturan hukum yang kuat dan mampu mempersempitruang gerak kelompok-kelompok radikal.Menurutnya, aturan atau payung hukumyang dibutuhkan, terkait kerja intelijen ataupenanganan hukumnya, seharusnya bisamendukung penanganan terorisme sebagaibentuk kejahatan luar biasa yang harusditangani secara luar biasa pula.Mbai memberi contoh, di Perancis, parateroris bisa ditahan sampai lama. “Karenamereka itu organisasi bawah tanah, tidakgampang diungkap. Aparat perlu waktucukup mengembangkan sehingga polisidan intelijen bisa leluasa bekerja dansaling bekerja sama,” ujar Mbai.Maka ia menyarankan perlunya amandemen atas Undang-Undang Nomor 15Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan memasukkan beberapa pasal tambahan untukmemperkuat dan menunjang peran dankewenangan aparat, seperti intelijen. Menurutnya, tidak perlu membuat undangundang baru karena proses legislasi dinegara kita rumit dan lama. Tinggaltambahi pasal pendukung saja. Selain itu,tambahnya, masyarakat juga harus aktifmengetahui siapa tetangga mereka. “Giatkan kerja RT dan RW untuk mengenalkondisi lingkungan,” saran Mbai.Senada dengan itu, dosen FISIP UI,Andi Widjojanto berpendapat tidak adanya aturan UU yang menaungi institusi intelijen menjadikan mereka sulit berkoordinasi, ditambah ketidakjelasan bataskewenangan yang dipunyai. “Akibatnya,institusi seperti BIN (Badan IntelijenNegara) sulit berkembang,” ujar AndiWidjojanto, Kamis (23/7), mengomentariperistiwa peledakan bom di Jakarta.Kondisi tersebut, diperparah dengangagalnya upaya untuk mereformasi institusi intelijen negara bersamaan dengan gagalnya upaya pengajuan RUU IntelijenNegara untuk dibahas di DPR sejak tahun2004. Sementara itu, Andi mengingatkanbahwa gerakan terorisme global Al Qaedakini terus mencari lokasi baru sebagai pusatkomando, akibat semakin terdesaknyaposisi mereka di Afganistan dan Pakistan.Jenderal TNI (Purn) Dr Ir Drs AMHendropriyono SH SE MBA MH kepadapers seusai mempertahankan disertasitentang “Terorisme dalam Kajian FilsafatAnalitika: Relevansinya dengan Ketahanan Nasional” di depan tim promotordan penguji Program Pascasarjana IlmuFilsafat Fakultas Filsafat UniversitasGadjah Mada Yogyakarta, Sabtu (25/7)mengatakan pentingnya undang-undangintelijen untuk menjaga masyarakat dariperbuatan teror.Menurut mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu, masyarakat tidakperlu takut atau khawatir bahwa UU iniakan disalahgunakan, misalnya melakukan penangkapan secara membabi buta.“UU intelijen harus mengatur apa yangharus dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh aparat inteligen. Jangan ditakutisoal UU inteligen. Apa pun UU yangmelindungi rakyat harus didukung. Jikadikhawatirkan akan disalahgunakan,sebaiknya tulis saja satu pasal di dalamnyauntuk mencegah itu,” katanya.Sementara itu, dosen hubungan internasional Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik Universitas Indonesia, Edy Prasetyono, melihat pentingnya penguatankelembagaan intelijen, antara lain denganmenghapus ego sektoral.Menurut Edy, sebetulnya banyak departemen dan lembaga negara yang memilikimekanisme dan aparat intelijen, sepertiK KERAS: Sejumlah anggota kelompok muslim garis keolahraga bela diriAM Hendropriyono
                                
   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32